Ekspor Bijih Nikel Ilegal Diduga Sudah Terjadi sejak 2014

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Selasa, 04 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Ekspor bijih nikel ilegal diduga bukan hanya sejak Januari 2020 hingga Juni 2022 saja, seperti pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun sejak 2014. Hal tersebut disampaikan Ekonom dan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono, menanggapi dugaan ekspor bijih nikel ilegal sebesar 5,3 juta ton ke Cina.

"Ini sudah diperkirakan banyak pihak. Bahkan ini diduga tidak hanya terjadi sejak pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020 saja, namun juga sudah terjadi sejak pelarangan ekspor bijih nikel pertama kali pada 2014," kata Yusuf, Sabtu, (1/7/2023) dikutip dari Tempo.co.

Yusuf menguraikan, ekspor bijih nikel ilegal sejak awal sudah diperkirakan terjadi karena kebijakan hilirisasi yang berbasis pada pelarangan ekspor bijih nikel. Pelarangan ekspor bijih nikel, menurut Yusuf, membuat harga komoditas tambang di pasar domestik menjadi jatuh, jauh di bawah harga internasional.

Harga patokan mineral (HPM) bijih nikel domestik merosot jauh di bawah harga internasional hingga 50 persen. Saat harga internasional nikel melonjak pada 2021, dan mencapai puncaknya pada 2022, lanjut Yusuf, insentif untuk ekspor bijih nikel menjadi semakin kuat. Sehingga, indikasi ekspor ilegal bijih nikel ke Cina, yang disebutkan KPK, bukanlah hal yang mengagetkan lagi.

Ilustrasi bijih nikel.

Yusuf menilai, pemberlakuan larangan ekspor bijih nikel ditambah HPM bijih nikel di pasar domestik yang jatuh, telah memicu terjadinya ekspor bijih nikel ilegal. Terutama ekspor ilegal oleh pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang tidak memiliki afiliasi dengan smelter.

Sebelumnya, KPK memperkirakan kerugian negara akibat ekspor bijih nikel ilegal mencapai lebih dari Rp500 miliar. Hal tersebut dilatari hilangnya penerimaan royalti dan penerimaan PPh perusahaan penambang nikel.

Namun KPK tidak menyebutkan secara rinci mengenai asal muasal ore/bijih nikel yang diekspor secara ilegal ke Cina tersebut. Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menduga bijih nikel yang diekspor itu berasal dari tambang di Sulawesi atau Maluku Utara.

"Dari Indonesia, saya enggak menyebut dari IWIP (Indonesia Weda Bay Industrial Park), tentunya dari Sulawesi dan Maluku Utara karena hanya dua daerah inilah penghasil nikel terbesar," ucap Yusri.

Menurut data Bea Cukai Cina, tercatat pada 2020 Cina mengimpor ore nikel dari Indonesia sebanyak 3,4 miliar kilogram dengan nilai USD193 juta. Kemudian pada 2021, Cina kembali mengimpor 839 juta kilogram ore nikel dari Indonesia senilai USD48 juta. Sedangkan pada 2022 Cina impor 1 miliar kilogram ore nikel.