Sang Raja Hutan Sumatra Sedang Tak Baik-Baik Saja

Penulis : Tim Betahita

World Tiger Day

Kamis, 28 Juli 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kabar matinya Citra kartini menghangatkan perbincangan para pegiat satwa liar belakangan hari. Citra yang merupakan seekor harimau sumatera betina, ditemukan mati di kawasan hutan di wilayah Desa Baru Lempur, Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci, Selasa (19/7). Kawasan itu berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi.

Mengapa perbincangan soal Citra jadi menghangat? Sebabnya adalah jarak waktu kematian Citra hanya berbilang hari dengan waktu pelepasliarannya. Tepatya sekitar 41 hari.

Sebelum dilepaskan di hutan, Citra menghuni Suaka Satwa Barumun, Sumatra Utara. Namun sayang justru saat Citra sang raja hutan kembali ke singgasana, ajal datang menjemputnya. Menurut pernyataan resmi dari portal resmi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE), kepastian kabar matinya Citra diketahui melalu data GPS collar yang dikalungkan di leher sang harimau.

Menurut pernyataan resmi tersebut, pantauan data GPS collar Citra Kartini tidak menunjukkan pergerakan pada 17-18 Juli 2022. Kemudian Tim Tiger Protection Conservation Unit (TPCU) Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat melakukan pengecekan lapangan ke lokasi titik GPS pada 19 Juli 2022.

Harimau sumatera berjenis kelamin betina bernama Ciuniang Nurantih dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat 28 Februari 2021./Foto: Dokumentasi KLHK

Pada pukul 13.11 WIB, sekitar 800 meter dari batas kawasan, harimau Citra dalam keadaan mati. Selanjutnya pada pukul 16.00 WIB dilakukan evakuasi Citra Kartini oleh tim gabungan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, harimau Citra didiagnosa menderita sepsis, yakni suatu kondisi saat semua organ mengalami perdarahan dan ditandai dengan tanda pucat pada selaput organ. Kesimpulan dari perubahan-perubahan pada organ menunjukkan adanya peradangan pada hati, ginjal, paru, pembesaran jantung (penebalan otot jantung), dan kekurangan cairan tubuh dan anemia akut.

Sebulan hidup di hutan Sumatra yang merupakan rumahnya, Citra ternyata tidak baik-baik saja. Kematian Citra hanya berjarak 10 hari dari perayaan World Tiger Day 2022. Itu lagi yang menambah tragis cerita Citra.

(Berita kematian Citra bisa dibaca di tulisan: Harimau Sumatra Mati Sebulan Usai Dilepas di TN Kerinci Seblat)

Ya, status konservasi Harimau di Indonesia terkhusus di Sumatra sedang tidak baik-baik saja. Kabar kematian demi kematian bersahutan sejak dalam dua tahun belakangan. Bahkan tidak hanya satu, 24 April lalu, tiga individu harimau sumatera (Panthera trigris sumatrae) ditemukan mati di areal Hak Guna Usaha (HGU) PT Aloer Timur, di Desa Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur.

Populasi harimau sumatera terus menurun dari tahun ke tahun. Pada 2008, berdasarkan data yang terungkap pada acara Webinar Status Konservasi Harimau Sumatera besutan Auriga Nusantara, November lalu, diketahui populasi Panthera tigris sumatrae menurun dari asalnya 439 individu menjadi 393 individu pada 2017.

“Artinya terjadi penurunan populasi lebih dari 10 persen dana kurun waktu itu dengan acuan data tutupan hutan pada kurun waktu tersebut,” ujar Hariyo T Wibisono, Direktur SINTAS Indonesia.

Tak hanya soal penurunan individu, jumlah “Rumah Harimau” juga bermasalah. Pada 2010, ada 27 bentang alam tempat ditemukannya harimau di seluruh daratan sumatera. Namun seiring waktu, pada 2015, terjadi kepunahan lokal di 4 bentang alam. Angka ini, menurut Hariyo, berdasarkan sebuah proses pengujian kesintasan populasi harimau.

“70 persen bentang alam Sumatera berada di luar kawasan yang dilindungi,” kata Beebach -panggilan akrab Hariyo. Bahkan jika didalami datanya, disebutkan bahwa harimau sumatera kini hidup di bentang alam atau lahan yang dikuasai aktivitas manusia.

Ahmad Faisal sebagai Ketua Forum Harimau Kita mengamini penjelasan Beebach. Bahkan Faisal menambahkan ada ancaman lain terhadap populasi harimau sumatera, yakni persoalan penyakit. Setidaknya, lanjutnya, ada dua penyakit yang sudah terkonfirmasi berdampak terhadap harimau sumatera. Pertama, African Swine Fever dan Canine Distemper Virus (CDV).

CDV adalah virus yang menjangkiti harimau dan sangat mematikan. Sedangkan ASF sendiri adalah penyakit yang mematikan bagi babi hutan-hewan yang selama ini dianggap sebagai pakan utama harimau sumatera.

“Ancaman terhadap pakan berarti juga merupakan ancaman bagi predator,” ujar Faisal. Artinya keberlangsungan hidup harimau sumatera terancam akibat penyakit yang diderita oleh pakan utamanya.

Selain itu ada lagi persoalan perburuan. Perburuan ini merupakan masalah besar bagi harimau sumatera. Terbukti dalam kurun waktu 2012-2019 telah ditemukan 3.285 jerat di enam bentang alam harimau sumatera. Dwi Adhiasto, pendiri Science for Endangered and Trafficked Species (SCENTS) membahas persoalan tersebut

Dari hasil kompilasi kasus perdagangan ilegal satwa pada kurun waktu 2010 - 2021, berdasarkan temuan barang bukti kasus, disimpulkan sudah terjadi pembunuhan terhadap 189 individu harimau sumatera. Di mana sebagian besarnya, yakni 132 individu, pembunuhan terjadi dalam 5 tahun terakhir.

“Kasus perkara ini membuktikan bahwa Indonesia dipandang sebagai bagian dari jaringan sekaligus pasar internasional bagi perdagangan ilegal harimau,” ujarnya.

Sialnya bagi harimau, proteksi hukum yang diharapkan muncul dari pemerintah sebagai regulator tidak pernah benar-benar melindungi kelestariannya. bayangkan saja, hukuman yang dijatuhkan kepada terpidana pedagang dan penampung harimau sangat rendah. Rata-rata 2,5 tahun. Sedangkan pemburu diancam hukuman maksimal 4 tahun.

Rendahnya hukuman di level pedagang dan penampung tidak menjadikan mereka jera dari bisnis jahat ini. “Sanksi tidak menghadirkan efek jera, selain hukuman badan, denda maksimal yang selama ini terpantau dari penangkapan kasus hanya berkisar Rp100 juta saja,” ujar Dwi.

Benar rupanya kekhawatiran banyak pihak soal harimau sumatera selepas matinya Citra. Soal kondisi si Raja Hutan yang kini sedang tak baik-baik saja. Mulai dari rumahnya, dirinya dan faktor-faktor yang mengancamnya.

Sederet permasalahan ini bakal dibahas tuntas betahita secara kontinu dalam rangka memperingati Global Tiger Day 2022, yang jatuh pada 29 Juli setiap tahunnya. Ikuti ulasan selanjutnya.