Gakkum Serahkan Tersangka Tambang Nikel Ilegal ke Kejati Sultra

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Kamis, 10 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Penyidik Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi, menyerahkan RMY (27), Direktur PT James & Armando Pundimas (JAP), tersangka kasus tambang nikel ilegal dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, beserta barang bukti 3 eksavator dan 3 dump truck kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra).

Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, pelaku pertambangan ilegal tidak hanya merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup tapi mereka juga telah merugikan negara, serta mengancam keselamatan masyarakat akibat bencana ekologis. Pelaku pertambangan ilegal seperti yang dilakukan oleh tersangka RMY adalah pelaku kejahatan.

"Kami ingatkan kembali para pelaku kejahatan lingkungan dan kehutanan, khususnya pelaku tambang ilegal kami tidak akan berhenti untuk menindak pelaku kejahatan yang mendapatkan keuntungan pribadi di atas kerusakan lingkungan, penderitaan masyarakat serta kerugian negara. Pelaku kejahatan seperti ini telah mengorbankan banyak pihak untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan melanggar hukum. Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya,” ungkap Rasio Sani, pada Kamis (10/3/2022).

Lebih lanjut Rasio Sani meminta penyidik untuk terus mengembangkan kasus ini agar kasus ini tidak hanya berhenti sampai dengan tersangka RMY, namun pihak-pihak lain juga yang mungkin terlibat. Menurutnya, kejahatan pertambangan ilegal, termasuk nikel merupakan kejahatan luar biasa, terorganisir, pasti banyak pihak lainnya yang terlibat, termasuk pihak-pihak yang mendanai dan membeli hasil tambang ilegal.

Penyerahan tersangka dan barang bukti kasus tambang ilegal kepada Kejati Sultra./Foto: Gakkum

"Saya sudah meminta penyidik Gakkum KLHK yang di Jakarta untuk bekerjasama dengan PPATK guna mendalami aliran keuangannya dan menerapkan penegakan hukum tindak pidana multidoor atau pidana berlapis termasuk penegakan hukum tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan Putusan MK Nomor 15/PUU-XIX/2021, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLHK dan PPNS lainnya memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang.”

Penindakan terhadap tambang nikel ilegal ini, berawal dari informasi masyarakat terkait aktivitas penambang nikel dalam kawasan hutan tanpa izin di Kabupaten Konawe Utara, Sultra. Berdasarkan informasi itu, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi bersama Polda Sultra, melalui operasi penyelamatan sumber daya alam di Mandiodo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Sultra, menemukan adanya kegiatan penambangan nikel dengan menggunakan 3 ekskavator dan 3 mobil dump truck.

Pemeriksaan terhadap pengawas, operator dan supir menunjukkan bahwa penambangan nikel yang dilakukan PT JAP adalah ilegal karena tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan perizinan lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kemudian tim mengamankan para pelaku lapangan dan menitipkan barang bukti di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kendari.

Tim penyidik KLHK telah menetapkan RMY Direktur Utama PT JAP sebagai tersangka pada 14 Februari 2022. RMY saat ini ditahan di Rumah Tahanan Polda Sultra.

Atas perbuatan tersebut tersangka RMY disangkakan melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 78 ayat (2) Jo pasal 50 ayat (3) huruf “a” UU nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana telah diubah dalam pasal 36 angka 19 pasal 78 ayat (2) Jo pasal 36 Angka 17 pasal 50 ayat (2) huruf “a” Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja dan/ atau pasal 89 ayat (1) huruf a, b dan/ atau pasal 90 ayat (1) Jo pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dalam pasal 37 angka 5 pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang- Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.