Walhi: Pengalihan PLTU ke Co-Firing Bukan Pensiun Dini
Penulis : Aryo Bhawono
Energi
Rabu, 16 November 2022
Editor : Raden Ariyo Wicaksono
BETAHITA.ID - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal pensiunkan dini (early retirement) 33 PLTU di Indonesia. Aktivis lingkungan menganggap upaya pensiun dini untuk mengurangi emisi ini tak terang karena masih memungkinkan pengalihan teknologi co-firing.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengungkapkan total nilai PLTU yang rencananya dipensiunkan dini tersebut mencapai 16,8 gigawatt (GW).
"Kami akan melaksanakan program pensiun dini PLTU batu bara dengan power plan. Minimal 33 unit coal fire plan dengan total kapasitas 16,8 gigawatt," ujarnya dalam Grand Launching Indonesia Energy Transition Mechanism Country Platform, Bali, Senin (14/11), seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Pensiun dini dilakukan untuk mencapai net zero emission (NZE) atau netral karbon pada 2060 mendatang. Pemerintah berharap bisa mengurangi emisi karbon hingga 32 persen dengan usaha sendiri atau 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030 nanti.
Target pengurangan emisi dengan usaha sendiri itu naik dari sebelumnya hanya 29 persen. Peningkatan target penurunan emisi ini, kata Rida, lantaran kontribusi energi fosil juga makin tinggi di Indonesia.
"Bisa saya katakan dari kontribusinya juga meningkat dari 314 juta ton CO2 menjadi 358 juta ton CO2," jelasnya.
Selain mengurangi emisi karbon dengan pensiun dini PLTU, pemerintah juga bakal gencar mengembangkan sumber energi baru terbarukan yang ramah lingkungan, mulai dari hidrogen, angin, air, hingga nuklir.
Untuk pengembangan ini, pemerintah bakal menggunakan teknologi yang bisa menyeimbangkan antara produksi gas dan target pengurangan emisi bisa berjalan.
"Berikutnya adalah pengembangan besar-besaran energi terbarukan hingga 700 GW, seperti pengembangan energi hidro dan bio untuk mendukung komitmen terbaik kita," jelasnya.
Namun pensiun dini ini untuk mencapai NZE ini dinilai belum terang. Manajer Kampanye Isu Tambang dan Energi Eksekutif Nasional Walhi, Fanny Tri Jambore. menyebutkan pemerintah perlu memastikan tiga hal, yakni kapan pensiun dini diproses, memastikan pensiun dunia merupakan penutupan dan bukan pengalihan teknologi co-firing yang tetap menggunakan batu bara, serta sekedar pengalihan (spin off) ke pihak lain.
Ia menyebutkan pada Senin (14/11/2022) telah terjadi penandatangan MoU antara Development Bank (ADB), Indonesia Investment Authority (INA), PT. PLN (Persero), dan Cirebon Electric Power (CEP), untuk penutupan awal Pembangkit Listrik Tenaga Batubara Cirebon Unit 1 (Cirebon 1). Penutupan awal ini akan dilanjutkan di bawah Mekanisme Transisi Energi (ETM) ADB.
Namun, pembangkit tidak boleh diubah fungsi dengan mengatur sumber daya alternatif, seperti co-firing dengan biomassa, amonia atau hidrogen, di bawah ETM.
“Kalau ini diubah menjadi co-firing maka sama saja dengan memperpanjang operasi,” jelasnya.
Selain itu, meskipun kesepakatan tampaknya merencanakan penutupan awal Cirebon 1 selama 10 hingga 15 tahun, penutupan awal Cirebon 1 perlu dilakukan sesegera mungkin, mengingat polusi udara dan dampak terhadap mata pencaharian yang masyarakat setempat menderita hingga saat ini.
Selanjutnya, CEP yang diinvestasikan oleh Marubeni (32,5 persen), Komipo (27,5 persen), Samtan (20 persen), dan Indika Energy (20 persen) kemungkinan akan menerima langkah kompensasi untuk penutupan awal. Seharusnya, kata dia, dana publik untuk menutupi tanggung jawab aset terlantar yang harus diambil oleh perusahaan swasta.
Mekanisme seperti itu akan mengirimkan pesan yang salah kepada perusahaan swasta, yang masih berinvestasi dan membiayai sektor batu bara, bahwa ada kemungkinan untuk melarikan diri atau menghindari tanggung jawab atas aset yang terdampar di masa depan.
Bahkan, pengembangan ini akan memberikan Cirebon Energi Prasarana (CEPR), pemilik proyek pembangkit listrik tenaga batubara Cirebon Unit 2 (Cirebon 2) yang sedang diuji coba, insentif untuk mulai beroperasi tanpa mempertimbangkan risiko aset yang terdampar.
Investor di CEPR adalah Marubeni (35 persen), Samtan (20 persen), IMECO (18,75 persen), Komipo (10 persen), JERA (10 persen), dan Indika Energy (6,25 persen).