Pemerintah Dianggap Gagal Laksanakan Reforma Agraria
Penulis : Aryo Bhawono
Agraria
Rabu, 28 September 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Sebanyak 6.000 petani dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Lampung menggelar demonstrasi memperingati Hari Tani Nasional di Jakarta pada Selasa (27/9/2022). Mereka bersama 130 organisasi yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) memperingatkan kebijakan pemerintah dan DPR kian menjauh dari telah UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Mereka menganggap berbagai kebijakan ini inkonstitusional.
Bentuk inkonstitusional terbaru adalah lahirnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan 20 lebih PP turunannya terkait agraria dan sumber daya alam. UU ini adalah upaya mengeksploitasi dan memonopoli tanah oleh elit bisnis dan politik. Pemerintah selalu memprioritaskan investasi, kepentingan umum, dan penyerapan tenaga kerja.
Pemerintah juga menerbitkan kebijakan yang memanjakan pengusaha seperti PSN, Food Estate, Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), Forest Amnesty/Pengampunan Deforestasi dan Perhutanan Sosial.
Alhasil program semacam ini justru memicu konflik. Mereka mencatat perampasan tanah akibat PSN tahun 2021 mencapai 40 konflik seluas 11.466,923 ha atau 49,8 persen dari total luasan kebutuhan tanah untuk PSN.
Selain itu pengembangan Kawasan Pangan Berbasis Korporasi (Food Estate) seluas 3,99 juta hektar, tidak ada satupun rantai produksinya dikontrol oleh petani. Sebab tanah, bibit, pupuk, harga dan pasar seluruhnya dikuasai perusahaan. Petani yang dijadikan buruh tani akibat tanahnya dirampas Food Estate, dipaksa menanam komoditas ekspor tanpa menikmati keuntungan.
Di bidang kehutanan, pemerintah juga gagal melaksanakan Reforma Agraria dalam target 9 (sembilan) juta hektar. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dianggap memperburuk konflik agraria dengan menetapkan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) seluas 1,1 juta hektar.
Mereka pun meminta DPR dan presiden mencabut UU Cipta Kerja hingga meluruskan reforma agraria.
“Tunjukan bahwa petani adalah rakyat yang terjual, tapi masih bisa berdiri di sini, kita merasakan panas mengingat tanah rakyat yang dirampas, dan masih banyak tanah adat yang dirampas, ” ujar Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika saat demonstrasi.