Bank Dunia Dikecam Atas Pendanaan Krisis Iklim
Penulis : Tim Betahita
Perubahan Iklim
Selasa, 04 Oktober 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Bank Dunia (World Bank) mendapat kecaman karena gagal menunjukkan bahwa pengeluaran yang diklaimnya untuk krisis gagal itu nyata. Hal itu diungkap dalam sebuah laporan yang menunjukkan hingga 40% dari pengeluaran terkait iklim yang dilaporkan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Bank Dunia melaporkan telah menghabiskan $17,2 miliar untuk pendanaan iklim pada tahun 2020. Namun dari angka tersebut, hingga $7 miliar tidak dapat diverifikasi secara independen, menurut penelitian Oxfam.
Temuan ini merupakan pukulan terbaru bagi Bank Dunia atas kegiataan pendanaan iklimnya. Sebelumnya mantan wakil presiden Amerika Serikat Al Gore memimpin seruan agar presiden bank, David Malpass, mengundurkan diri setelah dia menghindari pertanyaan jurnalis tentang sains iklim. Malpass telah meminta maaf atas sikapnya tersebut. Namun, penyangkalan iklimnya yang begitu jelas kembali mengungkit keprihatinan setelah bertahun-tahun mengenai kepemimpinannya dan arah kebijakan keuangan yang mendukung energi fosil.
Oxfam memeriksa $21,3 miliar dari pendanaan iklim yang dilaporkan bank pada tahun 2020, di mana $17,2 miliar disediakan oleh dua lembaga pemberi pinjaman utama bank yakni International Development Association dan International Bank for Reconstruction and Development.
Pendanaan iklim adalah uang yang diberikan kepada negara-negara berkembang dalam bentuk hibah dan pinjaman, dan dimaksudkan untuk membantu mereka mengurangi emisi gas rumah kaca atau beradaptasi dengan dampak krisis iklim.
Penulis laporan tersebut mengambil informasi yang diterbitkan Bank Dunia tentang upaya pendanaan iklimnya, kemudian menerapkan metodologi yang digunakan bank tersebut untuk melihat apakah itu dapat mereproduksi angka pengeluaran $17,2 miliar yang diklaim.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Senin, 3 Oktober 2022, Oxfam menemukan bahwa angka-angka bank bisa tidak akurat sebanyak 40% dari pengeluaran $17,2 miliar tersebut. Menurut lembaga tersebut, bank juga dapat membelanjakan lebih dari yang diklaimnya, tetapi kesulitan menghitung uang yang dicurahkan untuk kegiatan terkait iklim.
Bagian dari masalah akuntansi untuk kegiatan keuangan iklim bank adalah banyak proyek memiliki komponen yang terkait dengan iklim, tanpa terutama diarahkan pada iklim. Misalnya, jika sekolah atau rumah sakit sedang dibangun, dapat dibuat sedemikian rupa agar lebih tahan terhadap dampak cuaca ekstrem. Hal ini penting bagi negara-negara yang beradaptasi dengan krisis iklim, tetapi semata “manfaat tambahan” dan bukan poin utama proyek.
Nafkote Dabi, kepala kebijakan iklim internasional Oxfam, mengatakan pihaknya tidak memastikan nilai sebenarnya dari pendanaan iklim yang disediakan oleh Bank Dunia. “Kekhawatiran kami adalah skenario terburuknya – bahwa bank dapat secara signifikan melebih-lebihkan kontribusinya,” kata Dabi.
Dikutip Guardian, seorang juru bicara dari Bank Dunia membantah klaim Oxfam tersebut. “Manfaat tambahan kami dihitung menggunakan metodologi MDB atau bank pembangunan multilateral bersama. Kami sangat ketat mengenai bagaimana kami menerapkan metodologi dan hanya menetapkan manfaat tambahan untuk bagian pembiayaan dalam proyek tertentu yang terkait langsung dengan aksi iklim. Kami mendukung penilaian kami tentang manfaat tambahan.”
Juru bicara tersebut juga mengatakan bank telah meningkatkan pengeluaran iklimnya, dengan menyediakan $31,7 miliar pembiayaan proyek yang terkait langsung dengan aksi iklim untuk proyek-proyek yang masuk ke dewan bank pada tahun 2022.
Bank Dunia juga berpendapat bahwa lebih banyak pengeluarannya terkait dengan iklim dari yang terlihat secara formal, karena pengentasan kemiskinan atau mendorong pembangunan juga dapat memiliki dampak menguntungkan untuk membuat negara lebih tahan terhadap dampak cuaca ekstrem.
Namun, Oxfam mengatakan metode akuntansi bank dapat dibuat jauh lebih transparan. “Audit ini mengungkap bahaya bahwa beberapa klaim pendanaan iklim bisa jadi merupakan greenwashing,” kata Dabi.
Pendanaan iklim akan menjadi salah satu isu terbesar pada konferensi iklim PBB berikutnya, yakni COP27 di Mesir November mendatang. Negara-negara miskin khawatir tidak hanya karena negara-negara kaya telah gagal menyediakan $100 miliar per tahun dalam pendanaan iklim yang telah lama dijanjikan mengalir mulai tahun 2020. Tetapi juga bahwa sebagian besar uang tersebut saat ini diberikan kepada negara-negara berpenghasilan menengah yang dapat dengan mudah menarik investasi. Lebih dari 70% uang yang diberikan juga dalam bentuk utang, sehingga dikhawatirkan akan mendorong negara-negara miskin jatuh lebih jauh ke dalam utang.