Jikalahari: Environmental Defenders Versus Sukanto Tanoto

Penulis : Gilang Helindro

Pejuang Lingkungan

Senin, 08 Mei 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Jikalahari mengapresiasi Delima Silalahi yang meraih penghargaan Goldman Environmental Prize (GEP) atas upayanya melawan kejahatan yang dilakukan Royal Golden Eagle Group di tengah maraknya kejahatan yang dilakukan grup milik taipan Sukanto Tanoto tersebut.

Pada 24 April 2023, Delima Silalahi menjadi salah satu aktivis lingkungan yang meraih penghargaan GEP bersama 5 aktivis lainnya seperti Chilekwa Mumba dari Zambia, Zafer Kizikaya dari Turki, Tero Mustonen dari Finlandia, Alessandra Korap Munduruku dari Brasil dan Diane Wilson dari Amerika serikat.

Penghargaan ini dapatkan Delima karena keberhasilannya bersama komunitas masyarakat adat di Tano Batak memperjuangkan 7.213 hektar hutan adat untuk enam komunitas adat yaitu; Pandumaan Sipituhuta, Nagasaribu Onan Harbangan, Bius Huta Ginjang, Janji Maria, Simenak-henak dan Tornauli Aek Godang Adiankoting.

“Lebih 30 tahun PT Toba Pulp Lestari (TPL) telah membawa kesengsaraan dan mengakibatkan degradasi lingkungan secara massif. Selain merusak hutan, termasuk pohon kemenyan, tanaman endemik yang menjadi sumber penghidupan masyarakat adat. Penebangan hutan telah merusak sungai-sungai, mengusir satwa keluar dari habitatnya dan memaksa mereka berebut ruang hidup dengan masyarakat setempat,” kata Delima Silalahi, dalam sambutan saat menerima penghargaan GEP.

Goldman Enviromental Prize 2023; Delima Silalahi Versus Sukanto Tanoto

Perjuangan masyarakat adat Tano Batak hingga mendapat hutan adat tidak terlepas dari aksi dan protes atas kejahatan yang dilakukan PT TPL berupa merampas hutan tanah masyarakat adat, merusak hutan kemenyan hingga intimidasi, kriminalisasi dan kejahatan kemanusiaan atau pelanggaran HAM. Atas suara aksi dan protes tersebut, pada 21 Juni 2021, Menteri LHK Siti Nurbaya menerbitkan Keputusan Menteri LHK Nomor SK 352/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2021 tentang Langkah-Langkah penyelesaian permasalahan Hutan Adat dan Pencemaran Limbah Industri di Lingkungan Danau Toba yang berisi NGO, Akademisi dan KLHK. Delapan bulan kemudian, Menteri LHK Siti Nurbaya menetapkan 7.213 hektar hutan adat untuk masyarakat Tano Batak. Dari 7.213 hektar hutan adat yang diberikan, 6.333 hektar merupakan bagian dari konsesi PT TPL dan 884 hektar dari kawasan hutan.

Made Ali, Koordinator Jikalahari mengatakan, model kolaborasi ini perlu dipertahankan dan menjadi rujukan salah satu bentuk partisipasi publik selain yang selama ini ada berupa konsultasi publik, penyampaian aspirasi, rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi, seminar, lokakarya dan diskusi. 

Di tengah pengahargaan GEP yang diterima Delima, Sukanto Tanoto, pemilik PT TPL (APRIL Grup) kembali muncul ke publik.

Sukanto Tanoto baru saja membeli Tangling Shopping Center yang terletak di kawasan perbelanjaan elite Orchard Road Singapura. Mall itu dibeli seharga SGD 868 juta atau sekitar Rp 9,5 triliun pada 2022. Pembelian Mall ini kembali memunculkan isu pengemplangan pajak dan pencucian uang. Direktur Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat DJP Kementerian Keuangan Dwi Astuti menyebut, terkait hal tersebut DJP akan meneliti pelaporan atas harta Sukanto Tanoto di SPT Tahunannya. Apabila belum dilakukan pelaporan, DJP akan melakukan klarifikasi kepada wajib pajak yang bersangkutan.

Isu serupa pengemplangan pajak dan pencucian uang juga heboh pada 2020, saat Sukanto Tanoto membeli Gedung Ludwigstrasse 21 di Muenchen, Jermaan seharga Rp 6 triliun. Pembelian gedung tersebut menggunakan perusahaan cangkang yang terafiliasi dengan Royal Golden Eagle (RGE). Menurut Majalah Tempo edisi 6 Februari 2021, pembelian gedung pada 2019 ini tidak tercatat di PPATK.

Sukanto Tanoto adalah raja pengemplang pajak Indonesia sejak terbongkarnya pengemplangan pajak PT Asian Agri sebesar Rp 2,5 triliun. Modusnya merekayasa pembayaran pajak dengan mengurangi pendapatan dan menaikan pembiayaan melalui skema transfer pricing dan transaksi lindung alias hedging fiktif.

Tak hanya itu, praktek pengemplangan pajak juga dilakukan dengan modus pengalihan keuntungan dan kebocoran pulp larut PT TPL sekaligus salah klasifikasi jenis yang akan diekspor. Anak usaha Sukanto Tanoto diduga merugikan Negara sebesar Rp 1,9 triliun. Pada 2015, Pansus Monitoring Evaluasi Perizinan DPRD Riau juga menemukan potensi kerugian Negara dari pajak yang tidak disetor APRIL senilai Rp 6,5 Triliun. Rp 6,4 Triliun potensi kerugian negara dari pajak (PPH, PPN DN dan PBB P3) pertahun dan Pajak PSDH DR yang tak disetor Rp 14,9 miliar tahun 2010-2014.

“Kasus ini layak menjadi prioritas penyelesaian oleh tim Satgas TPPU yang dibentuk oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Namun, seberapa berani sekelas Mahfud melawan Sukanto Tanoto, apalagi Mahfud pernah menjadi Ahli PT RAPP,” katanya. 

Mahfud resmi membentuk Satgas TPPU pada 3 Mei 2023. Pembentukan Satgas TPPU ini sesuai dengan hasil rapat Komite TPPU yang diketuai Mahfud, dengan Komisi III DPR awal April lalu. Prioritas Satgas TPPU ini meneliti laporan hasil pemeriksaan (LHP) dugaan tindak pencucian uang senilai Rp 189 triliun di Kementerian Keuangan.

Pada 16 November 2017, PT RAPP menggugat KLHK ke PTUN Jakarta. PT RAPP melalui kuasa hukumnya Hamdan Zoelva ajukan Permohonan Mendapatkan Putusan Penerimaan Atas Permohonan Pencabutan Surat Keputusan Atau Keberatan Terhadap Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor SK 5322/Menlhk-PHPL/UPL.1/20/2017 tentang Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No SK 173/VI-BHPT/2010 dan Keputusan Menteri Kehutanan No Sk 93/VI-BUHT/2013 ke PTUN Jakarta. Sidang perdana dimulai pada 27 November 2017. Sidang berlangsung, berbagai bukti dan ahli dihadirkan. Keterangan Ahli Mahfud MD dibacakan oleh Hamdan Zoelva di persidangan.

“Presiden SBY berhasil membongkar kejahatan pajak Sukanto Tanoto melalui Asian Agri. Nah, di era Presiden Jokowi melalui Mahfud MD beranikah melawan Sukanto Tanoto?” kata Made.