Jatam Ingatkan Jejak Kotor PT TBP di Pulau Obi

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Rabu, 12 April 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Jatam ingatkan calon investor PT Trimegah Bangun Persada (PT TBP) soal jejak kotor perusahaan itu. Penanaman investasi melalui IPO terhadap perusahaan itu mereka khawatirkan kian memperburuk kondisi lingkungan di Pulau Obi.

Masa Penjatahan, Distribusi Saham Secara Elektronik, dan Pencatatan Pada BEI Saham PT TBP akan berlangsung mulai Rabu hingga Jumat (12-14/4/2023). Perusahaan itu menargetkan, selaku emiten, mengharapkan pemasukan dana segar sekitar lebih dari 15 triliun rupiah.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengingatkan kepada calon investor mengenai jejak kotor PT TBP seperti yang mereka tuliskan dalam laporan Jejak Kotor Kendaraan Listrik – Jejak Kejahatan Lingkungan dan Kemanusiaan di Balik Gurita Bisnis Harita Group

Kepala Divisi Hukum Jatam, Muhammad Jamil, menyebutkan laporan ini menjadi bagian tanggung jawab masyarakat sebagai watchdog bagi operasi PT TBP di Pulau Obi dan di sepanjang rantai pasokan bahan yang dikelolanya. Laporan itupun mendokumentasikan aktivitas yang berimbas pada perusakan lingkungan dan mengganggu kehidupan sehari-hari warga masyarakat.

ilustrasi smelter tembaga. (Britannica)

“Dan yang dalam tahapan operasi PTTBP selanjutnya memerlukan pemantauan ketat termasuk keharusan melakukan tindakan koreksi setiap saat,” ucap Jamil melalui rilis pers. 

Pertama, kendaraan listrik dan baterai sebagai syarat operasinya, diproduksi dengan proses pertambangan dan pengolahan bahan tambang yang sangat kotor, dengan sumber energi primer paling kotor untuk daya listriknya yaitu batubara.

Kedua, laporan itu memperingatkan dan mempertanyakan ongkos sosial dan kerusakan ekologis dari pertambangan dan pengolahan nikel sebagai mineral bahan baterai dan produk-antara dalam produksi baja tahan karat.

Ketiga, informasi perhitungan dan estimasi pendapatan ekstraksi nikel dan produksi bahan-bahan produk antara, termasuk juga pernyataan yang bersifat harapan (forward looking statements) tentang prospek operasi PTTBP di Pulau Obi berbanding terbalik dengan informasi tentang kerusakan dan kekerasan di sepanjang proses investasi.

Operasi penambangan dan pengolahan Nikel di Pulau Obi, sebuah pulau kecil yang selama ini bergantung pada kelestarian alam. Operasi industrial raksasa itu membutuhkan air dalam jumlah raksasa pula. Laporan salah satu perusahaan kunci yang terafiliasi dengan PTTBP, PT Halmahera Persada Lygend, di 2021 mengemukakan bahwa di Kwartal keempat 2021 operasi perusahaan telah mengkonsumsi air permukaan sebesar 2997,39 juta liter, sementara pada periode yang sama, produksi limbah berbahaya telah mencapai 882986 ton.

Aktivitas produksi PT TBP memberikan dampak ekotoksikologi dan bahaya bagi manusia. Proses HPAL (High Pressure Acid Leach) menghasilkan limbah dengan jumlah volume raksasa, berupa bubur dengan 10 persennya berupa padatan, dan 90 persennya berupa cairan atau slurry. 

Pada sebuah webinar di tahun 2020, Presiden Direktur PT Budi Jaya Mineral, Tony Hasudungan Gultom mengemukakan bahwa opsi pembuangan limbah ke laut adalah cara paling efisien, karena volume limbah yang sangat besar. Pengolahan Bijih nikel Limonite sebanyak 8.3 juta WMT/Tahun untuk menghasilkan 247.000 ton Nikel Sulfat dan 32.000 Ton Cobalt Sulfat akan menghasilkan 66.335.000 Ton Tailing Slurry per tahun. Dalam jangka waktu 20 tahun, akumulasi slurry akan berjumlah 1.326.700.000 Ton.

