PT Guthrie Diduga Langgar Kemitraan dengan Petani Sawit di Sumsel
Penulis : Kennial Laia
Sawit
Rabu, 24 Agustus 2022
Editor : Kennial Laia
BETAHITA.ID - Tim investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali menegaskan dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Guthrie Pecconina Indonesia. Ihwal itu terkait pelaksanaan perjanjian kemitraan kebun plasma yang merugikan petani sawit di bawah KUD Sinar Delima di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan.
Dalam sidang terbaru yang digelar di ruang sidang KPPU, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Agustus 2022, Tim Investigator dari lembaga independen tersebut menyatakan bahwa seluruh unsur pelanggaran terpenuhi. Di antaranya, PT Guthrie Pecconina Indonesia diduga melakukan penguasaan terhadap mitranya. Yakni dengan mengendalikan pengambilan keputusan dalam pembangunan kebun plasma dan pengelolaannya, menguasai hasil penjualan tandan buah segar (TBS) dari kebun plasma, serta mengambil keputusan sepihak dalam manajemen keuangan.
Menurut keterangan dalam sidang, PT Guthrie Pecconina Indonesia membebankan KUD Sinar Delima atas pembayaran angsuran ke bank sebesar Rp 30,48 miliar. Sementara itu pembayaran riil PT Guthrie ke bank Rp 24,35 miliar. Sehingga selisih yang menjadi bunga mencapai Rp 6,12 miliar.
Di sisi lain, petani KUD Sinar Delima, atau sebanyak 226 kepala keluarga dengan luas plasma 452 hektare tidak mendapatkan keuntungan dari kerja sama tersebut, meskipun telah menyerahkan lahannya kepada perusahaan melalui skema kemitraan tersebut.
“PT Guthrie Pecconina Indonesia terbukti melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 pada perkara a quo,” terang Tim Investigator saat membacakan kesimpulannya.
“Berdasarkan kesimpulan tersebut, Tim Investigator merekomendasikan kepada Majelis Komisi untuk menjatuhkan sanksi kepada Terlapor sesuai ketentuan UU Nomor 20 Tahun 2008.”
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, sanksi terhadap pelanggaran dapat berupa sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha hingga denda maksimal Rp 10 miliar.
Sengketa tersebut berawal saat kedua pihak melaksanakan perjanjian hubungan kemitraan pada 2005-2006. Namun perjanjian baru dibuat pada 2012 dengan skema kredit bank. Berdasarkan keterangan saksi, perusahaan menerapkan sistem manajemen satu atap. Di antaranya perusahaan melakukan pembangunan lahan, perawatan, hingga panen dilakukan sendiri oleh perusahaan tanpa melibatkan petani.
Kemitraan dengan pola inti-plasma ini merupakan perjanjian kerja sama antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan mengatur bahwa perusahaan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20% dari total luas area izin usahanya.
Sementara itu kuasa hukum PT Guthrie Pecconina Indonesia dalam sidang turut menyatakan pembelaan. Menurut keterangan yang dibacakan, perusahaan telah melakukan langkah perbaikan menyusul sengketa dengan KUD Sinar Delima.
Di antaranya, perusahaan telah menyanggupi permintaan yang disampaikan KUD Sinar Delima, yaitu antara lain pengurangan jumlah hutang hingga sejumlah Rp 13,28 miliar dari yang sebelumnya Rp 10,4 miliar serta peningkatan dana talangan menjadi Rp 1 juta dari yang sebelumnya Rp 750 ribu.
“Sudah tidak terdapat lagi perbedaan pemahaman dan atau penafsiran kontraktual antara Terlapor dan KUD Sinar Delima sehingga hubungan kemitraan dapat dilanjutkan dengan itikad baik dari kedua belah pihak.”
Menurut kuasa hukum PT Guthrie Pecconina Indonesia, perusahaan telah membuat Perjanjian Penyelesaian dengan KUD Sinar Delima. Hal tersebut dengan mempertimbangkan rekomendasi KPPU.