Bercerita Tentang Perlawanan dan Kekayaan Kinipan
Penulis : Aryo Bhawono
Masyarakat Adat
Senin, 01 Agustus 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Masyarakat Adat Dayak Kinipan tak hanya menyimpan cerita mengenai hutannya yang dirampas dan kriminalisasi terhadap pejuang hak adat. Berbagai kekayaan dari kearifan hingga benih pangan lokal tersimpan dalam masyarakat adat ini. Namun seluruh kekayaan ini kini terancam jika hutan mereka lenyap dan pemerintah justru menutup mata atas potensi pangan lokal.
Menyebut nama Kinipan identik dengan penangkapan sewenang-wenang terhadap Ketua Komunitas Adat Dayak Kinipan, Effendi Buhing, dan kriminalisasi Kepala Desa Kinipan, Willem Hengki. Dua peristiwa itu menjadi titik perlawanan atas upaya perampasan hutan adat. Namun peristiwa itu bukan saja perlawanan soal hak adat melainkan upaya untuk mempertahankan kekayaan budaya, sosial, dan pangan yang didapat dari hutan mereka.
Kekayaan Kinipan ini direkam oleh Aldo Sallis dalam buku berjudul ‘Kinipan: Suara Dari Bawah’. Masyarakat ini sudah ada sejak beratus tahun, bahkan sejak sebelum Republik Indonesia ada.
Aldo, yang juga merupakan jurnalis Kompas, merekam seluruh kekayaan Kinipan ini dalam buku setebal 149 halaman bercerita mengenai kekayaan alam dan pangan, budaya, hingga simbol arsitektur rumah lokal.
“Saya melihat langsung ke Kinipan. Lalu coba saya berupaya untuk menceritakan melalui buku ini dibantu oleh teman-teman,” ucapnya dalam launching buku ‘Kinipan: Suara Dari Bawah’ di Caffe Cengkrama, Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada Minggu sore (31/7/2022).
Buku tersebut terdiri dari tiga bagian, yakni pertama, memiliki sub judul ayam putih, saudagar dari Sumatera, batang garing, berayah, monjatak. Kedua, mengenai keragaman pangan dan biodiversitas. Dan ketiga, menceritakan konflik masyarakat Laman Kinipan di Kabupaten Lamandau, Kalteng.
Aldo menyebutkan masyarakat Kinipan berhasil memanfaatkan keanekaragaman hayati, pengetahuan, dan kearifan lokal menjadi berbagai kekayaan, termasuk soal pangan. Mereka berhasil mengembangkan benih padi yang bagus di lahan bergambut. Benih ini menghasilkan padi Geragai yang rasanya tak kalah dengan varietas padi di Jawa.
Memang, padi ini tak hanya dikembangkan oleh masyarakat Kinipan saja. Namun di berbagai daerah masyarakat adat dayak kini padi tersebut telah lenyap. Padahal pengembangannya membutuhkan waktu tak sebentar. Namun perampasan hutan dan penyeragaman pangan melalui food estate justru kian mendorong benih padi ini menuju kepunahan.
Sampai sekarang untuk mempertahankan padi ini menunggu solusi. Pemerintah sudah berupaya dengan food estate. Tapi ini bahaya banget karena penyeragaman justru merusak dan membuat punah,” sebutnya.
Effendi Buhing mengapresiasi terbitnya buku ini. Menurutnya kekayaan Kinipan merupakan buah dari berbagai generasi di sukunya. Kini generasinya berusaha mempertahankan, termasuk melalui memperjuangkan hutan adat.
"Terbitnya buku Kinipan, semakin menguatkan dan memotivasi kami untuk terus berjuang. Tentang pengakuan masyarakat adat yang sampai hari ini belum kami peroleh," ucapnya.
Peneliti Lingkungan dan Sosial, Alma Adventa, mengungkapkan buku yang memberi informasi soal keanekaragamana hayati dan pangan khas Kalteng. Hal ini mengingatkan kekayaan budaya
“Saya yakin buku ini sangat diterima masyarakat,” ucap dia.