Korporasi Raksasa RGE Diduga Babat Hutan Kalimantan

Penulis : Gilang Helindro

Deforestasi

Rabu, 24 Mei 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Grup Royal Golden Eagle (RGE), perusahaan produsen viscose dan produk kertas terbesar dunia, ditengarai masih bergantung kepada sejumlah perusahaan pemasok yang melakukan deforestasi. Grup perusahaan milik Sukanto Tanoto ini diduga mengendalikan sejumlah perusahaan cangkang yang berada di balik pabrik pulp baru berskala besar di Kalimantan Utara. 

Laporan investigasi yang dilakukan Environmental Paper Network, Rainforest Action Network, Auriga Nusantara, Greenpeace International, dan Woods & Wayside International berjudul Babat Kalimantan dirangkum dari bukti-bukti yang dikumpulkan melalui analisis citra satelit, kajian data ekspor, laporan pelacakan kapal, dan data dari pemasok.

Dalam laporan investigasinya, lima organisasi ini menemukan masih adanya deforestasi yang dilakukan oleh Grup Royal Golden Eagle (RGE). Dan juga mengungkap hasil pemeriksaan dokumen yang menunjukkan hubungan RGE dengan pabrik berskala besar yang akan dibangun PT Phoenix Resources International di Pulau Tarakan, Kalimantan Utara.

Timer Manurung, Ketua Yayasan Auriga Nusantara, mengatakan dari 20 tahun terakhir deforestasi disumbang dari konsesi HTI, yang pemerintah sebut sebagai kawasan hutan. Setelah deforestasi di Sumatera memuncak pada 2012, deforestasi di Kalimantan justru meninggi. Deforestasi di Kalimantan cenderung menurun sejak 2016. Tapi masih tetap tertinggi di Indonesia. Dengan hutan alam 26 juta hektare pada 2020.

BABAT KALIMANTAN - Deforestasi di rantai pasok RGE Grup dan kaitan RGE dengan pabrik pulp baru di Kalimantan Utara. Foto/Dokumen Istimewa

"Muncul bahaya dari dapur pemerintah," Katanya dalam konferensi pers secara daring Deforestasi di rantai pasok RGE Grup dan kaitan RGE dengan pabrik pulp baru di Kalimantan Utara, Selasa 23 Mei 2023.

Deforestasi di rantai pasok RGE/APRIL, ditambah lagi dengan adanya pabrik pulp baru PT Phonix Resource International di Tarakan, Kalimantan Utara menjadi alarm bahaya bagi hutan alam tersisa di Kalimantan. “Setelah hutan alam non-konservasi di Kalimantan dan Sulawesi bagian utara dan Maluku Utara habis, deforestasi oleh ekspansi kebun kayu bergeser ke timur Tanah Papua,” Tutupnya.

Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, ada sekitar 600.000 hektare hutan hujan tropis yang masuk dalam konsesi kehutanan di Kalimantan, Papua, dan Papua Barat yang terhubung dengan RGE. Keberadaan pabrik tersebut berpotensi mendorong pengembangan kawasan perkebunan kayu pulp monokultur secara luas dikhawatirkan mengancam kelestarian hutan alam.

“Dengan pembangunan pabrik baru Phoenix, sebagian kawasan hutan itu bisa terancam,” katanya

Menurut Syahrul, kehadiran pabrik PT Phoenix Resources International berisiko memicu deforestasi dan menghilangkan keanekaragaman hayati, meningkatkan emisi gas rumah kaca, serta mengancam kehidupan masyarakat di wilayah tersebut. Syahrul mengingatkan, permintaan kayu dari pabrik pulp skala besar sebelumnya telah mendorong deforestasi parah di Sumatera. 

“Pola seperti itu bisa terulang kembali. Pembangunan pabrik ini adalah tanda bahaya gelombang baru deforestasi skala industri, kali ini di Kalimantan dan Papua,” ungkapnya. 

Dalam laporan investigasi itu, RGE juga diduga mengendalikan sejumlah perusahaan cangkang yang berada di balik pabrik pulp baru berskala besar di Kalimantan Utara.

Koordinator Kampanye Senior Environmental Paper Network Sergio Baffoni mengatakan, RGE dan anak perusahaannya seperti APRIL, Sateri, Asia Pacific Rayon, dan Asia Symbol sebenarnya sudah berjanji untuk menghapus deforestasi dalam rantai pasok mereka.

“Namun, laporan ini menemukan bahwa janji itu tidak ditepati,” katanya.

Asia Symbol, pabrik pulp RGE di China, diduga menggunakan kayu dari sejumlah perusahaan di Kalimantan. Kawasan hutan hujan tropis itu, merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tadinya merupakan habitat orangutan yang terancam punah.

Direktur Kampanye Hutan dan Keuangan Rainforest Action Network Tom Picken mengatakan, peran RGE dalam perusakan hutan terjadi karena adanya pembiayaan dan “pemakluman” untuk mereka. Sebanyak 25 bank telah menggelontorkan lebih dari 5 miliar dollar AS untuk sektor kehutanan RGE sejak 2016. 

Mitsubishi UFJ Financial Group, misalnya, sudah menyalurkan lebih dari 430 juta miliar dollar AS untuk RGE, kendati bank tersebut memiliki kebijakan untuk tidak membiayai deforestasi.

Picken juga menyoroti langkah Forest Stewardship Council, organisasi sertifikasi hutan global, yang membuka pintu untuk APRIL, walaupun masih ada dugaan deforestasi dalam rantai pasok anak usaha RGE ini. APRIL pernah mengikuti proses penilaian untuk mendapatkan sertifikat ramah lingkungan dari FSC pada 2013, tetapi mundur. “Bank-bank dan fasilitator harus berhenti mengabaikan deforestasi yang masih menjadi bagian dari model bisnis RGE,” kata Picken.