PBB: Polusi Beracun Membentuk Zona Kematian di Seluruh Dunia

Penulis : Tim Betahita

Lingkungan

Senin, 14 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi peringatan tentang adanya “zona pengorbanan” akibat polusi di seluruh dunia. Tempat di mana puluhan juta orang menderita stroke, kanker, masalah pernapasan, dan penyakit jantung akibat pencemaran lingkungan yang beracun.

“Terdapat zona pengorbanan di seluruh dunia, di setiap wilayah. Mulai dari utara, selatan, timur, barat. Negara kaya maupun negara miskin,” kata David Boyd, pelapor khusus hak asasi manusia dan lingkungan hidup PBB, dikutip The Guardian, Jumat, 11 Maret 2022.

Saat ini dan di masa depan, masalah kesehatan fisik (kanker, jantung, pernapasan, stroke, dan masalah kesehatan reproduksi) terjadi di berbagai tempat. Selain itu ada juga "masalah kesehatan mental yang luar biasa yang berhubungan dengan lokasi tempat tinggal karena orang merasa dieksploitasi dan distigmatisasi."

Semua permasalahan ini melanggar hak asasi manusia, kata Boyd. “Hak mereka untuk hidup, hak mereka atas kesehatan, dan… hak mereka atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan. Anda tidak dapat mencapai hak mendasar atas lingkungan yang sehat dengan kondisi lingkungan yang benar-benar mengerikan ini.” 

Sekelompok anak-anak bermain dilatari pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU). Foto: Greenpeace Indonesia

Dalam laporan yang dipresentasikan ke dewan hak asasi manusia PBB pada Kamis, 10 Maret 2022, Boyd mengatakan polusi berkontribusi pada kematian dini dua kali lebih banyak dibandingkan dengan Covid-19 dalam 18 bulan pertama pandemi virus corona.

Laporan itu mengungkap angka mengejutkan terkait jumlah kematian akibat polusi pada periode yang sama, sebanyak 9 juta jiwa.

“Satu dari enam kematian di dunia melibatkan penyakit yang disebabkan oleh polusi, tiga kali lebih banyak dari gabungan kematian akibat AIDS, malaria, dan tuberkulosis dan 15 kali lebih banyak dari semua perang, pembunuhan, dan bentuk kekerasan lainnya.”

“Toksinasi planet Bumi semakin intensif,” tulisan laporan Boyd tersebut. Laporan menunjukkan bahwa meskipun beberapa bahan kimia berbahaya dilarang atau ditinggalkan, produksi bahan kimia secara keseluruhan meningkat dua kali lipat antara tahun 2000 dan 2017, dan akan berlipat ganda lagi pada 2030.

Semua orang terpengaruh polusi pada tingkat tertentu. Namun beberapa komunitas terdampak jauh lebih banyak ketimbang yang lain.

“Jika Anda melihat tempat-tempat yang saya soroti dalam laporan ini, polusi di planet kita saat ini menyebar, memengaruhi semua orang, tetapi beberapa kelompok orang terimbas dengan cara yang sangat tidak adil dan tidak proporsional,” jelas  Boyd.

“Amerika Serikat, salah satu negara terkaya di dunia sepanjang sejarah manusia, adalah rumah bagi salah satu zona pengorbanan terburuk di planet ini. Ada tempat yang disebut ‘gang kanker’ di Louisiana, di mana terdapat lebih dari seratus kilang minyak, pabrik petrokimia, dan lainnya,” kata Boyd.

“Coba tebak di mana tepatnya? Adanya di komunitas miskin, didominasi kulit hitam. Hanya saja, seperti yang saya saya katakana, itu tidak masuk akal.”

Sementara itu zona pengorbanan lainnya termasuk Kabwe, Zambia, di mana 95% anak-anak mengalami peningkatan kadar timbal dalam darah, yang menempatkan mereka pada risiko gangguan intelektual seumur hidup.

Ada juga Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pata Rât di Rumania, tempat ribuan orang Roma tinggal dan terpapar arsenik, timbal, merkuri, dan polutan lainnya.

Wilayah seberang laut Prancis Guadeloupe dan Martinique juga masuk dalam zona polusi terburuk ini, di mana 90% orang ditemukan memiliki pestisida karsinogenik bernama chlordecone dalam darah mereka. 

Industri minyak dan gas adalah penyebab utama masalah ini, karena mengabaikan biaya sosial dan lingkungan demi keuntungan mereka.

Menurut Boyd uang adalah “penghalang utama untuk mengatasi krisis iklim, untuk mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati, dan untuk mengatasi polusi yang meluas”. 

Boyd meminta agar pemerintah di seluruh dunia memberlakukan peraturan yang kuat pada perusahaan yang menyebabkan polusi – dan untuk menghentikan pengeluaran sekitar $1,8 triliun per tahun untuk subsidi industri yang merusak lingkungan. 

Menurutnya, perusahaan minyak dan gas tidak akan  menghentikan produksi secara sukarela. Perusahaan batu bara juga tidak akan secara sukarela beralih menjadi perusahaan surya dan angin skala besar.

“Pemerintah lah y ang harus melakukannya. Itu tugas mereka. Pemerintah yang memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia kita,” kata Boyd.

Betapapun suram keadaannya, Boyd mengatakan masih ada harapan. Laporan Boyd muncul enam bulan setelah dewan hak asasi manusia untuk pertama kalinya mengakui bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup di lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan.

The Guardian