DPR Sahkan RUU PPP demi Mulusnya Jalan UU Cipta Kerja

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Rabu, 25 Mei 2022

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID -  DPR resmi mengesahkan revisi UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP). Pengesahan ini dilakukan saat berbagai pihak, termasuk akademisi mengkritik perundangan itu disahkan hanya untuk memuluskan jalan UU Cipta Kerja pasca putusan Mahkamah Konstitusi. 

Pengesahan RUU PPP dilakukan DPR dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa lalu (24/5/2022). Sidang yang disiarkan melalui akun Youtube DPR RI ini diketuai oleh Ketua DPR dari Fraksi PDIP, Puan Maharani.

"Apakah RUU tentang perubahan kedua atas UU nomor 13 tahun 2011 tentang PPP dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" ujar Puan.

Rapat Paripurna pengesahan RUU PPP dihadiri oleh 338 anggota dewan, sebanyak 56 anggota hadir secara fisik dan 220 orang secara virtual. Sedangkan, sebanyak 62 orang tak hadir atau izin. Namun jumlah total anggota DPR tersebut memenuhi kuorum. 

Aksi petani menolak Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law di Jakarta, 2020. Foto: Konsorsium Pembaruan Agraria

Revisi UU PPP dilakukan pemerintah dan DPR karena tidak mengatur mekanisme pembentukan UU secara omnibus law atau gabungan. Perundangan ini kelak menjadi landasan hukum untuk memperbaiki UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 

Dalam amar putusan, MK sebelumnya agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan.

Jika dalam tenggang waktu tersebut tidak diperbaiki, UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Revisi UU PPP telah disepakati dalam pengambilan keputusan tingkat satu pada 13 April 2022. RUU PPP disetujui delapan dari sembilan fraksi. Hanya Fraksi PKS yang menolak pengesahan RUU PPP.

Namun sejak DPR dianggap banyak pihak, termasuk akademisi, bersikap ugal-ugalan ketika membahas RUU PPP. Ahli hukum tata negara UGM, Herlambang P Wiratraman, mengingatkan perintah MK adalah memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan malah merevisi UU P3.

“Ini karakter legislasi terkesan ugal-ugalan, niat jahat untuk tetap upayakan pengesahan ke paripurna," ucapnya dalam diskusi yang digelar LP3ES Jakarta pada Maret lalu. 

Ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari revisi UU PPP (yang kini sudah disahkan) hanyalah upaya 'menghalalkan' UU Cipta Kerja yang 'haram'. Menurutnya ini hanya akan menambah dosa legislasi DPR dan Pemerintah.