Pemerintah Diminta Hentikan Operasi PLTP di Indonesia

Penulis : Aryo Bhawono

Energi

Senin, 14 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Warga terdampak operasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan LSM pendamping mendesak pemerintah untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Mereka mencatat banyak kecelakaan atas operasi PLTP yang menimbulkan korban, termasuk masyarakat. 

Bencana terbaru akibat operasi PLTP adalah kebocoran gas beracun Hidrogen Sulfida (H2S) terjadi di sumur pengeboran Pad 28 PLTP milik PT Geo Dipa Energi di Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Sabtu lalu (12/3/2022). Kejadian itu bermula saat para pekerja melakukan pengecekan relief valve untuk persiapan pengeboran. Mereka terpapar gas H2S dan merasa mual hingga pingsan.

Tercatat setidaknya delapan orang dirawat intensif di RSUD Wonosobo dan satu orang meninggal dunia karena kebocoran ini. 

LSM pendamping warga terdampak PLTP mencatat kejadian ini bukan pertama kalinya. Pada 30 Juni 2007 terjadi ledakan keras dari pipa brand water unit 9 milik PLTP Dieng. Peristiwa ini menyebabkan setidaknya 14 orang yang berada di sekitar pipa mengalami luka serius. 

Kebocoran gas beracun di PLTP Dieng milik PT Geo Dipa Energi Pada Sabtu 12 Maret 2022. Dok JATAM

Pada 13 Juni 2016 terjadi ledakan di sumur Pad 30 saat para pekerja sedang melakukan pembersihan rutin. Akibat ledakan ini, enam orang pekerja mengalami luka bakar serius dan harus dirawat intensif di RSUD Wonosobo. 

“Dengan maraknya kecelakaan ini kami meminta hentikan seluruh tahap operasi proyek PLTP di seluruh daratan Indonesia dan pengurus negara harus melakukan langkah hukum yang tegas untuk menindak pengabaian keselamatan yang dilakukan oleh perusahaan selama ini,” ucap aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Ki Bagus Hadi Kusuma, melalui rilis pers. 

Selain Jatam,LSM yang mendampingi warga antara lain Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) dan LBH Semarang. Selain itu perwakilan warga terdampak PLTP di Manggarai Barat dan Manggarai NTT, Mataloko di Ngada, serta Mandailing Natal, juga  memberikan sikap yang sama. 

Menurut catatan mereka kecelakaan tak hanya di Dieng, PLTP milik PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) di Desa Sibanggor Julu, Mandailing Natal, Sumatera Utara, juga tercatat mengalami kecelakaan dan kebocoran. Pertama, pada 25 Januari 2021 lalu kebocoran gas H2S salah satu wellpad PT SMGP di Desa Sibanggor Julu terjadi di tengah persawahan dan pemukiman warga. Peristiwa ini terjadi di tengah hari saat warga tengah menggarap lahannya. 

Kebocoran gas H2S tersebut menyebabkan lima warga meninggal, dua di antaranya anak-anak, serta setidaknya 49 warga dirawat di rumah sakit. 

Kedua, pada 14 Mei 2021 terjadi ledakan dan kebakaran pada proyek PLTP milik PT SMGP yang berjarak 300 meter dari pemukiman sehingga warga harus mengungsi hingga api bisa dipadamkan. 

Ketiga, pada 6 Maret 2022, terjadi kembali kebocoran gas H2S di Sibanggor Julu yang berasal dari salah satu sumur milik PT SMGP. Setidaknya 58 warga yang harus dirawat karena mengalami mual, pusing, muntah hingga pingsan.

Dikutip dari tempo.co, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama polisi tengah menginvestigasi kebocoran gas H2S yang diduga terjadi di PLTP Sorik Marapi di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Kebocoran diduga terjadi pada 6 Maret 2022 lalu hingga menyebabkan 58 warga desa desa Sibanggor mengalami keracunan. Keracunan massal itu diduga berasal dari gas beracun H2S dari penguji sumur AAE-05.

Langkah investigasi sendiri didukung penuh oleh PT SMGP selaku penanggung jawab proyek tersebut. 

Di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, proyek panas bumi Mataloko tercatat berulang kali terjadi menyemburkan lumpur panas dan gas di tengah perkebunan warga sejak 2009. Daya rusak semburan lumpur panas disertai gas hidrogen sulfida (H2S) ini dirasakan setidaknya oleh warga di 11 desa yang tersebar di sekitar wilayah PLTP Mataloko, mulai dari atap seng yang kini lebih cepat berkarat dan bolong, meningkatnya penyakit infeksi saluran pernafasan, hancurnya persawahan dan ladang akibat terendam lumpur, hingga kegagalan panen warga karena hasil kebunnya tidak berbuah. 

Kejadian yang sama juga terjadi di PLTP Ulumbu di Manggarai, NTT, yang beroperasi sejak 2011. Uap panas yang keluar dari sumur-sumur geothermal di PLTP Ulumbu mengandung gas yang juga mempercepat korosi di atap seng rumah warga. 

Produktivitas produktivitas pertanian warga menurun sejak hadirnya PLTP Ulumbu. Bahkan elang dan nuri yang kerap ditemui warga kini mulai menghilang. Aktivitas PLTP Ulumbu 6 juga menimbulkan permasalahan sosial, saling curiga antar warga kampung, karena permasalahan pasokan air yang kini juga diambil untuk PLTP Ulumbu.

Tak ayal jika proyek energi panas bumi mendapat penolakan di Wae Sano, Manggarai Barat, Flores. Pada 28 September 2021 lalu Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menandatangani perjanjian kerja sama pengadaan lahan untuk proyek panas bumi dengan PT Geo Dipa Energi, perusahaan yang sama dengan pengelola PLTP Dieng. 

Warga terancam bencana yang sama dengan warga Ulumbu dan Mataloko. karena titik rencana pengeboran berada di ruang hidup warga, mulai dari pemukiman, lahan pencaharian, sumber air, rumah adat, gereja, dan sekolah.

Saat ini terdapat 64 Wilayah Kerja Panas (WKP) Bumi yang sedang dan akan dieksploitasi untuk PLTP. Koalisi LSM khawatir terdapat 64 ancaman bencana yang sama.

“Lagi-lagi rakyat yang ditumbalkan untuk pembangkitan energi yang diklaim bersih, rendah karbon, tapi menimbulkan banyak korban ini. Kini tercatat setidaknya terdapat 22 tapak WKP yang ditolakan warga setempat, baik yang sudah beroperasi maupun masih dalam tahap eksplorasi,” imbuh rilis pers yang diterima betahita. 

Selain penghentian operasi, warga dan LSM pendamping meminta pemerintah melakukan valuasi seluruh kontrak di 64 WKP, dimulai dari Sorik Marapi di Mandailing Natal, Dieng di Jawa Tengah, serta Mataloko, Ulumbu dan Wae Sano di Flores, untuk menjamin keselamatan ruang hidup warga.

Selain itu mereka menyebutkan perlu pembentukan tim independen yang melibatkan Komnas HAM, ahli, masyarakat sipil, dan korban untuk menyelidiki masalah kebocoran di proyek panas bumi Mandailing Natal dan Dieng.