869 Subjek Hukum Berkegiatan di Kawasan Hutan Secara Ilegal

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Jumat, 08 Juli 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim sudah memiliki 869 nama subjek hukum yang melakukan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan tanpa perizinan di bidang kehutanan. Dari 869 subjek hukum itu, 746 di antaranya merupakan perusahaan atau korporasi.

"Jadi yang sudah ada di kami, list-nya 869 (subjek hukum) yang akan segera kami tindak lanjuti. Data lain masih banyak yang belum," kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK), dalam paparannya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja (Panja) Penyelesaian Penggunaan dan Pelepasan Kawasan Hutan Komisi IV DPR RI dengan Sekjen KLHK, Rabu (6/7/2022).

Daftar nama 869 subjek hukum itu ditetapkan melalui 5 surat keputusan (SK) yang diterbitkan Menteri LHK tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan.

Secara rinci, tahap pertama melalui SK.359/Menlhk/Setjen/KUM.1/6/2021, ada 51 subjek hukum yang terdata. Tahap kedua, SK.531/Menlhk/Setjen/KUM.1/8/2021, ada 313 subjek hukum. Kemudian tahap ketiga SK.1217/Menlhk/Setjen/KUM.1/12/2021, ada 140 subjek hukum. Tahap keempat, SK.64/Menlhk/Setjen/KUM.1/1/2022, ada 208 subjek hukum. Tahap kelima, SK.298/Menlhk/Setjen/KUM.1/4/2022, ada 157 subjek. Sehingga bila ditotal jumlah subjek hukum yang sudah terdata, hingga SK tahap kelima ada sebanyak 869 subjek.

Presiden Jokowi menyatakan akan mencabut HGU dan HGB terlantar. Sementara di Kalimantan Tengah, terdapat perkebunan sawit yang justru tidak memiliki HGU namun tetap beroperasi. Tampak dari ketinggian perkebunan sawit PT Binasawit Abadi Pratama yang tanpa memiliki HGU./Foto: Auriga Nusantara

"6 SK ya (yang sudah terbit), tapi ini (dari) 5 SK menteri. Jadi menteri itu mengeluarkan SK list-list perusahaan yang harus kita cek. Berdasarkan bermacam-macam. Ada laporan, pengajuan sukarela dan lain sebagainya. 869 ini yang akan kita telaah."

Subjek hukum terbanyak datang dari sektor perkebunan yakni sebanyak 623 subjek. Sedangkan pertambangan, sarana prasarana pemerintah dan kegiatan lainnya, masing-masing berjumlah 115, 23 dan 108 subjek. Kemudian, bila dipilah berdasarkan kategori jenis subjek, korporasi ada sebanyak 746 subjek, perseorangan atau masyarakat 93 subjek dan pemerintah 30 subjek.

Berdasarkan data Dirjen Gakkum, 869 subjek hukum ini sudah dimintai kelengkapan datanya terkait kegiatan yang diusahakan di dalam kawasan hutan secara ilegal itu. Dari jumlah itu, 132 di antaranya sudah melengkapi data, dan sejauh ini ada 65 kegiatan usaha yang sudah dilakukan verifikasi. Selanjutnya KLHK sudah melakukan verifikasi menggunakan citra satelit resolusi tinggi terhadap kegiatan usaha yang dilakukan 35 subjek hukum.

Rasio mengatakan, pihaknya akan melakukan penelaahan lebih lanjut terhadap ratusan subjek hukum pelanggar kawasan hutan ini, termasuk pengenaan pasal yang digunakan dalam penindakannya. Pengenaan pasal ini merujuk pada ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021, yakni Pasal 110A dan Pasal 110B.

Rasio memaparkan, KLHK sudah menerapkan sanksi administratif kepada para subjek hukum pengguna kawasan hutan secara ilegal itu. Yang mana 15 subjek hukum sudah diterbitkan jenis sanksi administratifnya, 13 subjek hukum sudah membayarkan sanksi administratif, dan 10 subjek hukum sudah dilakukan pencabutan surat keputusan sanksi administratif.

Rasio memberi contoh perkembangan pelaksanaan penerapan sanksi administratif kepada korporasi. Sejauh ini ada sekitar Rp70 miliar denda administrasi yang telah pihaknya kenakan terhadap 14 perusahaan pertambangan.

"Saat ini ya yang sudah kami keluarkan sekitar Rp70 miliar. Ini dari sekitar 14 perusahaan korporasi. Ada dua Pemda yang tidak kami kenakan denda."

Menurut Rasio, terhadap subjek hukum yang tidak patuh pada ketentuan sanksi yang dikenakan, akan dilakukan tindakan paksaan, yakni berupa pemblokiran terhadap rekening bank, akta pendirian dan/atau akta perubahan terakhir perusahaan. Kemudian pencegahan ke luar negeri, penyitaan aset, dan atau paksa badan (gijzeling).

Rasio mengakui, ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan penyelesaian persoalan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan yang ilegal ini. Yakni keterbatasan data citra satelit resolusi tinggi, keterbatasan anggaran dan tenaga appraisal, keterbatasan personel verifikasi lapangan dan tim spasial, keterbatasan data audit laporan keuangan subjek hukum, adanya modus mengatasnamakan masyarakat, dan perbedaan penafsiran norma dalam UU Cipta Kerja dan PP Nomor 24 Tahun 2021 mengenai penghitungan denda administratif.

"Ada tantangan lain, ada perusahaan-perusahaan yang mau bayar, mereka mau cicil. Mereka katakan boleh enggak kami keringanan, mencicil atau mengurangi," kata Rasio.

Sekjen KLHK Bambang Hendroyono menambahkan, saat ini sudah ada 6 SK tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan, yang telah diterbitkan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya. Dalam 6 SK itu ada 1030 subjek hukum yang sudah terdata.

"Kalau data tadi Pak Roy (Rasio Ridho Sani) 869, karena saya ketua timnya. Sampai sekarang SK keenam dan sudah 1030 subjek hukum. Itu belum termasuk hasil Kalteng dan Riau," kata Bambang Haryono.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, Panja Komisi IV akan memanggil perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran. Akan tetapi, pihaknya meminta KLHK, khususnya Dirjen Gakkum tidak ragu melakukan tindakan kepada para pengusaha nakal yang menguasai hutan tanpa izin.

"Dengan menggandeng KPK, Bareskrim, dan Kejaksaan agung yang hari ini sangat konsen menyelesaikan masalah publik," kata Dedi.

Anggota Panja Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema mempertanyakan bagaimana cara KLHK mengatasi tantangan dalam membenahi kerusakan hutan dan lingkungan hidup. Ia khawatir tantangan yang dihadapi oleh KLHK ini akan menjadi justifikasi dan membuat peran Komisi IV menjadi mandul, bila belum ada penyiasatan untuk mengatasi tantangan tersebut. Untuk itu Fransiskus Lema mengusulkan agar dilakukan pembentukan Panitia Khusus untuk mendorong KLHK bekerja secara efektif.