Investigasi Ungkap 80 Persen Pantura Jateng Terendam Banjir
Penulis : Aryo Bhawono
Lingkungan
Selasa, 31 Januari 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Investigasi Koalisi Maleh Dadi Segoro (MDS) mengungkap 80 persen kawasan Pantura Jawa Tengah dilanda banjir di sepanjang akhir 2022 hingga 2023. Banjir juga mencapai sebagian pedalaman akibat tambang, deforestasi, dan infrastruktur di sekitar Pegunungan Kendeng.
Laporan bertajuk Investigasi Banjir Jawa Tengah Akhir 2022 – Awal 2023: Pemerintah ‘Hanya Lihat-Lihat’ ini menyebutkan wilayah banjir meliputi Brebes, Tegal, Pemalang, Batang, Pekalongan, Kendal, Kota Semarang, Demak, dan Kudus.
Investigasi Koalisi MDS sendiri dilakukan oleh 13 peneliti, yakni Eka Handriana, Bagas Kurniawan, Risal Ubaidillah, Bagas Yusuf Kausan, Iqbal Alma, Ghosan Altofani, Bosman Batubara, Masnuah, Cornel Gea, Arip Syamsuddin, Fajar M Andhika, Nurlaely Yuniati, dan Mila Karmilah.
“Kami melakukan dokumentasi banjir yang kritis, bukan menyeluruh. Terbanyak dan terparah, baik rob dan banjir, disebabkan kerusakan wilayah hulu das dan curah hujan tinggi,” ucap Iqbal Alma dalam jumpa pers pada Senin (30/1/2022).
Para peneliti menyebutkan menjelang akhir tahun 2022, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) maritim Semarang, sudah memperingatkan bahaya cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir rob. Badai tropis Ellie, muson aktif, dan fase pasang tinggi, menghasilkan bencana hidrologi.
Selain kondisi cuaca, perubahan lahan dan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) membuat banjir kian parah. Banjir tak kunjung surut sehingga seluruh wilayah bencana terendam selama berhari-hari.
Mereka menyebutkan pemerintah hanya mempersiapkan beberapa program penanggulangan seperti pengerukan sungai hingga penambahan pompa air.
“Pendekatan yang dilakukan hanya pendekatan infrastruktur, seperti pengerukan sungai dan membangun saluran air. Ini tidak mengatasi sumber masalah,” ucap Ikatan Ahli Perencanaan Jateng, Arif Gandapurnama, yang menjadi penanggap atas investigasi ini.
Riset tersebut menyebutkan banjir menjadi bencana rutin di kawasan Simpang Lima, Semarang. Penyebab banjir bukan hanya karena drainase buruk, melainkan dampak alih fungsi lahan. Kawasan resapan diubah menjadi bangunan.
“Perubahan DAS juga mengalami kerusakan yang sama,” tulis investigasi itu.
Selain itu peneliti meragukan adanya kontrol terhadap tanggul di pantai Marina yang melindungi kawasan pesisir Semarang dari rob. Sehingga pada akhir Desember lalu jebol.
Tambang di Pegunungan Kendeng Pembawa Bencana
Pembukaan pertambangan di kawasan Pegunungan Kendeng, Pati, turut menjadi penyebab banjir pada akhir tahun 2022. Sebelumnya pada Juli 2022 banjir juga berdampak terhadap masyarakat di sekitar Pegunungan Kendeng. Sebelumnya lagi, di 2021 daerah ini juga mengalami intensitas banjir yang tidak jauh berbeda.
Banjir ini ditengarai mulai terjadi sekitar 2010, yakni ketika banyak pertambangan di Kawasan Pegunungan Kendeng baik yang dilakukan oleh korporasi besar maupun kecil; berizin maupun tidak. Jumlahnya dari tahun ke tahun tidak menunjukkan penurunan.
Beberapa daerah di pedalaman sekitar pun terimbas banjir seperti Grobogan, Pati, dan Kudus.
Selain itu kawasan Pegunungan Kendeng yang gundul akibat alih fungsi lahan yang masif. Pertambangan ini selain berkontribusi terhadap banjir jika musim hujan seperti saat ini, juga berkontribusi terhadap permasalahan lain.
“Berdasar penelusuran kami di Dinas ESDM, setidaknya ada sekitar 30 IUP di Pati Selatan, ini konteksnya di Kendeng,” ucap salah satu peneliti, Arip Syamsuddin.
Terpisah, pada Jumat lalu (27/1/2022), Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) untuk merespon bencana banjir yang terjadi di wilayah Kendeng Utara beberapa bulan terakhir. Banjir yang terjadi sejak November 2022 ini berdampak luas kepada masyarakat di wilayah Pati, Kudus dan Demak utamanya bagi warga yang berprofesi sebagai petani. Selain merusak sumber penghasilan para petani, banjir juga sempat memutus akses jalan alternatif Pati-Kudus di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati.
Kondisi Pegunungan Kendeng Utara yang dibiarkan gundul selama puluhan tahun ditengarai menjadi penyebab banjir makin parah dari waktu ke waktu, termasuk maraknya aktivitas penambangan batugamping di wilayah pegunungan kapur purba tersebut.