Walhi Aceh: Banjir Aceh Akibat Sengkarut Tata Ruang

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Selasa, 09 Mei 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menilai banjir yang terjadi terus meningkat akhir-akhir ini tidak terlepas sengkarut ruang yang terjadi di Aceh.

Kadiv Advokasi dan Kampanye Walhi Acehm, Afifuddin Acal mengatakan Kondisi ini semakin membuktikan bahwa kondisi lingkungan hidup di Aceh tidak sedang baik-baik saja. Penataan ruang yang bermasalah menyebabkan banjir tidak terbendung di Tanah Rencong.

Salah satu pemicu banjir, selain kehilangan tutupan hutan terus terjadi, baik itu karena praktek perambahan hutan hingga tambang ilegal. Sering kali juga banjir terus terjadi karena kawasan rawan bencana dijadikan kawasan budidaya bahkan pemukiman.

Terkait dengan laju investasi industri ekstraktif berbasis hutan, termasuk menjadi pemicu banjir. Sementara di Aceh banyak komoditi unggulan yang diakui dunia memiliki ekonomi tinggi, terkait dengan rempah seperti pala, palawija, cengkeh, kopi, minyak atsiri memiliki ekonomi tinggi tetapi investasi di bidang itu kecil sekali. "Jadi lebih didorong pada investasi perkebunan kultur dengan komoditi terbatas," Saat dihubungi Senin, 8 Mei 2023.

Hampir semua lokasi banjir, baik Aceh Singkil, Nagan Raya dan Aceh Jaya, banjir terjadi akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit. Wilayah rawa gambut Singkil disebut sebagai daerah yang paling banyak dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Kemudian kata Afif, isu lain yakni eksploitasi kawasan hutan dengan tambang, energi, perkebunan semua menyasar kepada kawasan hutan. Sementara komoditi perkebunan lain yang melibatkan banyak rakyat justru terabaikan.

Deforestasi hutan dan lahan salah satu penyebab banjir, beberapa kebijakan secara nasional kemudian mengancam kawasan hutan, kebijakan tersebut memberikan kartu merah terhadap investasi, namun investasi terkadang juga tidak sesuai harapan.

Dan akhirnya, kata Afif, berujung bencana ekologis, contohnya banjir di beberapa kabupaten di Aceh yang ujungnya kejadian banjir berulang, intensitas lebih sering, lebih luas, lebih lama lebih tinggi genangan, dan lainnya.

Hampir semua lokasi banjir, baik Aceh Singkil, Nagan Raya dan Aceh Jaya, banjir terjadi akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit. Wilayah rawa gambut Singkil disebut sebagai daerah yang paling banyak dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menyebut enam desa di Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil, terendam banjir pada Minggu 7 Mei 2023, sehingga data banjir Aceh meluas menjadi delapan kabupaten/kota.

Kepala Pelaksana BPBA Ilyas melalui keterangan Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) BPBA di Banda Aceh mengatakan, banjir di Aceh Singkil mulai terjadi pada pukul 07.00 WIB.

Ia menjelaskan peristiwa banjir di Aceh Singkil menyebabkan pemukiman penduduk di enam desa di Kecamatan Simpang Kanan terendam dengan ketinggian air antara 60-80 sentimeter.

Untuk sementara korban terdampak sebanyak 355 jiwa dalam 293 Kepala Keluarga (KK). Sedangkan warga yang mengungsi masih dalam pendataan petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Singkil.

“Kondisi terakhir air masih menggenangi wilayah Simpang Kanan sampai saat ini,” katanya.

Banjir merendam 15 desa dalam lima kecamatan di Nagan Raya, empat desa dalam empat kecamatan di Subulussalam, lima desa di empat kecamatan Kabupaten Aceh Barat Daya, serta 19 desa dalam enam kecamatan Kabupaten Aceh Barat.

Selanjutnya 23 desa dalam enam kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya, satu desa dalam satu kecamatan di Aceh Tenggara, serta 19 desa dalam enam kecamatan di Aceh Selatan.

"Air masih menggenangi wilayah Aceh Selatan dengan ketinggian 30 cm hingga satu meter," tambahnya.

BPBD terus memantau dampak banjir yang terjadi di delapan kabupaten dan kota, serta secara berkala menyampaikan peringatan risiko bencana kepada masyarakat.