Komnas HAM Papua Rilis 9 Poin Hasil Penyelidikan Kasus Mutilasi

Penulis : Tim Betahita

Aktivis HAM Papua

Selasa, 06 September 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Papua mengeluarkan sembilan poin hasil pemantauan dan penyelidikan kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Kabupaten Mimika. Tim menduga ada dua prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo lain yang terlibat pembunuhan dan mutilasi itu.

Namun mereka belum dijadikan tersangka.

Komnas HAM Papua juga mengumumkan pihaknya belum diizinkan bertemu enam prajurit TNI yang menjadi tersangka dalam kasus itu. Hal itu dinyatakan Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey di Kota Jayapura, Senin (5/9/2022), seperti diberitakan kantor berita Jubi.

Ia mengatakan sembilan poin tersebut didasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan tim di Mimika pada 2 – 3 September 2022.

Karya seni yang memprotes kekerasan dan diskriminasi di Tanah Papua. Foto: @inisayavicky via @papuaitukita

Pada poin pertamanya, Komnas HAM Papua menjelaskan hasil pertemuan mereka dengan Kasdam XVII Cenderawasih dan jajarannya. Dalam pertemuan itu, Komnas HAM Papua menyampaikan keprihatinan mereka atas kasus pembunuhan dan mutiliasi warga Nduga di Mimika. Komnas HAM Papua mengutuk pembunuhan dan mutilasi itu, dan meminta TNI melakukan penegakan hukum yang transparan terhadap prajurit TNI yang diduga terlibat dalam pembunuhan dan mutilasi itu.

Pada poin kedua, Komnas HAM Papua menjelaskan hasil kunjungan mereka ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mimika pada 2 September 2022. Ramandey menjelaskan meskipun identitas korban telah diketahui, akan tetapi proses identifikasi jenazah masih menunggu hasil uji DNA Laboratorium Forensik.

Pada poin ketiga, Komnas HAM Papua menjelaskan hasil pengecekan atas penanganan kasus pembunuhan dan mutilasi itu oleh Kepolisian Resor (Polres) Mimika. Ramandey menyatakan Polres Mimika telah menetapkan 10 orang tersangka dalam kasus itu, yakni empat warga sipil dan enam oknum prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo.

Ramandey juga mencatat bahwa seorang tersangka belum tertangkap, dan telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang atau DPO. Berdasarkan catatan Jubi, tersangka yang belum tertangkap itu bernama Roy alias RMH, dan disebut polisi sebagai salah satu otak pembunuhan dan mutilasi itu.

Pada poin keempat, Komnas HAM Papua menjelaskan tim mereka telah meminta keterangan dari tiga tersangka yang berlatar belakang warga sipil. Ramandey menyatakan pihaknya menerima kesaksian ketiga tersangka yang mengakui pembunuhan, mutilasi, dan pembakaran dilakukan secara bersama-sama dengan sejumlah oknum prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo.

Pada poin kelima, Ramandey menjelaskan tim Komnas HAM Papua juga telah mendatangi Sub Detasemen Polisi Militer Mimika untuk mengecek perkembangan penyidikan terhadap enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo yang terlibat pembunuhan dan mutilasi itu. Ramandey menyatakan penyidikan itu melibatkan penyidik Puspom AD, Pomdam XVII Cenderawasih dan Subdenpon Timika.

Keenam oknum prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu di Subdenpom Timika. Akan tetapi, tim Komnas HAM Papua belum diizinkan mengencek apakah benar keenam tersangka ada di dalam tahanan atau tidak, dengan alasan keenam tersangka masih menjalani proses hukum.

Pada poin keenam, Komnas HAM Papua menjelaskan bahwa mereka belum mendapat izin untuk meminta keterangan dari enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo yang dijadikan tersangka. Alasannya, keenam tersangka masih menjalani proses hukum.

Pada poin ketujuh, Komnas HAM Papua menjelaskan bahwa timnya telah mengikuti proses rekonstruksi pembunuhan dan mutilasi yang digelar di Markas Polres Mimika pada 3 September 2022. Ramandey menyatakan pihaknya menilai rekonstruksi itu belum menggambarkan peran masing-masing pelaku. Pasalnya, Roy atau RMH yang bersama-sama dinyatakan polisi sebagai salah satu otak pembunuhan dan mutilasi itu belum tertangkap.

Komnas HAM Papua menyatakan rekonstruksi pada 3 September 2022 belum mengungkap secara utuh pembunuhan dan mutilasi yang terjadi pada 22 Agustus 2022. Ramandey juga mencatat bahwa sejumlah pelaku menolak memerankan adegan tertentu, sehingga peranan tertentu itu digantikan oleh orang lain.

Komnas HAM Papua juga menyatakan rekonstruksi pada 3 September 2022 itu memunculkan dugaan bahwa ada 2 prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo lain yang juga terlibat pembunuhan dan mutilasi, namun belum dijadikan tersangka. Akan tetapi, Komnas HAM Papua tidak menyebutkan nama ataupun pangkat kedua prajurit itu.

Pada poin kedelapan, Komnas HAM Papua menjelaskan hasil pertemuan mereka dengan keluarga para korban. Ramandey menyatakan keluarga korban mengutuk keras pembunuhan dan mutilasi itu. Selain itu, keluarga korban menyatakan bahwa keempat korban merupakan warga sipil biasa, bukan simpatisan atau anggota kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Selain itu, keluarga korban juga memastikan bahwa salah satu korban adalah kepala kampung di Kenyam. Ramandey menjelakan bahwa keluarga korban menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus itu diselesaikan secara hukum, dan meminta transparansi dalam proses hukum itu. Keluarga korban juga menyatakan tidak akan membalas dendam atas kematian keempat korban.

Pada poin kesembilan, Komnas HAM Papua menyatakan masih berupaya meminta keterangan dari enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo yang dijadikan tersangka dalam kasus itu. Komnas HAM Papua meminta polisi juga berupaya segera menangkap Roy alias RMH. Selain itu Komnas HAM juga meminta agar proses identifikasi jasad korban diumumkan segera sehingga jenazah para korban bisa dimakamkan pihak keluarga.

Panglima Kodam atau Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa saat dikonfirmasi memastikan pihaknya akan segera memberikan akses bagi tim Komnas HAM untuk mengecek perkembangan penyidikan kasus itu. “Sebelumnya tidak diberikan akses karena masih dalam prosen penyidikan, setelah itu baru akan diberikan akses,” kata Saleh.