FSC Dorong Kayu Tropis Berkelanjutan yang Ramah Iklim
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Kamis, 28 Juli 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Industrialisasi telah menggeser penggunaan kayu di bidang konstruksi seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang menuntut pembangunan yang serba cepat. Tumbuhnya inovasi dan teknologi menghasilkan besi, baja, dan semen, dan beton sebagai bahan baku bangunan yang dapat menjawab tantangan industrialisasi. Namun beton, besi, baja, dan semen sebagai material tak terbarukan diproduksi dengan proses yang menghasilkan emisi tinggi yang berasal dari bahan bakar fosil yang tak terbarukan dan menghasilkan polusi yang membahayakan.
Manager Country Forest Stewardship Council (FSC) Indonesia, Hartono Prabowo mengatakan, krisis iklim membuat banyak pihak mencari alternatif bahan baku yang menghasilkan emisi yang rendah karbon untuk bangunan. Banyak peneliti sepakat bahwa kayu jauh lebih ramah lingkungan dimana karbon pada kayu tetap tersimpan walaupun telah ditebang dan berpindah dari hutan.
"Problemnya adalah stigma yang berkembang bahwa kekuatan kayu tidak dapat menyamai kekuatan besi dan beton," kata Hartono dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (22/7/2022).
Dalam jurnal Material Science and Engineering pada 2017 yang diterbitkan oleh IOP Publishing, kayu digunakan sebagai bahan konstruksi karena ketahanan api, karakteristik struktural yang baik dan sifat insulasi.
Munculnya teknologi baru pengolahan kayu dan bahan berbasis kayu telah mengubah kayu menjadi bahan berteknologi tinggi, sehingga kayu mulai bersaing dengan baja dan beton, yang pada akhirnya mendorong para arsitek untuk mempertimbangkan menggunakan kayu lebih banyak dalam proyek. Karakteristik desain produk berbasis kayu baru memungkinkan kayu digunakan untuk membangun struktur yang lebih tinggi, memiliki daya tahan yang lebih besar, dan bentuk yang lebih beragam dari sebelumnya.
Dalam studi Postdam University yang dipublikasikan di jurnal Nature Sustainability edisi 27 Januari 2020, ada 2 alasan kayu dapat digunakan sebagai bahan baku utama gedung dan rumah. Pertama, produksi semen menggunakan bahan bakar fosil tak terbarukan, yang menyumbang 8 persen emisi global pada 2018 dari total 11 miliar ton emisi setara CO2. Jumlah ini jauh lebih banyak ketimbang produksi emisi penerbangan yang hanya 2,4 persen.
Kedua, kayu yang menjadi bahan baku bangunan akan menyimpan karbon dari udara. Kayu meskipun sudah diolah tetap menyimpan karbon sepanjang kayu tidak musnah. Fosil-fosil kayu yang terkubur di dalam tanah tetap menyimpan karbon yang diserap selama daur hidupnya sehingga mengurangi pelepasan gas karbon ke atmosfer yang menambah pemanasan global.
Daya simpan karbon akan semakin tinggi seiring makin banyaknya jumlah bangunan yang memakai kayu. Sementara daya serap karbon akan semakin tinggi dengan semakin banyaknya pohon yang ditanam dan tumbuh hingga siap panen.
Industri konstruksi di Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik telah kembali menggunakan kayu, karena pertimbangan ramah lingkungan. Belanda dan Inggris telah mengizinkan konstruksi gedung memadukan kayu dan beton.
Di Asia Pasifik, Australia juga memberlakukan kebijakan serupa. Kayu tropis memiliki keunggulannya sendiri dalam hal penggunaan sebagai bahan baku konstruksi.
Industri konstruksi di kawasan Asia Pasifik telah merasakan manfaat penggunaan kayu tropis sebagai bahan baku utama konstruksi, hal ini terungkap pada kegiatan webinar Connecting Asia Pacific Markets for Sustainable Tropical Timber in the Construction Industry yang diselenggarakan FSC pada 7 Juli 2022 kemarin.
Hiroaki Ishikawa dari Mitsubishi Estate Residence menjelaskan kayu tropis memiliki keunggulan tersendiri, yaitu kuat, memiliki deformasi kecil, mudah diolah menjadi berbagai bentuk dengan presisi tinggi. Dengan sifat-sifat ini, kayu tropis menonjol di antara bahan lainnya karena mereka adalah bahan konstruksi hemat energi dan hemat biaya.
Namun, perlu dicatat bahwa kita hanya boleh menggunakan kayu tropis dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan berdasarkan standar sertifikasi pihak ketiga yang memiliki standar keterlacakan yang baik untuk mendukung produksi berkelanjutan. Mitsubishi Estate Residence memiliki komitmen pada 2030 bahwa semua papan pembentuk beton harus disertifikasi misalnya FSC yang konsisten dengan kriteria sumber kayu berkelanjutan di Olimpiade Tokyo pada 2020.
Indonesia juga telah memulai dengan dibangunnya Microlibrary di Semarang bernama Warak Kayu yang seluruhnya menggunakan kayu yang telah tersertifikasi FSC sehingga selain proses pembuatannya ramah lingkungan, kayunya juga berasal dari pengelolaan hutan yang tersertifikasi FSC.
Budi Hermawan dari PT Kayu Lapis Indonesia mengatakan, sebagai bagian dari komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, pihaknya menerapkan pengelolaan hutan yang lestari dengan standar FSC sejak 2011 dan SVLK sejak 2013, serta pemanfaatan bahan baku yang efisien dan rendah emisi di seluruh rantai pasok. Kolaborasi antara produsen kayu lapis yang berkelanjutan dengan desain arsitektur sehingga menghasilkan desain yang cantik juga didorong sebagai satu paket edukasi pasar untuk produk desain yang berkelanjutan.
Hasilnya adalah konstruksi kayu prefabrikasi yang berkelanjutan, tanpa limbah, hemat energi dan waktu karena konstruksi dapat dikerjakan dengan cepat. Contoh kolaborasi tersebut dapat dilihat hasilnya antara lain pada Microlibrary Warak Kayu di Semarang, dan Buranchi di Alam Sutera Tangerang.
Head of Market Development FSC untuk Kawasan Asia Pasifik, Jayco Fung mengatakan, untuk memastikan bahwa ketersediaan pasokan dan permintaan untuk bahan kayu tropis bersertifikat FSC lebih mudah diakses. Pihaknya sedang mengembangkan Jaringan Perdagangan Kayu Tropis Berkelanjutan dan platform Info Hub yang didukung oleh program UN-REDD Lower Mekong Initiative.
"Kami berharap produsen dan pembeli kayu tropis di Kawasan Asia Pasifik yang telah disertifikasi oleh standar FSC, termasuk dalam industri konstruksi, dapat bergabung dengan jaringan ini untuk akses pasar yang berkelanjutan," jelas Jayco.