PT TBP sendiri bukan entitas entitas tunggal. IPO PTTBP dijamin oleh empat entitas pasar keuangan raksasa yang bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek, BNP Paribas, Citigroup Sekuritas Indonesia, Credit Suisse, dan Mandiri Sekuritas. Emisi efek dijamin oleh PT DBS Vickers Sekuritas Indonesia, PT OCBC Sekuritas Indonesia, dan PT UOB Kay Hian Sekuritas. 

Proses untuk memperoleh keamanan tenurial dari operasi di kawasan industri Pulau Obi sendiri praktis melibatkan kementerian dan badan-badan resmi di Jakarta maupun di pengurus Provinsi. Begitu pula, informasi rinci tentang prospek ekonomi dari investasi melibatkan setidaknya satu perusahaan konsultan asing dalam bidang pertambangan dan energi dari Australia.

Kehadiran investasi raksasa di belakang PT TBP ini bagian dari hilirisasi produksi nikel, dengan pembongkaran habis-habisan wilayah kepulauan di Indonesia Timur, transisi industri energi yang tengah berebut akses ke wilayah-wilayah ekstraksi nikel kobalt dan lithium. Kepentingan tersebut berkelindan dengan kepentingan politik berbagai pelaku politik elektoral di Indonesia. Tidak satupun dari seluruh kepentingan tersebut yang punya urusan dengan memelihara kualitas kehidupan warga negara Indonesia terutama di situs-situs terdepan seperti, tetapi bukan hanya, di Pulau Obi. 

“Penting bagi rakyat, warga negara Indonesia biasa, untuk terus memperingatkan pihak-pihak yang beroperasi sesuka hati dengan semua kelengkapan alas hukum yang bisa diperoleh, bahwa privatisasi kekayaan dari industri yang mengaku ‘demi kepentingan umum’ bertumpu sepenuhnya pada prinsip pengalihan beban-beban risiko, sosialisasi risiko bencana dan derita, pada warga pulau Obi dan warga kepulauan yang ikut terkena dampaknya,” jelas Jamil. 

Sebelumnya, PT TBP menyanggah laporan dampak kerusakan lingkungan dan sosial di Pulau Obi. Dikutip dari Antara, Corporate Affairs Manager Harita Nickel, Anie Rahmi, menyebutkan sistem sistem operasional penambangan PT TBP, yang merupakan unit bisnis Harita Nickel, mengedepankan praktek penambangan terbaik dengan mengacu pada KEPMEN ESDM No 1827 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah teknik Pertambangan yang Baik dan benar.

Semua tahapan mulai pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk, pemindahan tanah penutup, pengambilan bijih limonit untuk diolah pabrik HPAL dengan teknologi hidrometalurgi. Pengambilan bijih saprolit untuk diolah dengan teknologi pirometalurgi, penutupan lubang tambang hingga reklamasi serta revegetasi dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pertambangan.

Seluruh area Harita Nickel di Pulau Obi saat ini berada dalam Kawasan Hutan, baik Hutan Produksi (HP) maupun Hutan Produksi Konversi (HPK). Perusahaannya telah memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Masyarakat yang telah menggarap, diberikan tali asih untuk lahan juga ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) sesuai dengan keputusan Pemda Kabupaten Halmahera Selatan.

“Tidak benar apa yang dituduhkan bahwa perusahaan menguasai lahan melalui tindakan represif juga intimidasi ke warga, tetapi melalui proses yang transparan dan pembayaran yang menguntungkan bagi masyarakat,” ujarnya.

Ia menganggap pencemaran karena sedimentasi ore nikel dan operasi perusahaan yang ditudingkan Jatam keliru. Tidak ada pembuangan ore nikel ke sumber air warga Kawasi yang menyebabkan sedimentasi. PT TBP menempatkan sisa hasil pengolahan nikel ke lubang bekas penambangan (Dry Stack)sesuai metode yang aman.

Sisa hasil pengolahan tidak ditempatkan di Sungai Toduku maupun Sungai Akelamo, namun di lahan bekas tambang (mine out) dalam bentuk dry tailings sesuai dengan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional (SLO) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pengelolaan limbah perusahaan juga mendapat inspeksi dan pengawasan berkala dari pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten. Instansi pemerintah terkait lingkungan hidup dan pertambangan juga melakukan inspeksi dan pengawasan baik dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten atas kegiatan pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup kami.