Menduga Jejak Nikel Kotor ke Tesla
Penulis : Aryo Bhawono
Tambang
Selasa, 29 November 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pemerintah meresmikan smelter nikel berteknologi HPAL di Blok Pomalaa. Pengolahan nikel ini terindikasi terkoneksi dengan pasokan ke Tesla. Namun aktivitas tambang nikel memiliki jejak perusakan lingkungan dan konflik masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Panjaitan, meresmikan pembangunan smelter nikel High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara pada Minggu (27/11/2022). Ia menyebutkan pabrik itu akan memiliki produksi nikel terbesar di dunia.
Kawasan industri nikel Blok Pomalaa ini merupakan kerja sama PT Vale Indonesia Tbk dengan perusahaan China Zhejiang Huayou Cobalt Company. Setelah beroperasi, pabriknya diperkirakan bisa menghasilkan 120 ribu ton nikel per tahun.
"HPAL yang terbesar di dunia itu ada di Indonesia dan orang nggak bisa bikin baterai kalau nggak ada HPAL ini. Jadi HPAL ini menjadikan satu ekosistem yang sangat penting buat kita," kata Luhut seperti dikutip dari Antara.
Pada Agustus 2022 lalu, Bloomberg memberitakan Huayou menandatangani perjanjian harga untuk memasok prekursor terner, yang merupakan bahan kimia utama untuk menyimpan energi dalam baterai lithium ion.
Huayou mulai memasok bahan ke Tesla mulai 1 Juli 2022 hingga akhir 2025. Mereka akan mengenakan harga pasar untuk komoditas nikel, kobalt, dan mangan, serta biaya pemurnian.
Pasokan kobalt dan nikel dari Huayou ini juga tercatat dalam Tesla Impact Report 2021. Huayou tercatat sebagai penyuplai kobalt dan nikel untuk Tesla. Namun laporan itu hanya menyebutkan asal kobalt dan nikel berasal dari refiner di Cina.
Tesla menggunakan sistem kuesioner Know Your Supplier (KYS) untuk memetakan rantai pasokan baterai dan mengumpulkan informasi terkait sistem manajemen lingkungan dan sosial pemasok.
Penyebutan asal kobalt dan nikel berasal dari refiner di Cina, Tesla takkan memberikan perhatian jika ternyata praktik tambang dan smelter nikel Huayou di Indonesia, termasuk Pomalaa, menimbulkan kerusakan lingkungan ataupun konflik sosial.
Padahal catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) investasi Tsingshan Holding Group dan Huayou dalam PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) telah memicu perampasan lahan dan perusakan lingkungan. PT IWIP diduga telah merampas lahan warga Lelilef Sawai yang merupakan kebun warga yang ditanami pala, cengkeh, kelapa dan langsa.
Aktivitas PT IWIP juga telah mencemari empat sungai yang menjadi sumber air utama warga, yakni Ake Wosia, Ake Sake, Seslewe Sini dan Kobe. Aktivitas pertambangan PT IWIP di dalam kawasan hutan juga menjadi penyebab banjir parah yang terus berulang setiap tahunnya.
Tak hanya mencemari sungai, kawasan pesisir dan laut di wilayah Weda juga hancur akibat aktivitas PT IWIP. Bendungan tempat penampungan limbah B3 milik PT IWIP di Desa Lelilef, Kecamatan Weda Tengah, jebol dan diduga tumpah hingga mengalir ke laut pada 30 Januari 2022. Ditambah lagi perairan laut Lolaro, dekat kawasan PT IWIP, salah satu wilayah tangkap nelayan, sejak beroperasinya PT IWIP, para perempuan nelayan alami kesulitan akibat ikan yang semakin berkurang karena limbah tambang hasil pembukaan lahan membuat laut tercemar, berwarna hitam dan kecoklatan.
Jatam sendiri memandang transaksi bisnis antara Zhejiang Huayou dan Vale Indonesia juga mempertaruhkan keselamatan warga di Luwu Timur dan Pomalaa, Sulawesi Selatan. Keberadaan PT Vale Indonesia telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat di Malili, Luwu Timur.