Hari Lahan Basah Sedunia: Gambut Indonesia Rentan Terbakar

Penulis : Aryo Bhawono

Gambut

Kamis, 02 Februari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Hari Lahan Basah Internasional jatuh pada Rabu lalu (2/2/2023). Namun ekosistem gambut, bagian dari lahan basah, di tanah air rentan kekeringan dan terbakar. 

Pantau Gambut menyebutkan kerentanan ini justru diakibatkan oleh ketidakseriusan regulasi dan evaluasi pemerintah dan pemberi dana pada korporasi ekstraktif yang berisiko merusak ekosistem ini. Regulasi, seperti Peraturan Menteri LHK No. 10 Tahun 2019, malah tumpang tindih pada upaya pelestarian ekosistem gambut karena pelonggaran izin konsesi di kubah gambut. Kubah gambut seharusnya tidak boleh diekstraksi sama sekali. 

Kontradiksi regulasi juga terlihat pada UU Cipta Kerja (Omnibus Law), dimana konsesi yang beroperasi di kawasan hutan secara ilegal mendapatkan ‘pemutihan’. Upaya penegakan hukum dalam perlindungan hutan dan ekosistem gambut pun justru direduksi melalui regulasi yang dibuat oleh pemerintah sendiri. 

Laporan Pantau Gambut menyebutkan regulasi yang plin plan tersebut terbukti pada kegiatan industri ekstraktif yang tidak hanya dilakukan pada area Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut seluas 5,2 juta hektare. Tetapi juga terjadi di area Fungsi Lindung Ekosistem Gambut, dimana pemerintah meregulasi bahwa area tersebut dilarang untuk diekstraksi dan harus dikonservasi. 

Petugas pemadam kebakaran melakukan proses pendinginan lahan gambut yang terbakar di Desa Natai Baru, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (2/1/2023) kemarin./Foto: Antara Foto/Ario Tanoto/wsj.

Dampaknya pun terlihat pada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di area konsesi tanaman industri ekstraktif seluas 1,02 juta hektare. 

Sayangnya, regulasi yang ada membuat pergerakan pemerintah hanya dilakukan saat kebakaran sudah terjadi. Tidak ada upaya tanggap darurat, pencegahan, ataupun evaluasi pada konsesi yang pernah terbakar yang benar-benar dilakukan. 

Tidak berhenti pada permasalahan dari pemerintah, pendanaan yang diberikan oleh korporasi ekstraktif juga menjadi faktor pendorong kemunculan masalah pada pengelolaan ekosistem gambut. 

Analisis Pantau Gambut menyebutkan Bank BRI−sebagai bank BUMN−menyalurkan USD 4.2 Miliar untuk membiayai 15 grup perusahaan sawit, bubur kertas, dan kertas yang berisiko melanggar komitmen untuk mengelola ekosistem gambut secara lestari. 

Pelanggaran komitmen perlindungan gambut yang ditemukan sebagian besar meliputi pemanfaatan area lindung gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter untuk tanaman ekstraktif, tidak adanya upaya pemulihan gambut paska terbakar, dan pemanfaatan area bekas terbakar untuk tanaman ekstraktif. 

Tidak ada lagi lahan gambut yang disalahgunakan dan sejatinya harus dikembalikan menjadi basah! 

Koordinator Nasional Pantau Gambut, Iola Abas menegaskan jika penegakan hukum dan izin konsesi tidak segera dievaluasi, bukan tidak mungkin kebakaran dan banjir besar dapat kembali terjadi. 

“Pemerintah tidak lagi bisa berlindung pada curah hujan yang tinggi pada tahun 2023 karena BMKG memprediksi tahun ini akan menjadi tahun yang lebih kering dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ucap dia.