Pelaku Wisata Pulau Komodo Lanjutkan Aksi Mogok
Penulis : Aryo Bhawono
Konservasi
Rabu, 03 Agustus 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pelaku wisata Pulau Komodo akan terus melanjutkan aksi mogok walau rekan mereka ditangkap polisi. Mereka menganggap komersialisasi dan monopoli bisnis di Taman Nasional Komodo (TNK) akan mematikan usaha warga.
Pegiat pariwisata TNK, Doni Parera, mengungkapkan aksi mogok akan terus dilakukan sembari mereka mengawal pendampingan terhadap rekan pelaku wisata yang ditangkap polisi dalam aksi mogok sebelumnya. Aksi mogok ini tetap dilakukan dengan bakti sosial seperti bersih-bersih sampah dan gotong royong.
“Kami menjaga semangat perjuangan untuk konsisten dan tidak takut intimidasi. Kami meminta kawan-kawan dibebaskan. Kemarin kami tiba-tiba ditangkap dan dipukul sampai berdarah, diperlakukan seperti penjahat,” ucapnya melalui telepon.
Pendampingan terhadap pelaku wisata yang ditangkap sendiri dilakukan oleh gabungan 32 pengacara dari Labuan Bajo, Kupang, dan Jakarta.
Dikutip dari Floresa, suasana Kota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat pada Senin lalu (1/8/2022) mencekam, ketika polisi menangkap dan memukul pelaku wisata yang menggelar bakti sosial dan berorasi, bagian dari rangkain upaya mogok untuk menentang komersialisasi dan monopoli bisnis di TNK.
Francis Dohos Dor, salah satu dari Tim Pengacara Asosiasi Pelaku Pariwisata, mengatakan mereka semula tidak diizinkan oleh polisi menemui para tahanan karena penangkapan hanya untuk pengamanan saja.
Tim pengacara akhirnya berhasil para tahanan namun hanya untuk menggali data saja. Sebanyak 42 orang anggota asosiasi yang ditangkap dan tengah diinterogasi.
“Enam orang (di antaranya) mengalami luka yang kelihatan pada tubuh dan wajah dan 4 orang mengalami sakit di kepala dan punggung yang (menurut) pengakuan mereka merasa dipukul dan ditendang dari belakang,” katanya Francis.
Doni menambahkan pelaku wisata TNK sangat dirugikan dengan kenaikan tarif TNK. Menurutnya hal tersebut membunuh mata pencarian warga. Ia menganggap keputusan kenaikan tarif itu dilakukan tanpa melibatkan pelaku wisata TNK.
Padahal sejak pariwisata TNK selama ini sudah mengubah pola mata pencarian masyarakat sekaligus menjadi sarana warga untuk ikut melestarikan ekosistem pendukung TNK.
“Sejak dulu ketika pariwisata menggeliat, masyarakat meninggalkan cara mencari ikan yang merusak seperti membalik karang, memakai pukat harimau, hingga bom ikan. Sekarang masalah dirusak dengan kenaikan tarif ini,” ucapnya.
Menurut Doni pemerintah hanya menggunakan konservasi sebagai dalih untuk memonopoli pariwisata dan memberikannya kepada korporasi besar. Terbukti tingginya tarif tersebut hanya 20 persen diantaranya yang dialokasikan untuk konservasi.
Malah, pembangunan yang mereka paksakan di dalam area TNK, Pulau Rinca, justru merusak habitat asli Komodo.
Masih dikutip dari Floresa, Kapolres Manggarai Barat, AKBP Felli Hermanto, mengatakan pengamanan yang ketat adalah bagian dari langkah untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di objek-objek vital nasional di Labuan Bajo. Menurutnya penangkapan dilakukan dan sedang menjalani pemeriksaan di Polres Manggarai Barat.