Polusi Udara Membuat Pasien Covid-19 Seolah Lebih Tua 10 Tahun
Penulis : Kennial Laia
Lingkungan
Jumat, 23 Juni 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Studi terbaru mengungkap, orang yang terpapar polusi udara mengalami Covid-19 seolah-olah mereka berusia 10 tahun lebih tua. Menurut peneliti, pasien yang baru-baru ini terpapar udara kotor sebelum tertular penyakit dirawat empat hari lebih lama di rumah sakit. Ini adalah dampak yang sama dialami pasien berusia 10 tahun lebih tua dari mereka.
Penelitian dari Belgia tersebut juga menunjukkan, tingkat polusi udara yang diukur dalam darah pasien terkait dengan peningkatan 36 persen dalam risiko perawatan intensif. Sementara itu studi terpisah di Denmark menunjukkan paparan polusi udara terkait dengan peningkatan 23 persen risiko kematian akibat Covid-19. Dalam kedua studi tersebut, tingkat polusi udara berada di bawah standar legal Uni Eropa.
Polusi udara dikenal sebagai faktor risiko utama dalam memperparah penyakit pernapasan. Ini termasuk meningkatkan peradangan di paru-paru dan melemahkan kekebalan tubuh, dan menyebabkan masalah paru-paru eksisting memperburuk hasil infeksi baru.
Penelitian baru itu menunjukkan pengurangan polusi udara adalah langkah penting untuk mengurangi penyakit dan kematian selama wabah penyakit pernapasan di masa depan, termasuk musim flu tahunan. Udara yang lebih bersih membawa manfaat kesehatan yang hampir sama besarnya dengan beberapa perawatan medis yang diberikan kepada pasien Covid-19.
“Mengurangi polusi udara, bahkan pada tingkat yang relatif rendah, meningkatkan kesehatan penduduk dan membuat mereka tidak rentan terhadap pandemi di masa depan,” kata Prof Tim Nawrot dari Universitas Hasselt di Belgia, dikutip Guardian, Kamis, 22 Juni 2023.
“Pandemi memberikan tekanan yang sangat besar pada dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya. Penelitian kami menunjukkan bahwa polusi udara membuat beban itu semakin besar,” tambah Nawrot.
Dr Zorana Jovanovic Andersen, di University of Copenhagen, Denmark, dan penulis senior studi Denmark, mengatakan studi tersebut menunjukkan bagaimana polusi udara dapat membahayakan sistem kekebalan tubuh dan membuat manusia rentan.
“Pengurangan polusi udara harus menjadi inti dari tindakan pencegahan untuk pandemi saat ini dan masa depan, serta strategi untuk menangani pandemi influenza musiman,” kata Andersen.
Studi Belgia, yang diterbitkan dalam European Respiratory Journal (ERJ), mengikuti lebih dari 300 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit antara Mei 2020 dan Maret 2021. Data tentang tingkat tiga polutan – partikel halus, nitrogen dioksida, dan jelaga – pada rumah pasien dikumpulkan dan jumlah jelaga dalam darah pasien juga diukur. Faktor lain yang diketahui memengaruhi penyakit Covid-19, seperti usia, jenis kelamin, dan berat badan, juga diteliti.
Perbedaan polusi udara yang digunakan dalam studi untuk menilai dampak terhadap Covid-19 didasarkan pada kisaran tingkat polusi yang tercatat. Tingkat yang lebih tinggi yang digunakan berada di tengah menuju puncak kisaran – pada 75 persen – dan tingkat yang lebih rendah menuju bagian bawah kisaran – pada tanda 25 persen.
Para peneliti menemukan orang yang terpapar ke tingkat yang lebih tinggi seminggu sebelum masuk rumah sakit dirawat sekitar empat hari tambahan di rumah sakit. Mereka juga menemukan tingkat polusi udara yang lebih rendah menghasilkan peningkatan kesehatan yang setara dengan 40-80 persen manfaat obat yang digunakan untuk mengobati Covid, seperti remdesivir.
Studi Denmark, juga diterbitkan di ERJ, menggunakan sistem pengawasan Covid-19 nasional Denmark untuk mengikuti 3,7 juta penduduknya yang berusia 30 tahun atau lebih selama 14 bulan pertama pandemi. Ditemukan pasien yang terpapar polusi udara partikel kecil tingkat tinggi pada 2019 memiliki kemungkinan meninggal akibat Covid-19 sebesar 23 persen.
Prof Charlotte Suppli Ulrik, kepala majelis Perhimpunan Pernafasan Eropa untuk lingkungan dan epidemiologi, mengatakan pihaknya menemukan semakin banyak bukti bahwa menghirup udara yang tercemar berkontribusi terhadap penyakit paru-paru, termasuk infeksi.
“Meskipun darurat kesehatan global Covid-19 telah berakhir, dampak polusi terhadap kesehatan kita terus berlanjut dan pemerintah harus mengambil tindakan demi kesehatan dan layanan kesehatan kita,” katanya.