Kematian Paus Sperma di Bali Diduga karena Sakit

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Senin, 10 April 2023

Editor : Redaksi Betahita

BETAHITA.ID - Balai Pengelola Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar menyebut kematian dua paus sperma (Physeter macrocephalus), yang jasadnya terdampar di wilayah Bali beberapa waktu belakangan, diduga kuat karena sakit. Dugaan tersebut berdasarkan hasil nekropsi atau bedah bangkai yang dilakukan.

Kepala BPSPL Denpasar, Permana Yudiarso, mengatakan, terdapat tiga kasus paus mati terdampar di wilayah Bali dalam waktu 31 Maret 2023 hingga 9 April 2023. Tiga paus tersebut yakni paus bryde atau paus edeni (Balaenoptera brydei) di Pantai Batu Lumbang, Kabupaten Tabanan pada Sabtu (1/4/2023), paus sperma di Pantai Yeh Malet, Kabupaten Karangasem, Rabu (5/4/2023), dan paus sperma di Pantai Yeh Leh, Kabupaten Jembrana, Sabtu (8/4/2023).

Dari tiga paus tersebut, dua di antaranya telah dilakukan nekropsi. Namun Yudiarso tidak menyebutkan paus yang mana saja yang telah dilakukan nekropsi.

Bila dilihat dari kondisi jasad paus yang terdampar, besar kemungkinan nekropsi dilakukan pada dua jasad dua paus sperma yang terdampar di Kabupaten Karangasem dan Jembrana. Sebab jasad paus bryde yang terdampar di Tabanan kondisinya sudah rusak membusuk.

Dokter hewan melakukan nekropsi bangkai Paus Sperma (Physeter macrocephalus) yang terdampar di Pantai Yeh Leh, Jembrana, Bali, Minggu (9/4/2023). Foto: Antara Foto/Nyoman Hendra Wibowo/nz

"Yang satu kami tidak lakukan karena itu sudah busuk saat kami temukan di Tabanan. Dua yang kami nekropsi itu indikasinya sakit," terang Yudiarso, Minggu (9/4/2023), dikutip dari Antara.

Meski Yudiarso menyebut kematian paus-paus itu karena sakit, namun dirinya belum dapat memastikan secara jelas penyakit yang menimpa mamalia laut tersebut. Menurut Yudiarso, saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah bekerja sama dengan dokter hewan dan ahli forensik dari Universitas Arilangga Surabaya untuk mencari kejelasan secara pasti penyakit yang mengakibatkan tiga paus tersebut mati terdampar di wilayah Bali

"Sakit apa, ini sementara didalami oleh dokter ahli hewan dan akan dilakukan uji laboratorium."

Secara teknis, lanjut Yudiarso, KKP akan mempublikasikan hasil penelitian penyebab kematian dua paus yang sudah dinekropsi. Yudiarso mengungkapkan, dalam penelitian yang dipelajari, ada beberapa beberapa hal yang bisa menjadi penyebab kematian paus, yakni kebisingan suara di laut, perubahan cuaca ekstrim, perubahan kontur laut dan arus, serta bencana alam.

Dengan adanya fenomena kematian paus ini, kata Yudiarso, pihaknya menaruh perhatian lebih terhadap kesehatan laut Indonesia. Menurut Yudiarso, ada sesuatu yang memengaruhi kesehatan laut, walaupun secara teknis paus biasanya bermigrasi ke mana pun untuk menjadi bahan evaluasi.

Yudiarso menyebutkan, dalam pengamatan KKP, fenomena kematian mamalia laut tersebut telah terjadi selama 19 kali di wilayah BPSPL Denpasar, yang membawahi empat provinsi. Sedangkan di 2022, ia menghitung ada 9 kasus kejadian serupa di wilayah Provinsi Bali.

"Dari akhir Maret sampai awal April ini total ada 19 kejadian. 4 di Bali, satu di Jawa Timur di Sumenep, sisanya beberapa kejadian di NTT," katanya.

Setelah dilakukan beberapa pemeriksaan akan adanya polusi suara seismik di dalam perairan, pihaknya tidak menemukan adanya fenomena seperti itu di selatan wilayah Samudera Hindia yang menjadi wilayah kerja BPSPL Denpasar. Meski begitu, ada indikasi karena adanya pencemaran lingkungan wilayah perairan, khususnya karena sampah.

"Ada memang indikasi ke sana (sampah laut). Tetapi, pastinya kami masih dalami dan mencatat ada hal seperti itu. Plastik ini kan jadi momoknya kita, Indonesia penyumbang sampah plastik. Kita memang tidak tahu puasnya makan plastik di perairan kita, atau di mana belum tahu, tetapi dengan adanya fakta bahwa pausnya mati di wilayah kita, itu kan jadi pertanyaan."