Menambang Nikel Ilegal, Direktur PT BMN di Sultra Jadi Tersangka

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Jumat, 30 September 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Direktur PT Bahari Mineral Nusantara (BMN) berinisial FKR (35) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penambangan nikel ilegal yang mengakibatkan kerusakan lingkungan di Kawasan Hutan Produksi Komplek Hutan Lasolo, Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). FKR diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Penetapan tersangka FKR ini dilakukan Penyidik Balai Gakkum Wilayah Sulawesi pada 27 September 2022 kemarin. Tim penyidik akan segera mengirimkan berkas perkara (Tahap 1) ke Kejaksaan Tinggi Sultra untuk diperiksa oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Atas perbuatannya, FKR dijerat dengan Pasal pidana berdasarkan Pasal 78 ayat (2) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (2) Jo. Pasal 36 Angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja, dan/atau Pasal 89 ayat (1) huruf b dan/ atau Pasal 91 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 17 ayat (1) huruf a dan d UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dalam Pasal 37 angka 5 Pasal 17 ayat (1) huruf d UU 11/2020 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini terungkap berawal dari operasi gabungan pengamanan hutan pada 11 Agustus 2022 oleh Gakkum KLHK wilayah Sulawesi bersama Polda Sultra dan Brimob Polda Sultra. Dalam operasi tersebut tim berhasil mengamankan satu karung sampel ore nikel hasil penambangan ilegal, satu unit excavator dan satu unit mobil merek Toyota Hilux double cabin yang saat ini dititipkan di Kantor Rupbasan Kota Kendari.

Sejumlah alat berat excavator yang digunakan untuk pertambangan ilegal nikel di Sultra./Foto: Gakkum.

Sebelumnya pada 13 agustus 2022 Gakkum KLHK juga telah menetapkan AJ (41) sebagai tersangka. AJ merupakan salah satu Direktur dari PT PRP dan juga berperan sebagai pengawas yang menyuruh, mengarahkan, dan mengkoordinir kegiatan penambangan biji nikel ilegal di lokasi yang sama di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan barang bukti dua unit excavator dan satu unit mobil merek Mitsubishi Triton.

Atas perbuatannya tersebut, AJ dijerat dengan Pasal 78 ayat (2) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf a UU 41/1999 sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 angka 19 Jo. Pasal 36 Angka 17 UU 11/2020, dan/atau Pasal 89 ayat (1) huruf a dan/atau b Jo. Pasal 17 ayat (1) huruf a dan/atau b UU 18/2013 sebagaimana diubah dalam Pasal 37 angka 5 UU 11/2020 Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Berkas perkara tersangka AJ saat ini sementara diteliti oleh JPU Kejaksaan Tinggi Sultra.

“Kami kembali berhasil mengungkap kasus pertambangan ilegal. Terima kasih untuk semua pihak yang telah bersinergi untuk mengungkap dan menyelesaikan kasus ini, terutama Polda Sultra. Untuk selanjutnya kami akan segera laksanakan Tahap I ke Kejaksaan,” ungkap Dodi Kurniawan, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, dalam pernyataan tertulisnya.

Sejauh ini Gakkum KLHK telah membawa 1.308 perkara pidana dan perdata ke pengadilan, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan. KLHK juga telah menerbitkan 2.446 sanksi administratif dan melakukan 1.854 operasi pencegahan dan pengamanan hutan, 706 di antaranya operasi pemulihan keamanan kawasan hutan.