Pemberian HGU 95 Tahun di IKN Dinilai Langgar UUPA

Penulis : Aryo Bhawono

Agraria

Jumat, 10 Maret 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pemberian jangka waktu HGU di IKN selama 95 tahun dianggap melanggar UU Pokok Agraria. Aturan ini bakal kian memperlebar kesenjangan kepemilikan tanah dan dan memicu konflik agraria. 

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di IKN pada 6 Maret 2023. Pasal 18 peraturan ini memberikan HGU selama 95 tahun melalui 1 siklus pertama dengan tahapan:

  1. pemberian hak, paling lama 35 tahun
  2. perpanjangan hak, paling lama 25 tahun
  3. pembaruan hak, paling lama 35 tahun

"HGU yang diberikan untuk 1 siklus pertama dengan jangka waktu paling lama 95 tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam keputusan pemberian hak dan dicatat dalam sertipikat HGU," bunyi Pasal 18 ayat 2.

Pasal 18 ayat 3 menjelaskan mekanisme perpanjangan dan pembaruan HGU diberikan sekaligus setelah 5 tahun HGU digunakan dan/atau dimanfaatkan secara efektif sesuai dengan tujuan pemberian haknya.

Aksi penolakan masyarakat terhadap megaproyek ibu kota negara (IKN) baru di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Aksi dilakukan di depan plang PT ITCHI Hutani Manunggal, yang termasuk dalam lokasi IKN. Perusahaan hutan tanaman industri ini dimiliki oleh konglomerat Sukanto Tanoto. Foto: #BersihkanIndonesia

Pasal 18 ayat 4 mengatur tenggang waktu 10 tahun sebelum HGU siklus pertama berakhir, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan pemberian kembali HGU untuk 1 siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun sesuai dengan perjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).

Pasal 17 ayat 2 sendiri menyebutkan alokasi bagian tanah Hak Pengelolaan (HPL) kepada pelaku usaha dilakukan dalam bentuk perjanjian antara Otorita lbu Kota Nusantara dengan pelaku usaha.

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, menyebutkan pemberian HGU selama 95 tahun dalam satu siklus ini menyalahi UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pada perundangan itu tidak dikenal pemberian HGU dalam satu siklus. 

Pasal 30 UUPA menyebutkan HGU diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang selama 35 tahun, kemudian 25 tahun. Pasal 31 menyebutkan tiap perpanjangan ini diajukan sebelum masa HGU habis dengan memperhatikan syarat-syarat perpanjangan 

“Harusnya ada pembaruan hak, dua tahun sebelum berakhir dan ada pengajuan perpanjangan. Pemerintah mengecek lagi soal itikad baik, tidak ditelantarkan, dan tidak terjadi perusakan kesuburan tanah,” ucap Dewi. 

Kewenangan yang diberikan kepada Otorita IKN sendiri terlalu berlebihan. Mereka memiliki hak untuk melakukan kerjasama di atas Hak Pengelolaan atas lahan. Padahal kewenangan ini seharusnya dimiliki oleh negara. 

Tak hanya jangka waktu HGU saja yang menjadi persoalan melainkan juga Hak Guna Bangunan (HGB). Jangka waktu HGB mencapai 80 tahun dalam satu siklus sedangkan UUPA mengatur HGB paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. 

Ia khawatir peraturan ini justru memperparah pengelolaan dan konflik tanah di kawasan IKN. Karena selama ini banyak tumpang tindih antara konsesi, masyarakat adat, dan pemukiman belum dipulihkan. 

“Sementara pemerintah malah memberikan privilege kepada investor, maka jurang kesenjangan kepemilikan tanah akan semakin lebar dan berisiko menimbulkan konflik,” jelasnya. 

Dewi mengingatkan pada 2019 KPA pernah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang terkait pemberian keistimewaan bagi investasi melalui durasi HGU/HGB yang lebih lama. Kala itu  MK menyatakan pemberian keistimewaan ini bertentangan dengan konstitusi.