Jumlah Pelobi Energi Fosil Naik Tajam di KTT Iklim COP27
Penulis : Tim Betahita
Perubahan Iklim
Sabtu, 12 November 2022
Editor : Raden Ariyo Wicaksono
BETAHITA.ID - Konferensi iklim COP27 yang tengah berlangsung di Sharm El-sheikh, Mesir, dipenuhi pelobi bahan bakar fosil. Menurut sebuah data, terdapat lebih dari 600 pelobi hadir, meningkat lebih dari 25% dibandingkan tahun lalu. Angka ini juga melebihi jumlah komunitas garis depan yang terkena dampak krisis iklim.
Terdapat 636 pelobi dari industri minyak dan gas yang terdaftar menghadiri acara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di kota Sharm el-Sheikh, Mesir. Di Glasgow, angkanya 503 individu, yang melebihi jumlah delegasi negara mana pun. Tahun ini satu-satunya negara dengan delegasi yang lebih besar adalah Uni Emirat Arab, tuan rumah COP28 tahun depan, yang memiliki 1.070 delegasi terdaftar.
“Pengaruh pelobi bahan bakar fosil lebih besar dari negara dan komunitas garis depan. Delegasi dari negara-negara Afrika dan komunitas masyarakat adat dikerdilkan oleh perwakilan kepentingan perusahaan,” kata Kick Big Polluters Out, kelompok yang berkampanye menentang pengaruh pelobi bahan bakar fosil di konferensi iklim.
Data pelobi, yang dikumpulkan oleh organisasi Corporate Accountability, Global Witness, dan Corporate Europe Observatory, menunjukkan pengaruh yang semakin besar dari kepentingan minyak dan gas pada pembicaraan iklim.
Sementara itu banyak kelompok lingkungan mencurigai kehadiran pelobi tersebut dapat memperlambat kemajuan diskusi di meja perundingan, ketimbang membahas pembatasan emisi industri mereka.
Kelompok masyarakat sipil khawatir bahwa meningkatnya kehadiran pelobi bahan bakar fosil berisiko menghambat negosiasi pada waktu yang krusial, di tengah upaya untuk menjaga kenaikan suhu global dalam 1,5 derajat Celcius pemanasan yang disepakati para ilmuwan diperlukan untuk mencegah bencana perubahan iklim.
“Ledakan jumlah delegasi industri yang menghadiri negosiasi memperkuat keyakinan komunitas keadilan iklim bahwa industri memandang COP sebagai semacam karnaval, dan bukan ruang untuk mengatasi krisis iklim yang sedang berlangsung dan akan segera terjadi,” kata Kwami Kpondzo dari Friends of the Earth Togo.
Dalam pengajuan baru-baru ini ke Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim – badan yang mengawasi COP – untuk membahas peran bisnis swasta pada pembicaraan iklim tersebut, sebuah koalisi kelompok masyarakat sipil mengatakan aksi iklim akan “terus gagal untuk mengatasi krisis iklim secara bermakna selama kepentingan pencemar diberikan akses tanpa batas ke proses pembuatan kebijakan dan diizinkan untuk terlalu mempengaruhi dan melemahkan kerja kritis UNFCCC”.