Hari Gajah Sedunia: Masih Saja Berselimut Duka
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
World Elephant Day
Kamis, 11 Agustus 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Satu dekade sudah World Elephant Day atau Hari Gajah Sedunia diperingati, sejak pertama kalinya dideklarasikan pada 12 Agustus 2012 silam. Namun nasib masa depan eksistensi mamalia darat terbesar di muka Bumi ini masih diselimuti duka.
Tiap tahunnya ada saja individu-individu spesies keluarga Elephantidae ini yang mati secara tak lazim, termasuk di Indonesia. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), salah satu gajah endemik Indonesia selain gajah kalimantan (Elephas maximus borneensis), masih saja jadi incaran perburuan, atau dianggap hama pengganggu bagi masyarakat.
Pada 12 Juli 2021 lalu, gajah sumatera jantan ditemukan mati mengenaskan dalam kondisi terpenggal kepalanya di kebun sawit PT Bumi Flora, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Belakangan diketahui gajah itu mati akibat perburuan gading.
Gajah berusia sekitar 12 tahun itu diracun kemudian dipenggal kepalanya untuk diambil gadingnya. 11 pelaku diringkus dan gading gajah itu diketahui dijual dengan harga Rp35 juta.
Terbaru, 25 Mei 2022, gajah betina berusia 25 tahun juga ditemukan terbujur kaku di areal perkebunan tanaman industri PT Riau Abadi Lestari, di Kabupaten Bengkalis, Riau. Yang menyedihkan, gajah ini mati dalam kondisi tengah mengandung dan akan melahirkan. Anak yang ada di dalam kandungan ini juga ikut mati bersama induk yang belum sempat melahirkannya ke Dunia.
Bicara data kematian gajah, sejauh ini tidak ada data resmi terkini yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait jumlah gajah mati yang pernah tercatat di Indonesia. Data jumlah kematian gajah adalah sesuatu yang langka.
Dari penelusuran yang dilakukan Auriga Nusantara, setidaknya ada 183 individu gajah sumatera yang mati dalam rentang waktu 2010 hingga Juli 2022. Terbanyak terjadi pada 2013 sebanyak 23 individu, dan kematian gajah terbanyak terjadi di Lampung sebanyak 63 individu.
183 individu gajah yang mati dalam rentang waktu tersebut didominasi oleh gajah liar. Sementara bila dilihat dari penyebab kematiannya, cukup beragam. Ada yang mati karena aktivitas perburuan gading dan caling, racun atau keracunan, luka konflik, penyakit, sengatan listrik dan kematian tidak wajar lainnya yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya.
Data menunjukkan, setidaknya ada 33 individu gajah yang mati karena aktivitas perburuan. Kemudian gajah yang mati akibat konflik ruang antara gajah dan manusia, 55 individu, dan yang mati alami--sakit, luka perkelahian dan lain-lain--sebanyak 24 individu. Sedangkan sisanya disebabkan oleh berbagai hal, termasuk akibat racun atau keracunan.
"Kalau dari data yang coba kita kumpulkan, paling banyak menyebabkan kematian gajah itu karena diracun, konflik dan perburuan," kata Riszki Is Hardianto, Peneliti Kehutanan Yayasan Auriga Nusantara, Rabu (10/8/2022).
Menurut Riszki, tingginya angka kematian satwa dilindungi ini sebagian besar dilatari oleh hilangnya habitat gajah. Baik akibat aktivitas penguasaan dan penebangan hutan yang terus terjadi, dan juga konversi hutan alam untuk perkebunan dalam skala besar. Sehingga batas-batas penggunaan ruang antara manusia dan gajah menjadi sulit dipisahkan.
"Angka kematian gajah di Aceh dan Riau tinggi bisa jadi karena kehilangan area berhutan dalam habitat gajah yang cukup besar. Dan kehilangan area berhutan menimbulkan kejadian konflik, racun dan perburuan jadi tinggi juga."
Populasi Gajah Menurun
Riszki menguraikan, menurut The International Union for the Conservation of Nature (IUCN) gajah sumatera masuk ke dalam status “Critically Endangered”. Kondisi populasi gajah sumatera pada 2007 teridentifikasi sebanyak 2800-4800 individu, dan data terakhir pada 2021 populasi gajah sumatera tersisa sebanyak 924-1359 Individu.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan dalam kurun waktu 2 dekade terakhir gajah sumatera mengalami penurunan populasi sebanyak 70 persen. Selain itu jumlah kantong gajah juga mengalami penurunan, yang mana pada 1985 berjumlah 44 kantong menjadi 22 kantong gajah pada 2021.
Aceh menjadi salah satu provinsi yang masih memiliki jumlah populasi gajah sumatera tertinggi di Sumatera. Pada 2020 jumlah gajah di Provinsi Aceh teridentifikasi sebanyak 539 individu, atau dengan kata lain hampir 40 persen gajah yang ada di Sumatera berada di Provinsi Aceh.
Populasi gajah di Aceh juga jauh dari kata aman. Pada 2003 populasi gajah di Aceh tercatat mencapai 800 individu, sedangkan pada 2020 mengalami penurunan sebanyak 261 Individu, atau 32 persen, menjadi 539 individu.
"Selama periode 2005-2020 tercatat sebanyak 647 kasus konflik gajah-manusia terjadi di aceh, atau dengan kata lain rata-rata terjadi 76 kali kasus konflik gajah-manusia per tahunnya. Sedangkan pada 2021 konflik antara gajah dan manusia juga tercatat besar, yakni sebanyak 488 kasus konflik," urai Riszki.
Wakil Ketua Perkumpulan Jejaring Hutan satwa, Wisnu Sukmantoro mengatakan, saat ini mampu mempertahankan jumlah populasi gajah saja sudah bisa dibilang sebuah keberhasilan di Indonesia. Sebab tren populasi gajah di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan.
"Kalau punah bisa jadi punah, tapi untuk memperlambat kepunahan mungkin keberhasilannya bisa di situ ya. Tapi kita tidak ingin hanya seperti itu. Mempertahankan populasi saja itu sudah bagus," kata Wisnu.
Wisnu mengaku tidak ingin terlalu larut dalam kedukaan atas banyaknya kematian gajah yang terjadi di Indonesia, apalagi berkelindan dengan advokasi kasus-kasus kematian gajah. Wisnu lebih memilih untuk memfokuskan diri mempertahankan gajah-gajah yang masih hidup di alam.
"Kami mikirin yang hidup sih. Lebih baik kita memelihara yang hidup. Karena kalau banyak kasus kematian-kematian diadvokasi, agak sulit. Ya sudahlah kita mempertahankan (gajah) yang masih hidup, bagaimanapun caranya."
Tulisan ini merupakan pembuka dari rangkaian reportase berseri dari betahita.id dalam rangka memperingati "World Elephant Day" yang jatuh pada 12 Agustus setiap tahunnya. Silakan ikuti penelusuran lainnya.