Studi: Asap Karhutla Mengubah Perilaku dan Suara Orangutan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Jumat, 23 Juni 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Sebuah studi baru yang dipimpin oleh seorang peneliti dari Cornell Lab of Ornithology menunjukkan, selama berbulan-bulan setelah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta gambut di Kalimantan, perilaku dan suara orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) mengalami perubahan.

Dilansir dari Cornell Chronicle, perubahan suara satwa terancam punah yang nyata ini memungkinkan untuk menilai kesehatan populasi liar dengan memantau frekuensi dan kualitas suara mereka--sebuah alternatif dari bahaya yang ditimbulkan dengan mencoba mempelajari hewan secara langsung selama kebakaran hutan. Studi tersebut berjudul "Wildfire Smoke Linked to Vocal Changes in Wild Borneo Orangutan" yang diterbitkan pada 13 Juni, di iScience.

"Hewan-hewan tersebut bergerak lebih sedikit untuk menghemat energi. Orangutan juga tidak banyak bersuara dan suara mereka mirip dengan suara perokok manusia. Suara mereka lebih dalam, lebih serak dan lebih bergetar. Ciri-ciri vokal ini telah dikaitkan dengan peradangan, stres, dan penyakit--termasuk COVID-19--pada manusia dan hewan non-manusia," kata penulis utama Wendy Erb, seorang rekan pascadoktoral di Cornell Lab.

Kebakaran hutan telah meningkat dalam hal frekuensi dan tingkat keparahan di seluruh Indonesia, seperti yang terjadi di belahan dunia lainnya, yang sering kali terkait dengan perubahan iklim. Di Indonesia, kebakaran hutan juga terkait erat dengan siklus pemanasan El Nino di Samudera Pasifik.

Orangutan betina dan bayinya di Taman Nasional Tanjung Puting. Studi baru menyebut asap karhutla menyebabkan perubahan perilaku dan suara orangutan. Foto: Raden/Betahita.

Namun, tidak seperti kebakaran hutan lainnya, kebakaran lahan gambut dapat membara di bawah tanah selama berminggu-minggu dan menghasilkan emisi gas dan partikel berbahaya yang sangat tinggi.

Erb, di Pusat Bioakustik Konservasi K. Lisa Yang di Cornell Lab, bekerja sama dengan tim dari Program Penelitian Orangutan Tuanan untuk mengumpulkan data orangutan jantan dewasa di Kalimantan. Selama musim kebakaran, wilayah ini mengalami konsentrasi materi partikulat tertinggi, dengan konsentrasi harian rata-rata meningkat hampir 12 kali lipat lebih tinggi daripada jumlah yang diklasifikasikan sebagai berbahaya bagi kesehatan manusia oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat.

Orangutan yang terancam punah dikenal sebagai "spesies indikator", karena kesehatan dan perilaku mereka mencerminkan kualitas lingkungan mereka. Paparan asap beracun yang semakin sering dan berkepanjangan dapat menimbulkan konsekuensi yang parah bagi orangutan dan hewan lainnya.

Penelitian ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk memahami dampak jangka panjang dan tidak langsung dari kebakaran lahan gambut di Indonesia, di luar hilangnya hutan dan penghuninya secara langsung.

Dengan mengungkap hubungan antara perubahan akustik, perilaku dan energi pada orangutan, penelitian ini dapat membantu para ilmuwan dan pengelola satwa liar untuk memantau kesehatan spesies yang terancam punah ini dengan aman menggunakan metode akustik.

"Saya melihat potensi besar untuk pemantauan akustik pasif untuk memperdalam pemahaman kita tentang dampak asap kebakaran hutan terhadap populasi satwa liar di seluruh dunia," ujar Erb.