Polisi kian Represif Hadapi Penghadang PT TMS di Sangihe
Penulis : Aryo Bhawono
Tambang
Kamis, 16 Juni 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Polisi mulai bertindak represif kepada warga Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, yang menghadang alat berat PT Tambang Mas Sangihe (TMS). Mereka sempat menarik paksa warga agar bubar dan mengancam untuk memidana mereka.
Warga Kepulauan Sangihe masih bertahan menghadang dua alat berat PT TMS sejak Senin (13/6/2022). Penghadangan ini dilakukan di jalan di Desa Salurang, sekitar kurang dari satu kilometer dari basecamp perusahaan di Desa Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe. Namun aparat kian represif menghadapi aksi warga ini.
Aktivis Save Sangihe Islane (SSI), Jull Takaliuang, menyebutkan aparat sempat menarik paksa warga yang melakukan penghadangan. Seorang warga sempat dibawa polisi keluar dari tempat penghadangan.
“Tapi dia kemudian dilepas lagi, tidak ditahan,” ucapnya ketika dihubungi pada Rabu (15/6/2022).
Ia menyebutkan selain kontak fisik ini, ada upaya mengadu domba antara penghadang dengan warga Desa Bowone. Ada oknum, kata Jull, yang memberi kabar ke warga Bowone bahwa para penghadang ini akan membakar desa itu.
“Warga Bowone sempat datang tetapi ketika dijelaskan mereka tahu bahwa itu tindakan provokasi sehingga mereka kembali lagi,” kata dia.
Jull menyebutkan akan lebih banyak warga Kepulauan Sangihe yang turut melakukan penghadangan. Mereka menganggap bahwa pengiriman alat berat ini tindakan ilegal tapi polisi, dan tentara, justru melakukan pengawalan.
“Kita sampai tidak tahu, harus lapor siapa lagi. Mereka ini kan penegak hukum, kok malah mengawal tindakan ilegal,” imbuhnya.
Putusan PTUN itu membatalkan Izin Lingkungan PT TMS dengan Nomor: 503/DPMPTSPD/182/IX/2020 tertanggal 25 September 2020. Selain itu, PTUN Manado juga mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan segala aktivitas PT TMS hingga putusan itu berkekuatan hukum tetap atau ada penetapan lain yang mencabutnya di kemudian hari.
Divisi hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, Muhammad Jamil, menyebutkan putusan PTUN Manado yang membatalkan Izin Lingkungan PT. TMS, mestinya seluruh aktivitas PT. TMS harus dihentikan karena perusahaan tidak lagi memiliki dasar hukum untuk beroperasi. Mengingat, Izin Lingkungan adalah dasar berusaha bagi sebuah perusahaan, termasuk dalam hal ini adalah PT TMS.
Ia menyebutkan aparat kepolisian menyalahgunakan kewenangan dan bersekongkol perusahaan tambang untuk mengabaikan putusan hukum.
Polisi, kata dia seperti dikutip dari rilis pers, berdalih warga telah mengganggu akses jalan. Padahal jalan yang digunakan warga dalam aksi pengadangan itu, bukan jalan khusus untuk industri. Jalan tersebut dibangun menggunakan anggaran negara yang sesungguhnya dilarang dipergunakan bagi kendaraan industri termasuk pertambangan PT TMS.
“Selain itu, aparat kepolisian juga mulai menakut-nakuti warga dengan ancaman pidana bagi warga yang menutup jalan menggunakan batang kelapa pada 13 Juni 2022,” ucap Jamil.
Menurutnya polisi mestinya harus menghentikan dan memproses hukum tindakan mobilisasi alat berat PT TMS, karena telah melakukan tindak pidana menggunakan jalan umum untuk industri tambang, sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan Jo. Nomor 2 tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan pada Pasal 63 ayat (4) dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
“Jatam mengecam keras tindakan represif dan ancaman yang dilakukan aparat Kepolisian kepada warga Sangihe. Jatam mendesak aparat Kepolisian untuk segera memproses hukum tindakan pembangkangan PT TMS,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan belum membalas pesan konfirmasi dari redaksi atas tindakan ini hingga berita diturunkan.