Intimidasi Petani Kian Marak setelah Penangguhan Pasokan Sawit
Penulis : Aryo Bhawono
Sawit
Senin, 20 Maret 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Intimidasi terhadap petani sawit di Morowali Utara kian marak pasca perusahaan internasional menangguhkan pasokan sawit dari Astra Agro Lestari (AAL). Para petani harus berhadapan dengan aparat bersenjata ketika memasuki kebun mereka yang menjadi sengketa dengan PT Nusa Abadi (PT ANA), anak perusahaan AAL.
Setidaknya ada delapan perusahaan internasional yang menangguhkan pasokan sawit dari AAL, yakni PepsiCo, FrieslandCampina, L’Oréal, Nestle, Hershey’s, Procter & Gamble, Colgate-Palmolive, dan Danone. Penghentian pasokan ini lantaran AAL Lestari melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dengan melakukan perampasan tanah dan kriminalisasi kepada masyarakat petani di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat serta kerusakan ekologis.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah mencatat sebanyak 10 masyarakat telah dikriminalisasi dengan motif yang relatif sama, yaitu tuduhan mencuri buah sawit, pendudukan lahan tanpa izin dan pengancaman.
Namun pasca penangguhan ini, alih-alih menunjukan tindakan perbaikan, AAL justru memperketat penjagaan di lapangan. Salah satu petani di Morowali Utara, Ambo Enre, menyampaikan bahwa beberapa hari terakhir, puluhan personil brimob bersenjata lengkap menjaga kawasan yang dikuasai oleh PT ANA.
“Saya dan petani lainnya didatangi brimob bersenjata lengkap, mereka melarang kami beraktivitas, karena mereka bilang kawasan itu milik perusahaan. Tidak ada tindakan perbaikan dari Astra Agro Lestari, justru intimidasi semakin masif mereka lakukan” kata Ambo.
Ambo juga menambahkan bahwa saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah tindakan tegas dari pemerintah.
“Mau minta cabut izin, izin apa yang mau dicabut, PT ANA kan tidak punya izin. Pemerintah seharusnya langsung ambil alih kawasan tersebut, lalu segera kembalikan tanah milik petani dan kami juga mau bebaskan kawan kami Gusman dan Sudirman, serta berhenti mengkriminalisasi dan mengintimidasi masyarakat,” imbuhnya.
Dua petani, Gusman dan Sudirman, sendiri ditahan setelah pengadilan menyatakan bahwa mereka terbukti bersalah mencuri buah sawit milik PT ANA. Salah satu kuasa hukum keduanya, Yansen Kudimang, menyatakan persidangan kliennya janggal.
“Yang menjadi dasar penuntut umum adalah izin lokasi dan izin usaha perkebunan, dua dasar ini berkaitan dengan tanah, namun dalam putusan hakim menyatakan ini sebagai pidana murni. Tidak diuraikan persoalan tanah nya, di mana PT ANA beroperasi tanpa HGU di atas tanah milik Gusman dan Sudirman yang telah dikelola sejak sebelum PT ANA ada di sana” jelas Yansen.
Direktur Walhi Sulawesi Tengah, Sunardi Katili, mengatakan penyelesaian kompleksnya konflik agraria ini merupakan tanggung jawab negara. Tiga kementerian yaitu KLHK, ATR/BPN, dan Kementerian Pertanian dan Perkebunan, kata dia, bertanggung jawab atas konflik masyarakat dengan PT Agro Nusa Abadi, PT Mamuang, dan PT Lestari Tani Teladan.
“Pendampingan Walhi tidak akan berhenti pada penangguhan delapan perusahaan internasional, melainkan hingga hak-hak masyarakat kembali, yaitu tanah dan hak untuk mendapatkan hidup yang aman dan baik,” tegasnya..
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, menyatakan bahwa apa yang dilakukan Astra Agro Lestari ini merupakan potret industri sawit di Indonesia yang masih dipenuhi cerita konflik, pelanggaran HAM, serta pengrusakan lingkungan dan hutan. Berhentinya perusahaan-perusahaan internasional membeli sawit dari perusahaan Indonesia harusnya mendorong pemerintah memperbaiki tata kelola sawit.
Pemerintah harus berhenti menerbitkan izin baru perkebunan sawit skala besar, sembari melakukan perbaikan tata kelola dengan melakukan evaluasi izin, penyelesaian konflik, dan penegakan hukum atas perusahaan yang melakukan pelanggaran dan kejahatan.
“Harus ada terobosan baru dengan memberlakukan skema blacklist bagi perusahaan maupun penerima manfaat dari perusahaan yang selama ini melakukan pelanggaran dan kejahatan” tambah Uli.