Perairan Masalembu Menghitam Akibat Tumpahan Batu Bara

Penulis : Aryo Bhawono

Lingkungan

Kamis, 24 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Perairan Masalembu di Sumenep, Jawa Timur, menghitam karena tercemar batu bara. Pencemaran ini berasal dari muatan Kapal Ponton Woodman 37 yang kandas dan tak ditangani selama hampir dua bulan.

Warga Pulau Masalembu, Haerul Umam, menyebutkan dirinya bersama warga berada di lokasi pada Jumat lalu (18/3/2022) dan menemukan bahwa muatan kapal tersebut sudah kosong. Namun bekas tumpahan batu bara tercecer di sekitar kapal. 

Dua hari sebelumnya warga menerima informasi bahwa ada dua kapal ponton yang terdampar, termasuk Woodman 37. Satu ponton lain telah memindahkan muatan batu bara ke kapal tongkang bantuan yang baru datang. Menurut kesaksian warga lain, tak jauh dari ponton itu ada dua kapal tugboat yakni dengan nama lambung Dolphin dan Fortune. 

Tumpahan batubara itu membuat perairan sekitar menghitam. Parahnya kawasan itu merupakan daerah tangkap ikan sehingga membuat nelayan tak bisa mendapat ikan. 

Sebuah ekskavator memuat batu bara ke dalam kereta api di Pingdingshan, provinsi Henan, China 4 November 2021./Foto: REUTERS/Aly Song

Warga telah melaporkan kasus tumpahan batubara ini ke Dinas Kelautan Provinsi Jawa Timur pada Senin lalu (21/3/2022). Mereka menyampaikan nelayan yang melaut di perairan Masalembu mengeluh karena air laut menjadi hitam akibat tumpahan batubara dari kapal tersebut. Aparat penegak hukum diminta segera melakukan penanggulangan agar tumpahan batubara tidak semakin mencemari perairan Masalembu. 

Selain itu, Haerul juga menuntut agar aparat penegak hukum dapat menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang menjadi pemilik Kapal Ponton Woodman 37 tersebut. 

Namun mereka diarahkan ke bagian Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara kapal dan muatannya dibiarkan saja.

Padahal informasi yang diperoleh dari Kantor Syahbandar Masalembu, Kapal Ponton Woodman 37 ini mulai memasuki perairan Masalembu pada akhir Januari. 

“Dari kronologi ini, Ponton Woodman 37 ini telah terdampar hampir dua bulan lamanya. Namun tidak ada tindakan atas kemungkinan tercemarnya perairan akibat tumpahan batubara ke dasar perairan. Masyarakat sangat khawatir dan meminta instansi terkait agar ini ditindaklanjuti,” kata Haerul. 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Jawa Timur bersama masyarakat Masalembu akan mengirim surat ke Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur serta Gakkum Jawa Bali Nusa Tenggara untuk mengusut dugaan pencemaran pesisir perairan Masalembu ini. Mereka meminta pemilik batu bara dan distribusinya diungkap. 

“Kami menyesalkan tidak adanya tanggapan dari Dinas Kelautan dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur. Bahkan sikap Dinas Lingkungan yang menyebut laporan itu bukan domain mereka justru menunjukkan kinerja yang buruk. Padahal pencemaran mengancam lingkungan hidup dan telah menghambat mata pencaharian nelayan Masalembu,” kata Wahyu Eka Setyawan Direktur Walhi Jawa Timur. 

Menurutnya kejadian tumpahan batubara ini melengkapi potret pencemaran kawasan laut dari industri energi fosil. Sebelumnya tercatat kebocoran minyak di pesisir utara Karawang, Jawa Barat oleh Pertamina dan tumpahan oli di perairan Lampung.

Direktur LBH Surabaya, Taufiq Rochim menyebutkan persoalan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup masih belum menjadi prioritas. Pemerintah belum menjalankan implementasi UU PPLH No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

“Apalagi ke depan dengan adanya UU Cipta Kerja, maka akan ada reduksi dari UU PPLH dalam hal pencegahan dan perlindungan, sehingga kejadian serupa mungkin akan semakin sering dan risiko kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil akan semakin rentan,” kata dia.