49,6 Persen Potensi Mangrove di Sulsel Rusak
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Ekologi
Senin, 22 Agustus 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menyebut, sekitar 22.550 hektare atau sekitar 49,6 persen dari total potensi mangrove di Sulsel kondisnya rusak.
Kepala Bidang Pengelolaan dan Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP Sulsel, Siti Masniah Djabir mengatakan, kerusakan mangrove tersebut dipengaruhi banyak faktor, baik pengaruh darat maupun laut.
Dikatakannya, mangrove memiliki ekosistem yang unik dengan fungsi unik dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh laut dan darar. Dalam kawasan itu terjadi interaksi kompleks fisika dan biologi. Secara fisik, mangrove sebagai penahan ombak, penahan intrusi dan abrasi air laut.
Dengan pertumbuhan populasi manusia yang semakin meningkat, memaksa sumber daya lahan terus dieksplitasi demi kepentingan ekonomi dan kebutuhan tempat tinggal.
"Selain itu, kurangnya kepedulian pada ekologi menjadi pemicu gangguan lahan mangrove," kata Masniah, dalam diskusi publik yang digelar Blue Forest, Yayasan Konservasi Laut Indonesia (YLKI), Jaring Nusa dan Mongabay Indonesia di Makassar, Senin (16/8/2022) kemarin, dilansir dari Antara.
Masniah berpendapat, diperlukan aturan dan instrumen untuk penanganan mangrove. Salah satunya dengan membuat Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pengelolaan dan Pengembangan Hutan Mangrove Sulsel, untuk memperkuat perudang-undangan yang lebih awal terbit.
Akademisi Universitas Hasanuddin, Yusran Yusuf mengatakan, pihaknya sangat mendukung Ranperda dimaksud, karena akan memperkuat dasar hukum untuk pelestarian dan pengembangan mangrove. Meski begitu sudah ada upaya pengurangan penebangan hutan mangrove untuk aktivitas ekonomi.
Yusran beranggapan Ranperda tersebut harus betul-betul menekankan pengelolaan hutan mangrove secara ekologis mempertimbangkan ekonomi dan memperkuat kapasitas masyarakat untuk menjaga dan mengolah mangrove.
"Jadi diharapkan Ranperda yang kelak menjadi perda lebih mengatur secara teknis, bukan lagi perda yang sudah diatur, diatur lagi di atasnya," kata Yusran.