Mengapa Mamalia Besar Laut Sering Terdampar di Pantai?
Penulis : Tim Betahita
Perubahan Iklim
Senin, 26 September 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Sebanyak 230 paus pilot ditemukan terdampar di pantai barat Tasmania, Australia, Rabu, 21 September 2022. Tim penyelamat berhasil mengembalikan 32 hewan tersebut ke perairan yang lebih dalam pada Kamis. Namun, hampir 200 lainnya dipastikan telah mati.
Peristiwa terdamparnya hewan cetacea seperti paus dan lumba-lumba ini bukan pertama kali. Sebelumnya sekitar 500 paus pilot ditemukan terdampar di Pelabuhan Macquarie, Australia, pada September 2020. Peristiwa ikan terdampar tersebut merupakan yang terbesar di negara tersebut.
Beberapa tahun terakhir, fenomena hewan laut berukuran besar terdampar di pantai juga semakin sering di Indonesia. Dalam satu bulan yakni Agustus lalu, terdampat lima kasus hewan cetacea terdampar di berbagai lokasi, termasuk Banyuwangi dan Jember, Jawa Timur, serta Alor, Nusa Tenggara Timur. Hewan yang ditemukan terdampar adalah paus sperma dan hiu tutul. Sebagian hewan telah mati saat ditemukan.
Lalu apa penyebab paus terdampar massal ini? Apakah peristiwa ini dapat dicegah? Karen Stockin, seorang ahli paus terdampar di Massey University, Selandia Baru, memberikan penjelasan, dikutip dari Phys.org.
Apa penyebab pendamparan massal?
Saat ini ilmuwan masih mencoba memecahkan masalah ini. Peneliti tahu bahwa ada beberapa jenis kejadian terdampar, dengan beberapa penjelasan yang tumpang tindih. Penyebabnya bisa alami, berdasarkan batimetri–bentuk dasar laut–atau bisa spesifik yang merujuk pada spesies tertentu.
Paus pilot dan beberapa spesies lumba-lumba yang lebih kecil diketahui sering terdampar, terutama di belahan bumi selatan, menurut Stockin. Dalam beberapa kasus, seekor paus yang sakit menuju ke pantai dan sekelompok penuh tanpa disadari mengikutinya.
Apakah hal ini cenderung terjadi di wilayah tertentu?
Terdapat beberapa hotspot global untuk kasus ikan terdampar. Di belahan bumi selatan, Tasmania dan Golden Bay Selandia Baru telah mengalaminya beberapa kali. Sementara itu di belahan bumi utara, teluk Cape Cod, Amerika Serikat, Massachusetts, merupakan hotspot lainnya.
Di daerah-daerah tersebut, terdapat kesamaan antara topografi pantai dan kondisi lingkungan. Misalnya, Cape Cod dan Golden Bay berbagi fitur daratan pantai sempit yang menonjol dan perairan dangkal dengan variasi pasang surut yang besar. Beberapa orang menyebut daerah tersebut sebagai "perangkap ikan paus" karena kecepatan surutnya air laut.
Apakah peristiwa ikan terdampar semakin umum?
Menurut Stockin, hal ini mungkin. Ikan terdampar merupakan fenomena alami dan telah didokumentasikan sejak zaman Aristoteles. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kesehatan laut juga semakin menurun.
Dalam konteks tersebut, fenomena ikan terdampar bisa menjadi lebih umum lantaran meningkatnya penggunaan sumber daya laut secara manusia oleh manusia, lalu lintas pengapalan, dan polusi bahan kimia.
Menurut Stockin, penyakit epizooktik–wabah penyakit yang menyerang spesies hewan tertentu–juga dapat menyebabkan lebih banyak penyakit. Namun masih banyak yang harus dipahami tentang fenomena tersebut.
Apakah perubahan iklim menjadi faktor fenomena ini?
Penelitian mengenai bagaimana dampak perubahan iklim terhadap mamalia laut masih pada tahap awal. Para ilmuwan telah mengetahui bahwa perubahan iklim dapat mengubah distribusi mangsa dan predator dalam sistem rantai makanan. Untuk beberapa spesies, hal ini dapat menyebabkan paus mendekat ke pantai.
Sebagai contoh, penelitian terbaru berdasarkan model prediksi iklim saat ini menunjukkan bahwa pada 2050, distribusi paus sperma dan paus biru di Selandia Baru dapat sangat bervariasi.
Apakah peristiwa spesies cetacea dapat dicegah?
Tidak juga. Pasalnya, peristiwa terdampar terjadi karena banyak faktor. Artinya tidak ada satu solusi tunggal untuk mengatasinya. Namun Stockin mengatakan solusi dapat ditemukan dengan memahami peran serta manusia dalam memicu berbagai perubahan ekosistem laut, yang salah satunya berujung pada pendamparan massal.