Perubahan Iklim Memperburuk Musim Alergi Serbuk Sari

Penulis : Aryo Bhawono

Perubahan Iklim

Minggu, 20 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Ilmuwan iklim University of Michigan mengamati 15 serbuk sari tanaman yang berbeda di Amerika Serikat menggunakan simulasi komputer untuk menghitung seberapa parah musim alergi pada tahun 2100. Hasilnya cukup meresahkan, peningkatan jumlah serbuk sari bakal membuat penderita alergi lebih menderita karena bermata merah. 

Saat dunia menghangat karena perubahan iklim, musim alergi akan dimulai berminggu-minggu lebih awal. Studi baru yang dimuat dalam jurnal yang dimuat Nature Communication menjelaskan bahwa pembukaan musim ini akan terasa buruk bagi pengidap alergi karena jumlah serbuk sari meningkat tiga kali lipat di beberapa tempat

Cuaca yang lebih hangat memungkinkan tanaman mekar lebih awal dan mempertahankan kemampuan mekar lebih lama. 

Dikutip dari AP News Rekan penulis studi sekaligus ilmuwan iklim Universitas Michigan, Allison Steiner, menyatakan karbon dioksida tambahan di udara dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara, bensin, dan gas alam membantu tanaman menghasilkan lebih banyak serbuk sari. 

Peneliti di Amerika Serikat mengatakan ganggang dapat diproduksi sebagai alternatif energi terbarukan, yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap minyak fosil dan gas. Foto: CCO Public Domain

Proses Ini sudah terjadi. Sebuah studi setahun yang lalu dari peneliti yang berbeda menyebutkan dari 1990 hingga 2018, serbuk sari telah meningkat dan musim alergi dimulai lebih awal, dengan sebagian besar karena perubahan iklim.

Ahli alergi itu mengatakan bahwa musim serbuk sari di AS biasanya dimulai sekitar pertengahan Maret, saat hari St. Patrick, dan sekarang sering dimulai sekitar pertengahan Februari, saat hari Valentine.

Musim alergi akan berlangsung lebih lama dan jumlah total serbuk sari akan meroket. Perpanjangan lebih lama dan seberapa penambahan serbuk sari tertentu tergantung lokasi dan seberapa banyak emisi gas rumah kaca di udara.

Skenario dengan model pengurangan moderat pada emisi gas rumah kaca yang disebabkan batu bara, minyak, dan gas alam, maka musim serbuk sari akan dimulai 20 hari lebih awal pada akhir abad ini. Sedangkan menurut skenario pemanasan global yang paling ekstrem, musim serbuk sari di sebagian besar Amerika akan dimulai 40 hari lebih awal dibandingkan beberapa dekade terakhir.

Penulis utama studi dari Universitas Michigan, Yingxiao Zhang, menyebutkan sekitar 30 persen populasi dunia dan 40 persen anak-anak Amerika menderita alergi serbuk sari. Hal ini dapat merugikan perekonomian karena kehilangan hari kerja dan biaya medis.

Profesor kesehatan lingkungan Universitas Maryland yang tidak terlibat dalam studi ini, Amir Sapkota, menyebutkan alergi berdampak buruk dan dirasa lebih menyiksa bagi 25 juta orang Amerika Serikat karena mengidap asma. 

Sementara penderitaan alergi akan meningkat di seluruh Amerika Serikat, kawasan Tenggara akan terkena dampak paling parah. Pada awal musim, serbuk sari pohon alder bergerak paling dramatis. Serbuk sari pohon cemara akan mengalami peningkatan terbesar.

Rumput liar, yang menjadi penyebab alergi serbuk sari umum, juga akan memiliki musim yang lebih panjang dan jumlah serbuk sari yang lebih tinggi di masa depan, kata Zhang.

Ahli biologi dan ilmuwan iklim Universitas Utah, Bill Anderegg, menyebutkan proyeksi tim Universitas Michigan ini menunjukkan masalah serbuk sari melompat dua kali lebih besar sejak 1990. Menurutnya studi ini sangat penting. 

“Ini memberitahu kita bahwa tren historis musim serbuk sari yang lebih lama dan lebih parah kemungkinan akan berlanjut, didorong oleh perubahan iklim, dan ini benar-benar akan memiliki konsekuensi kesehatan yang substansial dalam alergi dan asma bagi orang Amerika,” ucapnya.