Masyarakat Adat Papua Laporkan Dugaan Pembukaan Lahan PT PNM
Penulis : Kennial Laia
Sawit
Jumat, 29 April 2022
Editor :
BETAHITA.ID - Masyarakat adat Lembah Grime Nawa, Kabupaten Jayapura, Papua, mendesak pemerintah daerah untuk mencabut izin usaha perkebunan sawit PT Permata Nusa Mandiri di wilayah adatnya. Pasalnya, perusahaan dituduh tidak mendapatkan persetujuan dari seluruh pemegang hak ulayat.
Seruan itu disampaikan saat bertemu dengan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua Solaiyen Murin Tabuni. Turut hadir sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Lembah Grime-Nawa.
Menurut Mathias Nawa, Ketua Dewan Adat Suku Namblong, persetujuan yang diperoleh PT Permata Nusa Mandiri hanya menggunakan beberapa tokoh marga dalam mendapatkan persetujuan. Menurutnya, proses pelepasan lahan yang terjadi bermasalah karena tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat adat.
“Awal tahun kami dikagetkan kegiatan perusahaan membuka hutan alam, setelah kami cek ternyata perusahaan sudah mendapat izin yang sangat luas mencakup seluruh tanah adat dari tujuh suku dan kampung-kampung adat di Lembah Grime,” kata Mathias dalam keterangan tertulis, Kamis, 28 April 2022.
“Selama ini kami tidak mengetahui wilayah adat kami di atasnya sudah ada izin kelapa sawit. Kami tidak pernah memberikan persetujuan. Kami berpikir perusahaan hanya akan bekerja di areal dua marga saja, karena mereka telah setuju hutannya digunakan perusahaan,” keluh Mathias.
Mathias mengkhawatirkan hal tersebut akan menyebabkan konflik antara masyarakat adat. “Sehingga tuntutan pencabutan izin ini kami sampaikan.”
Menurut Koalisi Selamatkan Lembah Grime Nawa, izin konsesi PT Permata Nusa Mandiri telah dicabut pada awal 2022 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Melalui SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022, konsesi perusahaan seluas 16.182,48 hektare berubah statusnya menjadi kawasan hutan. Artinya, PT Permata Nusa Mandiri tidak memiliki hak untuk melanjutkan aktivitas perkebunan.
Menurut Koalisi, berdasarkan analisis citra satelit di lokasi konsesi PT Permata Nusa Mandiri pada periode 1 Januari – 12 Februari 2022, teridentifikasi pembukaan lahan seluas 70 hektare.
“Pembukaan ini dilakukan setelah adanya pengumuman pencabutan izin oleh pemerintah,” kata Koalisi.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo mengumumkan pembatalan izin pada 5 Januari 2022.
Koalisi mengatakan pembukaan hutan oleh PT Permata Nusa Mandiri (PT PNM) berpotensi aturan. Salah satunya adalah Pasal 12 jo Pasal 83, Pasal 17 ayat 2 huruf b jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pengrusakan hutan jo Undang-Undang Cipta Kerja.
“Diduga telah terjadi tindak pidana kehutanan yang dilakukan PT PNM terhadap hutan milik masyarakat adat,” kata Koalisi.
Solaiyen mengatakan, PT Permata Nusa Mandiri termasuk dalam 31 perusahaan di Provinsi Papua yang dibatalkan izinnya pada awal 2022. Dia menegaskan seluruh izin milik perusahaan tersebut tidak berlaku lagi.
“Kami telah berkomunikasi dengan KLHK, menunggu tindakan selanjutnya. Jika perusahaan terus melakukan membuka hutan itu tindakan ilegal, masyarakat minta setop saja,” kata Solaiyen.
Koalisi Selamatkan Lembah Grime-Nawa terdiri dari PT PPMA, Walhi Papua, Jerat Papua, LBH Papua, DAS Namblong, ORPA Namblong, DAS Oktim, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Greenpeace Indonesia, Auriga Nusantara, dan TIKI Jaringan HAM Perempuan Papua.