Kesepakatan COP 27 Masih Nihil Pengurangan Energi Fosil

Penulis : Aryo Bhawono

Perubahan Iklim

Senin, 21 November 2022

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  Kesepakatan bersejarah telah dicapai pada COP 27 PBB melalui pembayaran negara kaya kepada negara miskin atas kerusakan dan kerugian ekonomi karena perubahan iklim. Namun kompromi soal pengurangan energi berbahan fosil masih menelan kekecewaan. 

Tepuk tangan hangat memenuhi momen bersejarah, ‘dana kerugian dan kerusakan’ akibat perubahan iklim disepakati pada dini hari Minggu setelah melalui 48 jam alotnya pembicaraan yang membuat para delegasi kelelahan. Kesepakatan ini mengakhiri penantian hampir 30 tahun negara-negara yang menghadapi dampak iklim yang sangat besar. 

Meski negara-negara maju telah lama menolak pemberian dana untuk menanggung dampak iklim seperti banjir dan kekeringan, mereka memberikan pernyataan simbolis dan politis.

Konferensi yang dimulai dua pekan lalu dimulai dengan pernyataan dari negara-negara miskin yang rentan bencana akibat iklim. 

Emisi gas metana berasal dari pembakaran gas selama produksi minyak dan gas. Foto: Leslie Von Pless via NASA

"Kami tidak akan menyerah... alternatifnya menyerahkan kami ke kuburan air," kata Perdana Menteri Bahama, Philip Davis, seperti dikutip dari BBC

Menteri Iklim Pakistan, Sherry Rehman, yang bernegosiasi untuk blok negara berkembang plus China, mengatakan kepada wartawan bahwa dia sangat senang dengan kesepakatan tersebut.

"Saya yakin kita telah mengubah cara kita bekerja sama untuk mencapai tujuan iklim," katanya.

Banjir dahsyat di negara berisiko Pakistan musim panas ini, yang menewaskan sekitar 1.700 orang dengan perkiraan kerusakan 40 miliar dolar AS, telah menjadi latar belakang yang kuat di konferensi tersebut. 

Menteri lingkungan Antigua dan Barbuda sekaligus ketua Aliansi Negara Pulau Kecil, Molwyn Joseph, mengatakan kesepakatan itu adalah kemenangan bagi seluruh dunia dan memulihkan kepercayaan global dalam proses kritis yang didedikasikan untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.

Tetapi beberapa negara dan kelompok termasuk Inggris, UE, dan Selandia Baru mengaku kecewa dengan pertemuan di Mesir itu karena kompromi pada bahan bakar fosil dan membatasi perubahan iklim.

"Saya sangat kecewa karena kami tidak dapat melangkah lebih jauh," kata Ketua Negosiator Iklim Inggris, Alok Sharma, kepada wartawan setelah pembicaraan selesai.

Menurutnya negara yang mengupayakan pengurangan emisi gas rumah kaca perlu melihat bahaya negara berisiko sudah di depan mata.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak menyambut baik kemajuan yang dibuat di COP27 tetapi mengatakan ‘lebih banyak yang harus dilakukan’ untuk mengatasi perubahan iklim. Kesepakatan terakhir tidak mencakup komitmen untuk menghentikan atau mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Nihilnya komitmen ini termasuk penggunaan bahasa baru yang ambigu tentang ‘energi emisi rendah’ yang menurut para ahli membuka celah bagi beberapa bahan bakar fosil menjadi bagian dari masa depan energi hijau.

Menteri iklim Selandia Baru, mengatakan kepada BBC bahwa terdapat upaya kuat oleh negara-negara penghasil bahan bakar untuk membatalkan perjanjian, tetapi negara-negara maju tetap bertahan.

Bangsa-bangsa, termasuk kelompok G20, sangat ingin agar dunia segera mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Tetapi negara berkembang seperti India, atau mereka yang bergantung pada minyak dan gas, mundur, karena ingin mengeksploitasi cadangan fosil mereka. Hal serupa pernah dilakukan negara-negara barat.

Kesepakatan untuk mengimplementasikan konferensi sebelumnya memiliki ekspektasi rendah sejak awal COP 27 digelar. Tapi kesepakatan pemberian dana kerugian dan kerusakan atas bencana iklim bisa menjadi perkembangan paling signifikan sejak Perjanjian Paris.

Selama PBB membahas perubahan iklim, negara-negara maju khawatir menandatangani cek kosong untuk dampak iklim. Kini mereka telah berkomitmen untuk pembayaran, meskipun detailnya masih harus diselesaikan.

Namun soal pengurangan energi fosil ditandai dengan jalan buntu dan diselingi oleh momen-momen dramatis, yakni penampilan perdana Presiden terpilih Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, di panggung global. Iia mengatakan bahwa Brasil kembali ke tahap iklim, berjanji untuk mengakhiri deforestasi dan memulihkan Amazon.

Janji ini memberi harapan yang menurut banyak aktivis dan pengamat pembicaraan iklim kurang di KTT PBB. 

Tetapi delegasi mendukung bahan bakar fosil tetap ada, naik 25 persen dari tahun. Tenda-tenda besar tempat negara-negara, pakar, dan LSM menggelar stan mereka, Paviliun Anak dan Remaja di COP memancarkan energi, harapan, dan frustrasi.

Sementara itu, di sela-sela COP 27, sebuah kesepakatan yang menjanjikan pembayaran 20 miliar Dolar AS kepada Indonesia untuk transisi dari batu bara dirayakan sebagai salah satu keberhasilan konkrit dari konferensi tersebut.