Mikroplastik di Sungai-Sungai Mataram

Penulis : Aryo Bhawono

Sampah

Rabu, 11 Januari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Tiga sungai di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengandung partikel mikroplastik.  Brand audit yang dilakukan di satu sisi Sungai Meninting di kota itu menemukan produsen sebagai pencemar, yakni PT Wings, PT Unilever, PT Nabati, PT Mayora, PT P&G, PT Santos Jaya, PT Unicharm, dan PT Forisa. 

Tim Investigasi NTB Barat dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) melakukan inventarisasi timbulan sampah plastik di saluran dan sungai di Kota Mataram. Hasil sampling di lima lokasi tiga sungai, yakni Kali Ning, Kokoq Jangkuk, dan Sungai Mening, menunjukkan terdapat 290 partikel mikroplastik dalam tiap 100 liter air. 

Tim investigasi yang beranggotakan Peneliti dan Relawan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB Bima, yakni Bani Perkasa, Angga Putradi, Mathori Abdul Wahid dan Nelda Hannia, serta Peneliti ESN Prigi Arisandi dan Amiruddin  Muttaqin. 

“Temuan tim Investigasi Walhi NTB dan ESN menemukan sungai-sungai di Kota Mataram dipenuhi sampah plastik dan menyebabkan Sungai Meninting dan Kokoq Jangkuk tercemar Mikroplastik,” ucap Direktur Eksekutif Daerah Walhi NTB, Amri Nuryadi. 

Kondisi sungai di Kota Mataram, NTB, yang banyak sampah plastik. kredit foto: Ecoton

Mereka menyebutkan sungai telah berubah menjadi tempat sampah, terutama sampah plastik seperti saset, tas kresek, styrofoam, popok bayi dan sampah pakaian.

Kandungan mikroplastik tertinggi terdapat di Kali Ning yang melalui permukiman padat penduduk di kota Mataram. Kawasan itu tidak memiliki sarana pengelolaan sampah sehingga warga membuang sampah kedalam saluran air.  

Grafik Jumlah dan Jenis Mikroplastik di Perairan Mataram dan Kabupaten Lombok Barat, NTB. Sumber dat

Saluran air di Kali Ning dipenuhi sampah berbahan plastik. Sedangkan mikroplastik adalah serpihan atau remahan plastik dengan ukuran lebih kecil dari 5 mm yang berasal dari pecahan plastik ukuran besar seperti tas kresek, plastik bening, sampah pakaian, botol plastik, styrofoam dan saset yang terfragmen karena arus air dan paparan matahari. 

Uji rapid test mikroplastik menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran 100-400 kali dapat mendeteksi fisik mikroplastik di dalam air. Jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah jenis Fiber.

Temuan tim ini menunjukkan persentase 4 jenis mikroplastik yang ditemukan dan sumbernya, yakni :

  1.     Fiber 57,2 persen, sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Fiber juga disebabkan oleh sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena proses alam;
  2.     Filamen 23,8 persen, berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai (kresek, botol plastik, kemasan plastik Single layer SL, dan jaring nelayan);
  3.     Fragmen 14,7 persen, berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis (kemasan saset multilayer ML, tutup botol, botol sampo, dan sabun );
  4.     Granula 4,3 persen, berasal dari microbeads atau bahan sintetis scrub yang ada dalam personal care (sabun, pemutih kulit, sampo, sabun, pasta gigi, dan kosmetik).

Mikroplastik ini memiliki efek kesehatan manusia, karena mikroplastik dalam air akan menyerap logam berat, polutan di air seperti klorin atau pemutih dan fosfat bahan detergen.

“Mikroplastik akan menyerap polutan dan apabila tertelan oleh ikan maka polutan ini akan merusak sistem reproduksi dan pertumbuhan ikan, jika mengkontaminasi daging ikan maka efeknya akan berlanjut pada metabolisme manusia yang mengkonsumsi ikan tercemar mikroplastik,karena selain menyerap polutan mikroplastik terbentuk dari polimer-polimer yang tersusun atas bahan-bahan pengganggu hormon” ungkap Peneliti ESN, Prigi Arisandi.

Kontaminasi mikroplastik ini kemungkinan disebabkan karena pembuangan sampah, terutama sampah plastik ke sungai. 

Hasil brand audit yang dilakukan terhadap 1000 piece sampah yang dipungut di Sungai Meninting, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat dan di Kokoq Jangkuk terdapat produsen sebagai pencemar terbanyak, yakni PT Wings, PT Unilever, PT Nabati, PT Mayora, PT P&G, PT Santos Jaya, PT Unicharm, dan PT Forisa.

Persentase Brand Audit Saset di Mataram 2023. Sumber Data: Tim Investigasi NTB Barat dan Tim Ekspedi

Sampah Saset Tak Bisa Di daur Ulang

Keberadaan sampah saset yang mendominasi di sungai dan saluran air menjadi eprhatian tim investigasi ini. Salah satu investigator, tim Mathori Abdul Wahid menekankan sampah sachet yang tidak bisa didaur ulang harus menjadi tanggung jawab produsen, 

“Pemerintah Indonesia memiliki peraturan yang berisi roadmap pengurangan sampah plastik, diantaranya tanggung jawab produsen untuk ikut mengolah 30 persen sampah plastik packaging yang dihasilkan,” ucapnya. 

Tim ini menekankan semua lembaga pemerintah melakukan upaya konkrit penanganan sampah plastik di sungai ini. Beberapa upaya itu diantaranya dengan memperluas layanan tata kelola sampah hingga pelosok desa, menyelesaikan tumpang tindih kewenangan pengelolaan sungai, penganggaran, membuat terobosan sistem pengaduan pencemaran yang mudah, efisien dan sistematis, penegakan hukum lingkungan, dan mendorong perusahaan/ Industri untuk patuh terhadap regulasi lingkungan.