Menang Gugatan, WALHI Tolak Izin Baru PLTA Tampur-1 di Aceh
Penulis : Kennial Laia
Lingkungan
Kamis, 06 Oktober 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendesak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh untuk mengeksekusi putusan pengadilan yang melibatkan mega proyek pembangkit listrik tenaga air di tiga kabupaten di Provinsi Aceh.
Sebelumnya PT Kamirzu berencana membangun PLTA Tampur-1 dengan kapasitas produksi 442 MW di atas lahan seluas 4.407 hektare di kabupaten Gayo Lues, Aceh Tamiang, dan Aceh Timur. Proyek tersebut mencakup hutan lindung seluas 1.729 hektare, hutan produksi 2.401 hektare, dan area penggunaan lain 277 hektare. Izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) diterbitkan oleh Gubernur Aceh pada 9 Juni 2017.
WALHI menilai izin perusahaan cacat prosedur dan berpotensi merusak lingkungan hidup dan ekosistem penting. Organisasi tersebut kemudian menggugat Gubernur Aceh ke PTUN Banda Aceh pada 11 Maret 2019. Dasar gugatan antara lain pemerintah provinsi melampaui kewenangan dalam pemberian izin, izin berada dalam kawasan zona patahan aktif gempa Sumatra, izin berada dalam kawasan ekosistem Leuser (KEL), menjadi ancaman terhadap satwa kunci, dan ancaman terhadap sumber air.
“Dalam sidang tingkat pertama, PTUN Banda Aceh mengabulkan gugatan WALHI untuk seluruhnya. Yaitu menyatakan batal dan/atau tidak sah Keputusan Gubernur Aceh. Pengadilan mewajibkan pihak Tergugat untuk mencabut objek sengketa beserta perubahannya, membayar biaya perkara secara tanggung renteng,” terang WALHI dalam keterangan tertulis, Rabu, 5 Oktober 2022.
“Dalam pertimbangan majelis hakim, Gubernur Aceh hanya memiliki kewenangan menerbitkan IPPKH paling banyak 5 hektare. Selain pertimbangan tersebut, majelis hakim juga menyampaikan penerbitan izin dalam KEL juga bertentangan dengan Pasal 150 Undang-undang Pemerintahan Aceh,” tambah WALHI.
Atas putusan tersebut, Gubernur Aceh menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan. Dalam putusan banding pada 7 Januari 2020, majelis hakim kembali memenangkan WALHI dengan menguatkan putusan PTUN Banda Aceh.
Kemudian Gubernur Aceh mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, di mana putusannya memenangkan WALHI. PT Kamirzu selaku Tergugat II lalu mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Dalam amar putusan yang diterbitkan pada 19 Agustus 2021 Mahkamah Agung menolak PK yang diajukan oleh perusahaan tersebut.
“Artinya, gugatan ini telah memiliki putusan inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Namun sampai tahun 2022 WALHI selaku penggugat belum mendapatkan informasi terkait pelaksanaan eksekusi putusan dimaksud,” jelas WALHI.
“Justru (kami) mendapatkan kabar bahwa PT Kamirzu mengurus IPPKH baru di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga diduga sedang melakukan kegiatan survei lanjutan di lapangan,” tambahnya.
WALHI menolak penerbitan izin baru PLTA Tampur-1 di Aceh. Organisasi tersebut juga mendesak Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menghentikan dan menghapus proyek tersebut dari daftar RUPTL PLN.
Bagi WALHI, PLTA Tampur-1 tidak hanya cacat prosedur dalam memperoleh perizinan. Namun secara substansi lokasi pembangunan proyek menjadi ancaman serius terhadap kelangsungan lingkungan hidup dan ekosistem penting.
WALHI juga mendesak ketua PTUN Banda Aceh untuk segera melakukan eksekusi putusan Mahkamah Agung yang telah memenangkan WALHI. Selain itu Gubernur Aceh juga harus mencabut keputusan gubernur yang mengatur penerbitan IPPKH kepada PT Karmizu sesuai dengan putusan kasasi.