Bahan Kimia Beracun PFAS dalam Kemasan Dapat Berakhir di Makanan

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Minggu, 23 April 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Sekelompok bahan kimia PFAS beracun yang diklaim industri aman untuk digunakan dalam kemasan makanan dinilai menimbulkan ancaman kesehatan karena dapat pecah dan berakhir pada makanan dan minuman, demikian temuan studi peer-review baru.

Subkelompok PFAS, yang disebut "fluorotelomer", telah disebut sebagai pengganti yang aman untuk senyawa PFAS generasi pertama yang sekarang sebagian besar dihentikan produksinya di Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa karena toksisitasnya yang tinggi.

Pada 2021, Guardian melaporkan bagaimana produsen bahan kimia menyembunyikan penelitian yang menunjukkan bahwa fluorotelomers mungkin juga sangat beracun. Studi baru tersebut menyoroti bagaimana senyawa tersebut dapat berpindah dari kemasan ke makanan. Para peneliti mengatakan makalah tersebut menyoroti perlunya melarang penggunaan PFAS dalam kemasan makanan.

“Penggunaan PFAS yang berkelanjutan dalam kemasan makanan harus dipertanyakan mengingat peluang pelepasan dan paparan bahan kimia,” tulis penulis studi tersebut.

Penelitian terbaru menemukan PFAs dalam mangkuk serat cetakan, yang digadang menggantikan kemasan plastik dalam industri makanan. PFAs berbahaya bagi kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit serius. Dok US Food

PFAS, atau zat per dan polifluoroalkil, adalah kelas yang terdiri dari sekitar 14.000 bahan kimia yang sering digunakan untuk membuat produk yang tahan terhadap air, noda, dan panas. Mereka disebut "bahan kimia selamanya" karena tidak terurai secara alami, dan terkait dengan kanker, masalah hati, masalah tiroid, cacat lahir, penyakit ginjal, penurunan kekebalan dan masalah kesehatan serius lainnya.

Selama beberapa dekade, bahan kimia tersebut telah ditambahkan ke pembungkus kertas, tas, piring, cangkir, dan kemasan makanan lainnya untuk mencegah minyak dan air yang akan merusak produk. Bahan kimia juga ditambahkan ke beberapa kemasan makanan plastik sebagai penghalang untuk mencegah pembusukan, dan sangat umum dalam jenis mangkuk serat cetakan yang sering dipasarkan sebagai "hijau" dan "dapat dibuat kompos".

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS pada tahun 2020 mencapai "kesepakatan sukarela" dengan beberapa produsen kemasan untuk menghentikan penggunaan 6:2 FTOH selama lima tahun. Ini adalah sebuah fluorotelomer yang biasa digunakan dalam kemasan makanan, setelah badan tersebut mengetahui bahwa produsen bahan kimia telah menyembunyikan bukti adanya toksisitas.

Miriam Diamond, rekan penulis studi dari University of Toronto, mengatakan bahwa para peneliti menduga 6:2 FTOH dan senyawa serupa tidak lagi ditambahkan ke kemasan makanan. Namun keberadaan bahan kimia tersebut mungkin merupakan produk sampingan dari penggunaan kelompok PFAS lain yang disebut "fluoropolimer". 

Industri mengklaim fluoropolimer tidak berpindah dari kemasan ke makanan karena ukurannya lebih besar dari kebanyakan PFAS lainnya. Tetapi struktur besar dapat mengandung FTOH 6:2, yang menurut Diamond dapat terlepas dari fluoropolimer setelah bahan kimia tersebut ditambahkan ke kemasan makanan.

Proses itu bisa menciptakan celah. Meskipun perusahaan mungkin tidak lagi menambahkan FTOH 6:2 ke kemasan makanan dan mematuhi penghentiannya, senyawa tersebut tampaknya masih berakhir di kemasan setelah diproduksi.

Studi tersebut memeriksa 42 buah kemasan dari restoran cepat saji populer yang menyajikan burger, burrito, salad, kentang goreng, donat, dan makanan umum lainnya, dan menemukan PFAS di sekitar setengahnya.

Para peneliti menyimpan delapan produk yang terkontaminasi PFAS di tempat yang gelap dan tertutup selama dua tahun dan menemukan penurunan kadar PFAS sebanyak 85%, yang membuktikan bahwa PFAS terlepas dari kemasan.

"Kami benar-benar kecewa," kata Diamond tentang temuan tersebut.

Diamond mencatat bahwa tingkat di mana bahan kimia terlepas dari kemasannya tinggi meskipun potongan-potongan itu disimpan dalam kondisi yang tidak berbahaya. Penelitian menunjukkan PFAS bermigrasi pada tingkat yang jauh lebih tinggi saat bersentuhan dengan makanan atau cairan yang bersifat asam atau disajikan pada suhu tinggi, dan temuan tersebut menunjukkan potensi ancaman kesehatan, tambah Diamond.

“Anda tidak memerlukan banyak pelepasan untuk meningkatkan kadar PFAS dalam makanan, atau untuk dimasukkan ke dalam rumah atau lingkungan,” katanya. "Ini menunjukkan betapa mobile bahan kimia ini."

Penelitian ini dilakukan ketika pemerintah Kanada dan negara-negara lain sedang berjuang untuk menghapus plastik sekali pakai, yang akan meningkatkan ketergantungan global pada kemasan serat cetakan “compostable” yang menurut para peneliti mengandung tingkat PFAS tertinggi. 

Namun, PFAS tidak dapat berubah menjadi kompos/terurai karena tidak terdegradasi, dan pada tahun 2020 grup pengemasan berkelanjutan utama yang mensertifikasi produk compostable menghentikan sertifikasi produk yang mengandung bahan kimia tersebut.

Penelitian menemukan tingkat di mana bahan kimia bermigrasi ke makanan dan minuman akan melebihi batas asupan harian yang ditetapkan untuk beberapa senyawa PFAS oleh pemerintah Kanada dan Uni Eropa.

Penulis penelitian menulis bahwa beralih dari plastik ke kemasan yang tercemar PFAS menimbulkan kekhawatiran baru.