Studi Baru Ungkap Dampak Pemanasan Global Terhadap Cuaca Ekstrem
Penulis : Aryo Bhawono
Perubahan Iklim
Rabu, 29 Juni 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Ilmu atribusi telah membuat kemajuan besar menghubungkan dampak cuaca ekstrem dan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Namun ilmu ini masih menyisakan pertanyaan mengenai tingkat kerusakan akibat perubahan iklim. Kemajuan studi ilmu ini dirilis di edisi pertama Penelitian Environmental: Iklim.
Ilmu atribusi sendiri adalah penyelidikan hubungan antara iklim dan cuaca ekstrim. Studi semacam itu dikenal bisa rumit tetapi masih memungkinkan. Beberapa tahun terakhir, para ilmuwan telah mengembangkan cara untuk melakukannya dengan lebih percaya diri.
Para peneliti dari University of Oxford, Imperial College London, dan Victoria University of Wellington mengamati dampak lima jenis peristiwa cuaca ekstrem yang berbeda dan memperhitungkan dampak kerusakannya berkaitan dengan perubahan iklim akibat manusia.
Mereka menggabungkan informasi dari laporan Intergovernmental Panel On Climate Change (IPCC/ Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim) terbaru dan hasil badan studi atribusi. Pengamatan cuaca dan model iklim digunakan untuk menentukan peran perubahan iklim dalam peristiwa cuaca tertentu.
Mereka menemukan beberapa peristiwa cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, berhubungan dengan perubahan iklim di seluruh dunia namun tingkat dampaknya kemungkinan diremehkan oleh perusahaan asuransi, ekonom, dan pemerintah.
Sedangkan fenomena cuaca lain seperti siklon tropis, makalah ini menunjukkan ada perbedaan penting antara wilayah dan peran perubahan iklim dalam setiap peristiwa. Hal ini lebih bervariasi daripada gelombang panas.
“Munculnya peristiwa cuaca yang lebih ekstrem dan intens seperti gelombang panas, kekeringan, dan hujan lebat telah meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir, ini memengaruhi manusia di seluruh dunia. Memahami peran yang dimainkan perubahan iklim dalam peristiwa ini dapat membantu kita mempersiapkannya dengan lebih baik. Ini juga memungkinkan kita untuk menentukan biaya nyata yang ditimbulkan oleh emisi karbon dalam hidup kita," kata Ben Clarke dari University of Oxford, penulis utama studi tersebut seperti dikutip dari Phys.
Para penulis mencatat ada kebutuhan mendesak mendapatkan lebih banyak data dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dimana dampak perubahan iklim lebih terasa. Penelitian tentang dampak ini terhambat ketika data cuaca nasional tidak tersedia untuk umum.
Misalnya saja di Afrika Selatan karena kasus korupsi menyebabkan dana untuk pelaporan cuaca ditolak. Di Somalia yang rawan kekeringan namun eprolehan data terhambat karena sering bergantinya rezim setempat. Lantas di Polandia, data cuaca hanya tersedia dengan biaya tinggi dan tidak diperuntukkan penelitian yang didanai publik.
"Kami benar-benar belum memiliki gambaran menyeluruh atau inventaris terperinci tentang apa dampak perubahan iklim saat ini," kata Dr. Friederike Otto dari Grantham Institute, Climate Change and the Environment di Imperial College London.
Kini peneliti telah memiliki alat dan pemahaman lanjutan untuk membuat inventaris semacam itu. Tetapi hal ini perlu diterapkan secara lebih merata di seluruh dunia untuk meningkatkan pemahaman kami di bidang-bidang di mana buktinya kurang.
“Jika tidak, kami menyangkal pengetahuan negara-negara untuk membuat yang terbaik, penggunaan dana yang sedikit, dan meningkatkan peluang bagi orang untuk hidup aman dan beradaptasi dengan perubahan iklim," tutupnya.