Orangutan Astuti Pulang ke Tempat Asalnya

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Rabu, 01 Februari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio) bernama Astuti akhirnya pulang ke tempat asalnya. Orangutan betina berusia sekitar 2 tahun tersebut dipulangkan dari Gorontalo ke Kalimantan Timur, pada 25 Januari 2023 kemarin. Pemulangan Astuti menghabiskan waktu sekitar 31 jam, melalui perjalanan darat dan udara.

Orangutan Astuti merupakan korban perdagangan liar satwa liar antarpulau dan bahkan antarnegara. Bayi orangutan ini disita dari pelaku penyelundup satwa liar oleh Polisi Sektor Boalemo, Gorontalo, saat melakukan razia acak, Mei 2022 lalu.

Astuti diamankan bersama 58 individu satwa lainnya, termasuk jenis owa kalimantan (Hylobates albibarbis), lutung budeng (Trachypithecus auratus), biawak (Varanus salvator), dan kura-kura. Pelaku penyelundupan saat ini telah divonis pidana penjara dan denda.

“Para pelaku yang tertangkap sudah dijatuhi hukuman, masing-masing pidana penjara 5 bulan dan denda Rp15 juta,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara, Askhari Masiki di Balikpapan, Rabu (25/1/2023), dikutip dari x.

Orangutan Astuti pulang ke tempat asalnya, setelah sempat jadi korban selundupan./Foto: KLHK

Menurut Askhari, seandainya tidak diamankan di Gorontalo, ada kemungkinan orangutan Astuti akan dijual ke Filipina. Di Filipina, kata dia, anak orangutan seperti Astuti ini, akan dipelihara layaknya hewan peliharaan seperti anjing atau kucing. Ada anggapan, memelihara hewan eksotis memberi derajat sosial tersendiri bagi pemiliknya.

"Dari tes DNA kita tahu Astuti adalah morio. Pongo pygmaeus morio, orangutan kalimantan timur," kata Askari.

Kepala BKSDA Kalimantan Timur M. Ari Wibawanto bilang, sesuai dengan Surat Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, Ditjen KSDAE Nomor: S.886/KKHSG/AJ/KSA.2/12/2022 tertanggal 5 Desember 2022 Perihal Tindak Lanjut Putusan Perkara Penyelundupan Satwa Liar di Pengadilan Negeri Tilamuta Provinsi Gorontalo dan Rekomendasi Translokasi, orangutan Astuti akan dititiprawatkan oleh Balai KSDA Kalimantan Timur ke Pusat Rehabilitasi Orangutan yang dikelola bersama Centre for Orangutan Protection (COP) di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.

"Proses karantina akan dilakukan bagi orangutan bersangkutan, ketika semua hasil baik dan sehat maka akan menjalani serangkaian program rehabilitasi termasuk program sekolah hutan bersama orangutan yang menjalani rehabilitasi. Setelah semua tahapan rehabilitasi dilalui maka orangutan Astuti akan dilepasliarkan kembali ke habitatnya,” katanya.

Terpisah, peneliti Spesies Yayasan Auriga Nusantara Riszki Is Hardianto mengatakan, kejahatan perdagangan ilegal orangutan di Indonesia terbilang tinggi. Berdasarkan catatan Yayasan Auriga Nusantara, setidaknya ada 9 perkara kejahatan perdagangan orangutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Kasus perdagangan orangutan ini terjadi pada 2013 (1 perkara), 2017 (2 perkara), 2018 (4 perkara) dan 2022 (2 perkara).

Data peredaran orangutan hasil analisis Yayasan Auriga Nusantara menunjukkan, sejak 1975 hingga 2019 terdapat sekitar 1.287 individu orangutan yang beredar di lebih dari 60 negara dalam keadaan hidup. Data menunjukkan, Jerman merupakan negara pengekspor terbesar orangutan dan Cina menjadi pengimpor terbesar.

Riszki menyebutkan, ada 140 individu orangutan yang dipulangkan ke Indonesia dari sekitar 10 negara lain. Pemulangan 140 individu orangutan ini sebagian besar dalam rangka penegakan hukum dan reintroduksi.

Peredaran orangutan di berbagai penjuru dunia ini dilakukan dengan berbagai tujuan. Seperti untuk kebun binatang, pertunjukan sirkus, perkembangbiakan di penangkaran atau perbanyakan buatan, komersial, pendidikan, penelitian dan lain-lain.

"Dari jumlah tersebut, orangutan yang beredar untuk tujuan pertunjukan sirkus sebanyak 210 individu. Sedangkan yang untuk tujuan komersial sebanyak 82 individu," kata Riszki, Senin (30/12/2023).

Orangutan Astuti bukan satu-satunya korban perdagangan ilegal satwa liar dilindungi. Akhir Mei 2022 lalu, orangutan jantan muda berusia sekitar 3 tahun bernama Kaka juga dipulangkan ke habitatnya di Aceh, dari Bogor, Jawa Barat. Kaka sebelumnya sempat menjadi satwa peliharaan warga yang "diserahkan" kepada BKSDA Jawa Barat.

Berdasarkan hasil pemeriksanaan sample darah di Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, Kaka diketahui merupakan orangutan yang berasal dari Aceh bagian utara. Sayangnya kasus orangutan Kaka ini selesai begitu saja. Tak ada tindakan hukum kepada pelaku, atau upaya serius membongkar jaringan peredaran orangutan ilegal.

Orangutan Astuti, Kaka dan orangutan lainnya di Indonesia berstatus dilindungi. Perlindungannya diamanatkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Perlindungan orangutan jua ditegaskan kembali melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. P.160 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.

Di dunia internasional, orangutan telah masuk dalam kategori Kritis (Critically Endangered) oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) karena populasinya di alam semakin berkurang, sebagai akibat dari perburuan, perdagangan, deforestasi dan konflik dengan manusia. Selain itu Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) memasukkan orangutan dalam Appendix I, yaitu dilarang untuk diperjualbelikan dalam bentuk apapun.