PPATK Temukan Aliran Dana Oknum Polisi di Tambang Emas Ilegal
Penulis : Aryo Bhawono
Hukum
Selasa, 24 Mei 2022
Editor : Raden Ariyo Wicaksono
BETAHITA.ID - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tengah melacak aliran dana dari Briptu Hasbudi (HSB) terkait tambang emas ilegal di Kalimantan Utara. Lembaga ini menemukan aliran dana ke pihak tertentu.
"Ya ada (aliran dana ke) pihak-pihak terkaitnya. Masih proses terus terkait dengan pendalamannya," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan seperti dikutip dari Detik.com pada Sabtu (21/5/2022).
Pendalaman pelacakan aliran dana ini masih dilakukan. Namun profil lanjut soal penerima tak bisa ia sampaikan. “Kalau profil tidak bisa saya sampaikan," ujarnya.
Ia mengaku telah melakukan pelacakan sejak lama. Namun hingga kini belum ditemukan titik terang aliran dana ini mengalir ke pihak mana saja.
Keterlibatan Hasbudi sebagai pemilik tambang emas ilegal di Kaltara sendiri telah menjadi perhatian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Mereka meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengecek aliran dana tersebut.
Hasbudi sendiri sebelumnya berdinas di Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Kalimantan Utara (Kaltara). Ia ditangkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kaltara bersama Polres Tarakan di ruang tunggu terminal keberangkatan Bandara Udara Internasional Juwata Tarakan pada Rabu (4/5/2022) siang.
Penangkapan ini dilakukan karena kepemilikan tambang emas ilegal di Desa Sekatak Buji Kecamatan Sekatak Kabupaten Bulungan, Kaltara. Operasi tambang ini berhasil diungkap oleh Ditkrimsus Polda Kaltara.
"Di sana kami mengamankan sejumlah barang bukti diantaranya, sejumlah alat berat, delapan karung sampling Karbo, satu karung tanah rendaman, serta sejumlah peralatan lainnya yang digunakan untuk melakukan penambangan emas ilegal," ucap Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Kaltara, AKBP Hendy F Kurniawan seperti dikutip dari Liputan6.com.
Polisi juga menangkap lima pelaku lain atas operasi tambang ini, yakni BU yang berperan sebagai koordinator, HA selaku Mandor, M selaku penjaga bak, dan IL serta MI selaku sopir truk.
Para pelaku itu dijerat dengan Pasal 158 jo 161 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020, Tentang Penambangan Tanpa Izin. Mereka diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Selain itu hasil penelusuran dana, HSB diketahui memiliki bisnis lain, termasuk pengiriman barang bekas dari Malaysia. Kompolnas akan mengecek langkah penelusuran yang dilakukan Polda Kaltara dan Polres Bulungan, khususnya terkait penelusuran transfer dana HSB mengalir ke mana saja.