Mama Aleta Sang Pejuang Adat

Penulis : Redaksi Betahita

Sosok

Selasa, 23 Mei 2017

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Nyawanya terancam, penawaran hadiah bagi siapa pun yang dapat membunuhnya. Sejak 1990­an ketika Gunung Batu Anjaf dan Nausus, pegunungan Mutis mulai dirambah industri tambang.

Keberadaan Gunung Mutis sangat penting karena memiliki keragaman hayati tinggi. Juga merupakan kawasan pemasok untuk pengambilan batu marmer dan industri kehutanan yang mengancam kelestarian.

Bersyukur, Mama Aleta selamat dari upaya pembunuhannya. Ia melarikan diri dan bersembunyi di dalam hutan. Mama Aleta salah satu yang memperjuangkan wilayah adat. Baik perusahaan maupun pemerintah daerah menjadi musuh saat itu.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara saat itu. Abdon Nababan mengatakan, dengan wadah organisasi sayap AMAN diharapkan perempuan adat terorganisasi, terlibat aktif memperkuat posisi dan memperluas peran di dalam komunitas adat, dalam pembuatan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan mereka.

Indonesian environmental activist Aleta Baun poses for a photo in Jakarta, Indonesia March 11, 2017. Picture taken March 11, 2017./Foto: REUTERS/Beh Lih Yi

Dalam tiga tahun terakhir Perempuan AMAN aktif memperjuangkan hak­hak perempuan adat dan memperkuat partisipasi perempuan adat dalam perjuangan  ditahan dan dipukuli, namun mereka tetap air dari semua sungai di Timor Barat, untuk masyarakat adat Nusantara. Salah satunya gigih berjuang.

Mama Aleta adalah sosok perempuan pejuang adat. Kini Mama Aleta bersama berbagai komunitas di seluruh wilayah Timor Barat memetakan hutan adat. Hal ini untuk melindungi tanah­tanah adat dari jamahan tangan­tangan perusak di masa depan. Saat ini Mama Aleta memimpin berbagai usahauntuk menciptakan peluang ekonomi melalui pertanian ramah lingkungan dan bertenun.

Adat yang memperjuangkan hak­hak masyarakat dan tetap mengorganisasi ratusan warga desa. Selain disakralkan, Suku Mollo, suku asli Nusa Tenggara Timur juga bergantung hidup pada kawasan gunung yang subur dengan pertanian, mengumpulkan makanan, menenun baju dari serat, dan meramu obat­obatan dari hutan.

Perjuangan Mama Aleta dimulai Mama Aleta dari Molo yang pada 2014 mendapatkan penghargaan The Goldman Environmental Prize. Menurut Dr Sonya Dewi, peneliti ICRAF Global, dalam isu gender yang dibawa agroforestri, perempuan berperan dalam mengelola hutan dan pertanian. Perempuan juga berperan dalam memasarkan produk­ produk agroforestri dari kebun dan memanfaatkan uang hasil penjualannya.

Di Indonesia, kesetaraan gender telah diinstruksikan Presiden melalui Inpres No 9/2000 yang bertujuan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pengarusutamaan gender merupakan aspek penting dari tata laksana pemerintah, bagaimana mendesain program pembangungan dan kebijakan yang dapat merespons kebutuhan dan kepentingan perempuan yang berbeda dari laki-­laki, serta mendistribusikan manfaat secara adil di antara perempuan dan laki­laki.

Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartasari, dalam panel pada 27 September, menegaskan prinsip leave no one behind dalam The Sustainable Development Goals harus dimaknai kelompok­kelompok rentan yang selama ini sering diabaikan dalam agenda pembangunan harus mendapat prioritas pertama sebelum membicarakan yang lain.

"Kelompok kurang mampu, kaum rentan, termasuk perempuan, penyandang disabilitas, pekerja migran, dan masyarakat adat selama ini sering tersingkir dalam proses penentuan kebijakan dalam pembangunan," kata Dian.