WHO: 130 Ribu Jiwa di Ambang Kematian Akibat Kelaparan di Afrika

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Rabu, 15 Maret 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan negara-negara yang terletak di Tanduk Afrika sedang dalam ambang kematian akibat bencana kelaparan. Jumlahnya mencapai 130.000 jiwa, termasuk anak-anak dan perempuan. 

Dalam data termutakhirnya, WHO mencatat sekitar 48 juta jiwa di Tanduk Afrika, termasuk Republik Jibuti, Etiopia, Kenya, Somalia, Sudan Selatan, Sudan, dan Uganda, tengah menghadapi krisis ketahanan pangan. Artinya, setiap rumah tangga tidak memiliki bahan makanan di dapur maupun aset dan uang untuk membeli makanan. 

Dari 48 juta jiwa tersebut, sebanyak enam juta menghadapi level darurat ketahanan pangan, dan 129.000 berada di tingkat terburuk, yakni katastrofi. 

“Mereka tengah mengalami kelaparan dan di ambang kematian,” kata Liesbeth Aelbrecht, manajer insiden WHO untuk krisis kesehatan di Tanduk Besar Afrika, dalam keterangan di laman resmi PBB, Jumat (10/3). 

Warga mengantri bak air terisi di Hula Hula Springs, Marsabit County, Kenya. Mata air ini satu-satunya sumber air bagi seluruh komunitas di tengah kekeringan di Marsabit. Dok WHO/Billy Miaron

Dari 129.000 jiwa yang mengalami kelaparan terburuk, sebanyak 96.000 berada di Somalia dan 33.000 di Sudan Selatan. Aelbrecht mengatakan kelaparan di berbagai wilayah itu turut didorong oleh cuaca ekstrem seperti kekeringan dan banjir. 

“Sebagian besar wilayah sedang mengalami kekeringan terparah dalam setidaknya 40 tahun terakhir. Tempat lainnya dilanda banjir, yang berdampak pada meluasnya kelaparan,” kelas Aelbrecht. 

“Kami juga melihat lonjakan wabah penyakit dan jumlah anak kurang gizi tertinggi dalam beberapa tahun terakhir,” tambahnya. 

WHO memperkirakan, sekitar 11.9 juta anak usia balita di Tanduk Besar Afrika kemungkinan akan menghadapi kekurangan gizi akut tahun ini. Wilayah ini juga tengah menghadapi wabah campak, kolera, malaria, demam berdarah, hepatitis E, dan meningitis. 

"Jumlah wabah penyakit yang dilaporkan di Tanduk Besar Afrika telah mencapai tingkat tertinggi abad ini, dengan sistem kesehatan di sebagian besar dari tujuh negara kesulitan untuk mengatasinya," kata Aelbrecht.

Menurut Aelbrecht, seluruh negara di Tanduk Besar Afrika mengalami campak, yang merupakan penyakit mematikan. Dia menambahkan, orang yang mengalami malnutrisi lebih rentan terhadap penyakit dibandingkan dengan orang yang mendapatkan nutrisi dari makanan yang cukup.

Dia mengatakan frekuensi penyakit ini dapat dikaitkan langsung dengan peristiwa iklim ekstrem.

Kawasan ini merupakan salah satu wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim, dengan krisis yang semakin sering dan intens.

Lima musim hujan yang gagal berturut-turut telah menyebabkan kematian jutaan ternak, kerusakan tanaman, dan memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka untuk mencari air dan makanan di tempat lain.

"Dengan perubahan iklim yang sekarang menjadi kenyataan, kita harus bersiap menghadapi keadaan darurat seperti itu yang terjadi dengan frekuensi yang semakin meningkat," kata Aelbrecht.

“Untuk saat ini, diperlukan sumber daya untuk mencegah penyakit dan kematian yang meluas,” katanya. Dia menambahkan WHO telah mengajukan dana sebesar $178 juta untuk tahun 2023.