Investasi Dunia di Proyek Minyak dan Gas Baru Ancam Target Iklim
Penulis : Kennial Laia
Perubahan Iklim
Minggu, 12 Juni 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Negara di seluruh dunia berbondong-bondong menggelontorkan modal untuk eksploitasi dan pembangunan fasilitas energi fosil baru. Ini dianggap respons terhadap melonjaknya harga energi dan perang Rusia-Ukraina, yang membahayakan iklim.
Temuan tersebut diungkap oleh Climate Action Tracker. Menurut lembaga penelitian iklim itu, dengan berinvestasi pada energi fosil baru, dunia berisiko terkunci dalam “pemanasan global yang tidak dapat diubah”.
Eksploitasi energi fosil ini juga terjadi ketika para ilmuwan telah berulang kali memperingatkan bahwa peralihan ke energi rendah karbon dalam beberapa tahun ke depan adalah satu-satunya cara untuk mencegah kerusakan iklim.
Pemerintah di dunia, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Kanada disebut berinvestasi dalam proyek produksi minyak gas baru, distribusi, dan penggunaannya. Seiring dengan sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia karena invasi ke Ukraina.
Niklas Höhne, dari NewClimate Institute, salah satu mitra di belakang Climate Action Tracker, mengatakan dunia akan menyaksikan ‘demam emas’ untuk produksi gas fosil baru, jaringan pipa, dan fasilitas gas alam cair atau liquid natural gas (LNG).
“Ini akan mengunci kita ke dalam dekade karbon tinggi lainnya,” kata Höhne.
“Ini mungkin bisa membantu pasokan energi jangka pendek. Tetapi setelah dibangun, infrastruktur baru akan bertahan selama beberapa dekade dan kita pasti kehilangan target iklim,” jelasnya.
Laporan tersebut menyoroti Amerika Serikat, yang telah menandatangani kesepakatan untuk mengekspor LNG tambahan ke Uni Eropa, melalui peningkatan upaya fracking.
Jerman dan Italia juga telah menandatangani kesepakatan dengan Qatar sebagai pemasok gas, seperti halnya Mesir, tuan rumah KTT iklim dunia berikutnya, Cop27 di Sharm El-Sheikh November ini.
Kanada juga merencanakan produksi LNG baru, konstruksi jalur cepat untuk memenuhi permintaan ekspor. Secara keseluruhan, produksi bahan bakar fosil telah meningkat di Kanada, Amerika Serikat, Norwegia, Italia, dan Jepang, menurut Climate Action Tracker.
Inggris juga menghadapi ekspansi besar-besaran produksi minyak dan gas di Laut Utara, karena pemerintah telah memberlakukan pajak tak terduga pada industri yang mengandung celah yang mendorong perusahaan untuk berinvestasi dalam produksi baru.
Sebelumnya para ilmuwan melalui asesmen Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) mengatakan dunia memiliki waktu hingga 2030 untuk menyelamatkan Bumi dari pemanasan global. Untuk mencapai hal ini, emisi gas yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil harus dikurangi secara dramatis pada 2030.
Langkah tersebut dinilai sebagai satu-satunya jalan yang akan menjaga suhu global naik hingga 1.5 derajat Celcius dan menghindari dampak perubahan iklim yang katastrofik.