Potensi PNBP Rp20 Triliun dari Sawit Dalam Kawasan Hutan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sawit

Jumat, 19 Agustus 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), 2,9 juta hektare kebun sawit dalam kawasan hutan di Indonesia berpotensi menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) sebesar Rp20 triliun dan USD6 miliar.

Hal tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Kepatuhan atas Pengendalian dan Pengawasan Penggunaan Kawasan Hutan Tanpa Izin Bidang Kehutanan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Instansi Terkait Lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Riau, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara, yang terbit pada 7 Januari 2022 lalu.

Disebutkan, hasil pemeriksaan menunjukkan adanya penyimpangan yang signifikan pada aspek upaya pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dan aspek penyelesaian kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan tanpa izin di bidang kehutanan.

Dalam laporannya, khusus terkait perkebunan sawit, terdapat perkebunan sawit dalam kawasan hutan tanpa izin bidang kehutanan seluas 2.909.759,39 hektare. Dari luasan 2,9 juta hektare sawit dalam kawasan hutan tanpa izin kehutanan itu, berdasarkan data sampai dengan 2019, luas tutupan sawit yang belum teridentifikasi subjek hukumnya sebesar sekitar 2.567.059.39 hektare.

Presiden Jokowi menyatakan akan mencabut HGU dan HGB terlantar. Sementara di Kalimantan Tengah, terdapat perkebunan sawit yang justru tidak memiliki HGU namun tetap beroperasi. Tampak dari ketinggian perkebunan sawit PT Binasawit Abadi Pratama yang tanpa memiliki HGU./Foto: Auriga Nusantara

Mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor 833/KPTS/SR.020/M/12/2019, tutupan kepala sawit nasional 2019 seluas 16,381 juta hektare. Namun Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan (PPKH), Direktorat Jenderal (Ditjen) Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), KLHK, dari luasan 16 juta hektare itu 3.370.645 hektare di antaranya berada di dalam kawasan hutan.

Disebutkan, hasil konfirmasi diketahui, sebelum berlakunya UU Cipta Kerja, Direktorat PPKH telah memproses permohonan pelepasan dan/atau tukar menukar kawasan hutan untuk aktivitas perkebunan sebanyak 110 subjek hukum, dengan luas permohonan sekitar 713.299,11 hektare. Namun luas digitasinya hanya sekitar 472.446,12 hektare.

Secara rinci, sebanyak 28 subjek hukum telah diterbikan SK Pelepasan dan/atau Tukar Menukar Kawasan Hutan dengan luas SK sebesar 157.732,48 hektare (luas digitasi sekitar 157.568,51 hektare). Kemudian sebanyak 82 subjek hukum dengan luas permohonan 555.566,63 hektare (luas digitasi 314.877,51 hektare) masih belum selesai proses pelepasan dan/atau tukar menukar kawasan hutan.

Dapat disimpulkan, hingga laporan ini diterbitkan, terdapat 82 subjek hukum yang belum selesai diproses, diajukan penyelesaiannya melalui mekanisme UU Cipta Kerja, bersamaan dengan tambahan 97 subjek hukum lainnya, dengan surat Direktur PPKH Nomor S.186/KUH/PPFKH/PLA.2/7/2021 tertanggal 9 Juli 2021 tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bdiang Kehutanan kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) KLHK sebagai Ketua Satuan Pelaksana Pengawasan dan Pengendalian (Satlakwasdal) Implementasi UU Cipta Kerja Bidang LHK, yaitu mencakup 179 subjek hukum dnegan total luas indikasi areal terbuka seluas kurang lebih 582.064 hektare.

Selanjutnya, pada 15 September 2021, Direktur PPKH menyampaikan tambahan 84 subjek hukum kepada Sekjen KLHK melalui surat Direktur PPKH Nomor S.5/Satlakwasdal-UUCK/POKJA-VII/9/2021. Dengan rincian, sebanyak 50 subjek hukum dengan luasan indikasi areal terbangun seluas 63.955 hektare dan 34 subjek hukum lainnya tanpa data luasan indikasi areal terbangun (permohonan tidak dilengkapi dengan luas indikasi atau peta shp).

