Pesisir Selatan Jawa Timur Rawan Bencana

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Lingkungan

Selasa, 09 Agustus 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Pemberian konsesi tambang di kawasan pesisir selatan Jawa Timur (Jatim) meningkatkan kerawanan bencana secara signifikan. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim menilai, meski tanpa keberadaan konsesi tambang, tercatat ada tujuh jenis ancaman bencana di pesisir selatan Jatim, seperti gempa, tsunami, banjir dan tanah longsor.

Keberadaan konsesi tambang yang membongkar kawasan hutan, perbukitan dan pesisir menggandakan angka kerawanan bencana di wilayah ini. Akibatnya, saat ini ada lebih dari 400.000 jiwa di setidaknya 80 desa di pesisir selatan Jawa Timur yang secara langsung terdampak meningkatnya kerentanan bencana akibat perluasan investasi pesisir selatan Jawa Timur yang mengabaikan keselamatan warga.

Kondisi ini pun berbanding terbalik dengan kebijakan, terutama penetapan kawasan pesisir selatan sebagai kawasan pertambangan, terutama tambang mineral khususnya emas. Seperti di Banyuwangi, Trenggalek dan Pacitan.

"Sebagai catatan saja, kawasan pesisir selatan tidak cocok untuk ditambang melihat dari kerentanannya, tentu daya dukung dan tampungnya tidak memadai, kami melihat secara prediktif sekarang," kata Wahyu Eka. S., Direktur Eksekutif Walhi Jatim.

Areal tambang emas PT Bumi Suksesindo (BSI) di Gunung Tumpang Pitu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Keberadaan tambang ini mendapat penolakan keras dari masyarakat pesisir selatan Jawa Timur karena dianggap membawa dampak lingkungan./Foto: Bumisuksesindo.com

Wahyu bilang, valuasi kerugian akan lebih besar daripada kerugian. Tentu yang paling dirugikan adalah masyarakat sekitar atau mereka yang tinggal di sekitarnya.

Sebagai catatan tambahan, pesisir selatan Jawa selain tidak cocok, pertambangan juga akan memicu konflik sosial yang lebih luas, masih ingat kasus Paseban, Silo Jember serta Selok Awar-awar Lumajang, dan terkini hampir seluruh masyarakat Trenggalek menolak pertambangan.

Wahyu mengatakan, hal ini harus menjadi perhatian, pertimbangan yang matang, bahwa suara masyarakat harus didengarkan dan realitas ancaman nyata terkait kerentanan wilayah juga harus dilihat. Apabila dalihnya adalah ekonomi, seharusnya dengan bijak pemerintah mengikuti suara dari bawah ada alternatif lain yang lebih berkelanjutan dan mendukung upaya adaptasi iklim.

Ekonomi hijau berbasis kawasan, seperti ekowisata, agroforestri dan pilihan lain, harusnya menjadi pertimbangan. Apalagi isunya adalah mendukung NDC dalam komitmen mengurangi karbon.

"Bukannya tambang adalah penyumbang emisi yang besar karena mengeruk tanah, sementara tanah adalah carbon storage besar. Pertimbangan ini seharusnya dipikirkan untuk lebih objektif melihat kondisi lingkungan kita."

Selain itu di pesisir utara juga perlu diperhatikan, wilayah Pulau Bawean, Kepulauan Masalembu dan pulau-pulau kecil di Jawa Timur harus ditetapkan sebagai kawasan eksosistem esensial dan kawasan tangkap nelayan tradisonal, untuk menghindari kerusakan ekosistem laut dan munculnya konflik nelayan. Perindungan itu akan menghindari kawasan tersebut dari eksploitasi berlebihan seperti adanya WIUP tambang pasir di atas Bawean dan sekitar Masalembu.

"Sampai mau kapan wilayah kita ekstraksi berlebihan sehingga terjadi krisis di suatu saat nanti? Selain itu ke depan ancaman tenggelamnya pesisir dan pulau-pulau kecil akan semakin cepat, jika kerentanan ditambah, bukankah resiko dipertinggi?"