Tanah Papua: Hutan Terakhir Orang Moi Terancam DOB Malamoi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Masyarakat Adat
Rabu, 19 April 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Rencana pemekaran kabupaten Malamoi sebagai daerah otonom baru (DOB) di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, dinilai akan mengancam hutan dan tanah adat Suku Moi. Hal tersebut disampaikan Sem Vani Ulimpa, Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Nasional (Damannas).
Ulimpa mengatakan, saat ini masyarakat adat Suku Moi di Kabupaten Sorong sedang dibenturkan oleh oknum-oknum yang mempunyai kepentingan Pemilu 2024, dengan memanfaatkan isu pemekaran kabupaten Malamoi.
"Berbicara pemekaran itu tentang pembangunan. Bicara pembangunan itu bicara tentang tanah dan hutan. Fakta hari ini, masyarakat adat Suku Moi sedang berjuang untuk melawan berbagai perusahaan yang sedang hancurkan semuanya di atas tanah adat orang Moi," terang Ulimpa, Minggu (16/4/2023) dikutip dari Suara Papua.
"Lokasi ibu kota Papua Barat Daya saat ini masih jadi problem di tengah masyarakat adat Moi. Lantas, untuk apa paksakan DOB Malamoi? Itu semuanya tipu belaka," imbuh Ulimpa.
Ulimpa menilai, rencana DOB Malamoi yang diwacanakan "berbasis budaya dan lingkungan" hanyalah sebuah opini yang dimainkan untuk menarik simpati masyarakat adat. Sepuluh distrik, yaitu Moraid, Klaso, Sainkeduk, Makbon, Kalaili, Sayusa, Sayosa Timur, Maudus, Sunok, dan Klasafet, merupakan hutan terakhir orang Moi. Sementara itu belum terlihat jelas keseriusan Pemerintah Kabupaten Sorong melindungi masyarakat adat Suku Moi.
"Sepuluh distrik itu merupakan sebagai benteng terakhir masyarakat adat Moi. Ini hutan dan tanah adat yang tersisa bagi orang Moi. Tahun 2020 Jhoni Kamaru, Bupati Sorong, mencabut izin perusahaan yang beroperasi di daerah itu, dan sekarang kami sedang berupaya untuk pemetaan wilayah adat."
Ulimpa menyebut, di Kabupaten Sorong telah ada Peraturan Daerah (Perda) No. 10 tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi di Kabupaten Sorong, namun pemerintah belum bisa melindungi tanah, hutan adat Moi dari ancaman investasi dan pembangunan.
"Apalagi DOB yang baru disusulkan dengan wacana pembangunan berbasis budaya dan lingkungan ini. Stop tipu masyarakat adat Suku Moi," ujar Ulimpa.
Samuel Mifilit, Juru Kampanye Gerakan Selamatkan Tanah dan Hutan Malamoi menambahkan, selain ancaman kehadiran DOB yang direncanakan beribu kota di Distrik Klaso, masyarakat adat Moi di Lembah Klaso juga terancam pembangunan Bendungan Warsamson.
"Ancaman yang dihadapi masyarakat adat di Klaso bukan hanya DOB, tetapi ada rencana pembangunan bendungan Warsamson. Artinya, hutan dan tanah adat di Klaso dalam ancaman yang serius," kata Samuel.
Samuel berharap masyarakat adat Suku Moi untuk tetap konsisten menjaga tanah dan hutan adat yang tersisa untuk generasi yang akan datang.