Total luas areal perkebunan yang telah diidentifikasi Direktorat PPKH sebanyak 291 subjek hukum dengan luasan areal minimal sebesar 803.587,61 hektare. Dengan demikian, masih terdapat areal tutupan lahan berupa perkebunan sawit yang belum teridentifikasi subjek hukumnya seluas 2.567.059,39 hektare.

Buku Rekapitulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2019 dan Tahun 2020 melaporkan tutupan lahan berupa perkebunan dalam kawasan hutan masing-masing sebesar 3,9340 juta hektare dan 4,2767 juta hektare. Data tersebut menunjukkan kenaikan luas perkebunan dalam kawasan hutan pada 2020 sebesar 342.700 hektare.

Hasil konfirmasi Ketua Satuan Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian (Satlakwasdal) Implementasi UU Cipta Kerja Bidang LHK, diperoleh penjelasan penambahan luasan tutupan lahan perkebunan di 2020 seluas 342.700 hektare belum dikonfirmasi ke pengelola kawasan hutan, karena belum diketahui subyek hukumnya.

Berdasarkan potensi tegakan hutan yang disajikan dalam Statistik Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kehutanan Tahun 2019, tarif PNBP (PSDH dan DR) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 serta Harga Patokan Hasil Hutan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017, maka dapat dihitung potensi penerimaan negara berupa PNBP (PSDH dan DR) atas kegiatan perkebunan sawit tanpa izin yang telah terbangun dalam kawasan hutan sebesar Rp20.226.919.145.862 dan USD6,159,872,924.58.

Meski demikian, KLHK sejauh ini belum dapat memproses sanksi administratif atas aktivitas perkebunan yang belum diketahui subjek hukum di atas lahan seluas 2,9 juta hektare itu. Dengan lain perkataan, potensi PNBP (PSDH dan DR) senilai sekitar Rp20 triliun dan lebih dari USD6 miliar itu belum dapat ditagihkan.

Menurut laporan BPK ini, permasalahan tersebut disebabkan karena KLHK belum sepenuhnya mematuhi ketentuan dalam melaksanakan identifikasi, klasifikasi, penetapan dan penyelesaian perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan tanpa izin bidang kehutanan, dan KLHK belum mempunyai roadmap dan batasan waktu penyelesaian permasalahan kegiatan perkebunan sawit tanpa izin yang telah terbangun dalam kawasan hutan.

Catatan BPK mengenai permasalahan tersebut direspon oleh Sekjen KLHK Bambang Hendroyono. Ketua Satlakwasdal Implementasi UUCK Bidang LHK ini menjelaskan, penyelesaian perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan belum seluruhnya tuntas. Kemudian, perhitungan penilaian yang dilakukan BPK masih bersifat estimasi yang perlu untuk ditinjau ulang kembali serta dikaji baik secara teknis maupun secara hukum sesuai dengan UU Kehutanan, UU Pencegahan Perusakan Perusakan Hutan dan UU Cipta Kerja.

BPK merekomendasikan kepada Menteri LHK agar mengidentifikasi subjek hukum dan memproses penyelesaian atas aktivitas perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan tanpa izin bidang kehutanan seluas
2,9 hektare sesuai ketentuan yang berlaku.

Kemudian memproses penyelesaian potensi PNBP (PSDH dan DR) atas kegiatan perkebunan sawit tanpa izin yang telah terbangun dalam kawasan hutan sebesar Rp20.226.919.145.862 dan USD6,159,872,924.58. Selanjutnya menyusun roadmap penyelesaian aktivitas perkebunan sawit tanpa izin dalam kawasan hutan yang mencakup tata waktu dan tahapan penyelesaian yang jelas dan terukur, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021.