Gambut Rusak Sangat Berat di Indonesia Luasnya 206.935 Hektare
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Gambut
Senin, 25 Juli 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Luas ekosistem gambut Indonesia mencapai 24,667 juta hektare di 865 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Dari angka tersebut sekitar 206.935 hektare masuk kategori rusak sangat berat dan menjadi prioritas utama dalam restorasi gambut yang dikerjakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Sigit Reliantoro mengungkapkan, Indonesia memiliki ekosistem gambut terbesar nomor 4 di Dunia seluas lebih dari 24 juta hektare. Ia menyebutkan, Indonesia mampu menyimpan karbon sampai 46 gigatons, yang mana 8-14 persen karbon berada di gambut.
Hasil inventarisasi pada 2022, dari sekitar 24 juta hektare gambut di Indonesia itu, ekosistem gambut yang tidak rusak hanya 16 persen atau sekitar 4.024.285 hektare saja. Sisanya dalam kondisi rusak, dengan rincian rusak ringan seluas 15.859.960 hektare (65,45 persen), rusak sedang 3.086.654 hektare (12,74 persen), rusak berat 1.053.886 hektare (4,53 persen) dan rusak sangat berat 206.935 hektare (0,85 persen).
"Yang rusak ringan itu 15,86 juta hektare atau 65,45 persen. Yang rusak sangat berat 206.935 hektare atau 0,85 persen," kata Sigit, dalam media briefing yang digelar di Kantor Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Grha Gamma Cikini, Selasa (19/7/2022) kemarin.
Ekosistem gambut rusak parah berat ini akan menjadi prioritas utama dalam restorasi gambut, disusul yang berstatus rusak berat dan rusak sedang. Luas ekosistem gambut di Indonesia mencapai angka 24,667 juta hektare terdiri atas 865 KHG.
Sigit menjelaskan, pada 2020 lalu telah diperkenalkan indeks baru, yakni Indeks Kualitas Lahan yang terdiri dari Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL) dan Indeks Ekosistem Gambut (IKEG). Hasil IKEG 2020 memperlihatkan bahwa hanya 9 provinsi saja yang telah memenuhi target, yakni Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.
Sedangkan provinsi yang tidak memenuhi target yaitu Aceh, Bengkulu, Kepulauan Riau, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.
"Karena datanya masih satu tahun belum bisa melihat trennya masing-masing provinsi ini meningkat atau menurun. Mungkin setelah tahun ini, tahun depan kita bisa memperoleh gambaran kinerja lebih lengkap lagi," kata Sigit.
Selain KLHK, restorasi gambut juga dilakukan oleh BRGM sesuai mandat Presiden pada Peraturan Presiden No. 120 Tahun 2020 BRGM untuk memfasilitasi percepatan restorasi gambut seluas 1,6 juta hektare di 7 provinsi dan percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektare pada 9 provinsi prioritas hingga 2024.
Pada 2021 lalu, BRGM telah melaksanakan pembangunan 110 unit sumur bor, 774 unit sekat kanal, 910 hektare revegetasi dan 279 paket revitalisasi di 7 provinsi untuk mendukung upaya pemulihan ekosistem gambut. Setelah dikonversi, kegiatan pemulihan tersebut dapat berdampak terhadap pulihnya fungsi hidrologis ekosistem gambut yang tetap terjaga dalam kondisi basah, pada wilayah seluas 300.346 hektare. Kembalinya fungsi hidrologis gambut ini akan mengurangi risiko kebakaran di lahan gambut.
Yasin Kepala Kelompok Kerja Teknik Restorasi BRGM mengatalan, dalam melakukan restorasi gambut, pihaknya menggunakan pendekatan 3R, yaitu Rewetting (pembasahan kembali lahan gambut), Revegetasi (penanaman kembali), dan Revitalisasi (peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal). Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung kelanjutan restorasi gambut seluas 1,6 juta hektare hingga 2024.
“Tahun 2022 ini, kami memiliki rencana kegiatan restorasi gambut, melalui pembangunan sumur bor sebanyak 80 unit, sekat kanal sebanyak 440 unit. Selain itu kegiatan revegetasi seluas 347 hektar, dan pemberian 158 paket revitalisasi,” ucap Yasin.
BRGM juga membentuk DMPG yang tersebar di 6 provinsi antara lain, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Sampai saat ini, telah terbentuk 106 desa, terdiri dari 52 desa yang sudah didampingi, dan 54 desa belum didampingi.
Pada periode kedua ini, BRGM mengusung konsep konsolidasi, yang meliputi 3 aspek utama, yaitu aspek biofisik, sosial, dan sistem konsolidasi. Ketiga aspek ini, digunakan dalam pelaksanaan role model sistematis dan terpadu, atau yang lebih dikenal sebagai KHG Model.
BRGM memiliki lokasi pilot model restorasi gambut, yaitu KHG Sungai Siak-Sungai Kampar, KHG Pulau Bengkalis, KHG Sungai Saleh-Sugihan, KHG Sungai Mendahara-Sungai Batanghari, KHG Sungai Punggur Besar-Sungai Kapuas, KHG Sungai Kahayan-Sungai Sebangau, dan KHG Sungai Balangan-Batang alai.
Selain itu, BRGM juga telah melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove melalui penanaman seluas 34.911 hektare, atau 105 persen dari total 33.000 hektare target penanaman di 2021. Agar menjaga keberlanjutan dari program percepatan rehabilitasi mangrove yang dilakukan, BRGM menyusun konsep rehabilitasi mangrove pada level lanskap.
Pengelolaan Mangrove berbasis lanskap bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan penggunaan lahan yang saling berkompetisi sehingga akuakultur, perikanan tangkap, konservasi sumber daya hayati, fungsi lindungi dan ekowisata serta transportasi air dapat berlangsung secara harmonis. Ia menambahkan, Indonesia memiliki 130 lanskap mangrove, sehingga diperlukan kolaborasi antar stakeholders.
“Perlu kita ingat bahwa kita perlu menanam mangrove yang bermanfaat bagi masyarakat, dan menanam mangrove yang berkelanjutan. Jangan sampai penanaman itu menyengsarakan,” ucap Satyawan, Deputi Bidang Perencanaan dan Evaluasi.